Sejarah Umum
Bahasa Melayu Dalam Pembentukan Nasionalisme Bangsa Indonesia
Apero
Fublic.- Bahasa Melayu adalah bahasa pidgin di Asia Tenggara. Bahasa pidgin
bentuk bahasa kontak yang digunakan oleh orang-orang dengan latar belakang
bahasa yang berbeda-beda. Karena pusat peradaban pertama Nusantara terletak di
Palembang yang merupakan wilayah penutur bahasa Melayu, maka bahasa pidgin
Nusantara berbentuk bahasa Melayu.
Sebuah negara akan lahir setelah terjadinya suatu peristiwa revolusi. Di mana bangsa-bangsa di suatu wilayah akan bersatu membentuk sebuah negara dengan kesamaan derajat dan kedudukan. Peristiwa ini disebut suatu gerakan nasionalisme yang menyatukan semua kalangan masyarakatnya.
Peristiwa nasionalisme adalah tanda zaman baru yang meruntuhkan sifat feodalisme dan monarki di dunia. Menjatuhkan dominasi keagamaan dalam panggung politik dan sosial budaya. Dalam nasionalisme ada sesuatu yang menjadi dasar atau roh dari pergerakan nasionalisme itu, sehingga semua suku bangsa merasa satu dalam kesatuan. Bangsa Arab bersatu pada masa Rasulullah saw. adalah berkat Islam.
Sebuah negara akan lahir setelah terjadinya suatu peristiwa revolusi. Di mana bangsa-bangsa di suatu wilayah akan bersatu membentuk sebuah negara dengan kesamaan derajat dan kedudukan. Peristiwa ini disebut suatu gerakan nasionalisme yang menyatukan semua kalangan masyarakatnya.
Peristiwa nasionalisme adalah tanda zaman baru yang meruntuhkan sifat feodalisme dan monarki di dunia. Menjatuhkan dominasi keagamaan dalam panggung politik dan sosial budaya. Dalam nasionalisme ada sesuatu yang menjadi dasar atau roh dari pergerakan nasionalisme itu, sehingga semua suku bangsa merasa satu dalam kesatuan. Bangsa Arab bersatu pada masa Rasulullah saw. adalah berkat Islam.
Nasionalisme, 1. Paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan
negara sendiri; paham kebangsaan. 2. Suatu gerakan ideologis yang
secara potensial dan aktual bersamaan mencapai, integritas, kemakmuran, dan
kekuatan bangsa sendiri; semangat kebangsaan.[1] Indonesia: nama negara kepulauan di Asia Tenggara yang
terletak diantara benua Asia dan benua Australia.[2] Para antropolog mengenalnya sebagai “Kepulauan Melayu”.
Sejarah mencatatnya sebagai “Kepulauan Rempah-rempah”. Adalah suatu kepulauan
yang cemerlang teruntai menyatu dihamparan samudera yang bening
biru.[3]
Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan
pertumbuhannya dalam masyarakat. Dari data penelitian sejarah, kita tahu bahwa
pada abad ke-6 M kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan telah menggunakan Bahasa
Melayu sebagai sarana perhubungan antar penduduk dan sebagai bahasa resmi
negara. Beberapa prasasti yang berbahasa Melayu kuno, seperti prasasti Kedukan
Bukit (683 M), Prasasti Talang Tuwo (684 M), Prasasti Kota Kapur (686 M), dan
Prasasti Karang Brahi (688 M).
Menurut catatan para petualang Cina yang pernah
singgah di Sriwijaya, bahasa Melayu (istilah mereka K’un-lun) telah digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam pemerintahan, pengajaran agama, dan untuk
perhubungan sehari-hari. Prasasti Gandasuli di sekitar Keduh, Jawa Tengah
membuktikan bahwa bahasa Melayu telah berhasil “Keluar” wilayahnya sendiri dan
meluas sampai kepulauan Jawa.
Prasasti itu berangka tahun 832 M. Berdasarkan
bukti-bukti tertulislah kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa bahasa Melayu
Kuno telah dipakai sebagai bahasa pergaulan antarsuku di wilayah Indonesia.
Bahasa juga mengindikasikan sebuah kekuasaan yang berkuasa. Sebab setiap bangsa
yang berkuasa akan memberikan pengaruh budaya terutama bahasa.
Dalam abad ke-15 Bahasa Melayu berkembang pesat berkat usaha sultan
Malaka. Pada waktu itu Malaka adalah pusat perdagangan antar bangsa. Pada masa
pemerintahan Sultan Melaka, bahasa Melayu berkembang lebih pesat dengan
ditandai oleh dipakainya ejaan Jawi atau ejaan Arab-Melayu. Pujangga Abdullah
bin Abdulkadir Almunsyi muncul sebagai pembaharu kesusastraan Melayu.
Kehadiran Abdullah pada awal abad ke-19 itu telah mengilhami
pembaharuan-pembaharuan lainnya. Sampai pada awal abad ke-20, bahasa Melayu
telah dipakai secara amat luas di Nusantara ini. Pada tahun 1901 Ch. Van
Ophuijsen menyusun Kitab Logat Melayu, berisi aturan ejaan resmi yang berlaku
di Indonesia. Ejaan itu berlaku sampai tahun 1947, sedangkan bahasa Melayu
telah diajarkan kepada para murid sekolah-sekolah pribumi.
Dengan didirikannya sebuah komisi yang bernama Commissie voor de
Inlandsche School en Volklectuur atau komisi untuk Sekolah Pribumi dan
Bacaan Rakyat oleh Belanda pada tahun 1908, penggunaan Bahasa Melayu lebih
diperluas. Komisi ini pada tahun 1917 diubah namanya menjadi Balai Poestaka.
Badan milik negara ini bertugas menerbitkan cerita-cerita dan terjemahan sastra
1921 menerbitkan cerita-cerita asli karangan Merah Siregar “Azab dan Sengsara”,
kemudian disusul karangan Merah Rusli “Siti Nurbaya” tahun 1922.
Beberapa surat
kabar yang muncul pada awal perkembangan bahasa Melayu yaitu Bianglala, Bintang
Timur, Suara Umum, dan masi banyak lainnya. Beberapa surat kabar itu berperan
besar dalam menyebarluaskan bahasa Melayu kepada khalayaknya. Kemudian bahasa
Melayu dirubah menjadi bahasa Indonesia pada peristiwa Sumpa Pemuda tahun 1928.
Bapak Soewandi yang menjabat sebagai menteri PP dan K, pada tahun 1947
menetapkan berlakunya Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Aturan ejaan itu
berlaku sejak tanggal 19 Maret 1947. Untuk lebih menetapkan Bahasa Indonesia,
pemerintah pada tanggal 16 Agustus 1972 menetapkan berlakunya Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Penyempurnaan meliputi penetapan pemakaian
huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penggunaan tanda baca. Pada
tanggal 1 Februari 1975, pemerintahan mendirikan Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa untuk menampung pendapat para cendekiawan, agar bahasa
Indonesia makin modern sejalan dengan perkembangan zaman.
Sesuatu yang tumbuh, harus melalui tahap-tahap perkembangan. Hukum alam
sudah mengatur semua itu, tidak mungkin sesuatu yang besar tidak berawal dari
kecil serta melewati proses-proses pembentukan. Sehingga kejadian-kejadian yang
terjadi hari ini tentulah ada hubungannya dengan kejadian-kejadian masa-masa
lampau.
Nasionalisme
Dunia.
Gelombang
nasionalisme menyapu daratan Eropa yang bermula dari Inggris, Prancis, Jerman
dan memasuki Turki Ottoman. Gerakan nasionalisme ini adalah bentuk berakhirnya
dunia monarki absolut dan kekuasaan institusi keagamaan di dunia. Nasionlisme
adalah tanda zaman baru dan demokrasi.
Nasionalisme setiap bangsa berbeda-beda sebabnya, setiap bangsa memiliki
alasan-alasan tertentu dalam nasionalisme bangsanya. Sehingga nasionalisme
mempunyai corak masing-masing dalam membangun negara dan politiknya tanpa
terkait dengan paham suatu bangsa tertentu. Nasionalisme di Amerika Serikat
berbeda dengan nasionalisme di Prancis, begitu pun nasionalisme di Jepang masa
Restorasi Meiji berbeda dengan kejadian nasionalisme di India dan Korea.
Nasionalisme bukan Paham yang dimiliki sebuah bangsa, tetapi nasionalisme
adalah kemauan bersatunya sebuah masyarakat di Suatu tempat untuk membentuk
negara mereka sendiri dan dipimpin oleh mereka sendiri yang bebas dari
penjajahan, feodalisme, etnis, dan agama.
Mereka ingin membentuk sebuah negara
dan pemerintahan yang membuat semua masyarakatnya merdeka dari apa pun dan
memberikan kebebasan dalam berpendapat, tanpa harus takut di doktrinasi oleh
sesuatu. Dalam hal ini, semua individu tidak terdiskriminasi walau berlainan
suku dan agama. Sehingga mereka mempunyai kedudukan yang sama antara satu sama
lain.
Nasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat, bahwa kesetiaan
tertinggi individu harus diserahkan kepada negara-kebangsaan. Perasaan sangat
mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya.[4] Meski pun nasionalisme adalah gejala zaman modern, namun
beberapa watak-watak nasionalisme sudah lama berkembang dalam zaman-zaman
lampau.[5]
Akan tetapi baru pada akhir abad kedelapan-belas Masehi
nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu perasaan yang diakui secara
umum. Dan nasionalisme ini makin lama makin kuat peranannya membentuk semua
segi kehidupan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi.[6]
Bangsa-bangsa adalah buah hasil tenaga hidup dalam sejarah, dan karena
itu selalu bergelombang dan tak pernah membeku. Bangsa-bangsa merupakan
golongan-golongan yang beraneka ragam dan tak terumuskan secara eksak.
Kebanyakan bangsa-bangsa itu memiliki faktor-faktor objektif tertentu yang
membuat mereka itu berbeda dari bangsa-bangsa
lainnya. Misalnya persamaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan
politik, adat-istiadat dan tradisi, atau persamaan agama.[7]
Akan tetapi teranglah bahwa tiada satu pun di antara faktor-faktor
ini bersifat hakiki untuk menentukan ada-tidaknya atau untuk merumuskan bangsa
itu. Maka rakyat Amerika Serikat tidak masyaratkan bahwa mereka harus
seketurunan atau merupakan suatu bangsa, dan rakyat Swis menggunakan tiga atau
empat bahasa, namun merupakan bangsa yang tegas pembatasan kebangsaannya. Meski
pun faktor-faktor objektif itu penting, tetapi unsur terpenting ialah kemauan
bersama yang hidup nyata.
Kemauan inilah yang kita namakan nasionalisme, yakni
suatu paham yang memberi ilham kepada sebagian terbesar penduduk dan yang
mewajibkan dirinya untuk mengilhami segenap anggota-anggotanya.[8] Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita dan
satu-satunya bentuk syah dari organisasi politik dan bahwa bangsa adalah sumber
daripada semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.[9]
Bagi Rousseau tak lagi aristokrasi karena keturunan atau
aristokrasi karena otak yang menjadi pusat bangsa, yang memberinya kekuatan dan
arah, akan tetapi rakyat itu sendirilah yang menjadi pusat bangsa. Ikut serta
rakyat secara giat dan nyata sebagai warga negara yang sama derajatnya, yang
dipersatukan oleh rasa persaudaraan dan kesetiaan terhadap satu sama lainnya,
bagi Rosseu merupakan asas moral dan rasional satu-satunya bagi negara.[10]
Nasionalisme Revolusi Prancis menegaskan bahwa kewajiban dan
kemuliaan warganegara terletak dalam kegiatan politiknya dan pemenuhan
kewajiban-kewajibannya dalam persatuan sepenuhnya dengan negara-kebangsaannya.[11] Di
Prancis yang menjadi penggerak nasionalisme adalah penentangan feodalisme dan
gereja.
Di mana-mana di Prancis didirikan altar tanah air dengan inskripsi:
“Warganegara dilahirkan, hidup dan mati untuk tanah air.” Di depan altar
tersebut rakyat berkumpul, menyanyikan lagu-lagu kebangsaan, mengucapkan sumpah
untuk menjunjung tinggi persatuan nasional dan mentaati serta melindungi
pembuat undang-undang tertinggi, yakni rakyat yang berdaulat.[12]
Dan sementara itu pun Arndt mengemukakan pentingnya
bahasa sebagai faktor untuk menyusun suatu bangsa; semua rakyat-rakyat yang
menggunakan bahasa Jerman harus dipersatukan dalam satu tanah air. Arndt adalah
salah seorang penganjur pemberontakan bangsa Jerman terhadap bangsa Perancis.[13]
Gerakan Islam khususnya telah berhasil untuk pertama kali dalam sejarah
mempersatukan bangsa Arab. Maka, dalam sejarah, gerakan nasionalisme Arab
berhutang budi kepada Islam.[14]
Bahasa
Melayu Menjadi Bahasa Indonesia.
Sebagai sarana perjuangan dan pembangunan bangsa dan negara kita yang
didasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bahasa Indonesia
memperlihatkan suatu struktur sosial yang bercorak kekeluargaan.
Menurut ketentuan di dalam batang-tubuh maupun penjelasan Undang-Undang Dasar
1945, dapat kita menyimpulkan, bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
berdasar atas asas kekeluargaan.
Karena itulah amat menarik, bahwa menurut
kenyataan struktur sosial bahasa Indonesia bercorak kekeluargaan. Sebagai
peristiwa sejarah, pencetus Sumpah Pemuda itu tentulah tidak merupakan
peristiwa yang berdiri sendiri. Ia merupakan lanjutan peristiwa-peristiwa
sejarah sebelumnya, terutama perjuangan nasional sejak tahun 1908 dengan
terbentuknya Budi Utomo.
Dia berkaitan dengan keputusan politik tahun 1918 yang
menetapkan bahwa bahasa Indonesia (pada waktu itu disebut bahasa Melayu) dapat
digunakan sebagai bahasa kerja Dewan Rakyat (Volksraad). Selanjutnya,
berhubungan erat dengan peristiwa-peristiwa nasional sesudah tahun 1928.
Keputusan politik tahun 1928 itu diperkuat lagi dengan keputusan politik
tahun 1954. Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “bahasa negara
ialah bahasa Indonesia.” Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berpungsi
sebagai sarana identitas nasional kita, sarana pemersatu kita sebagai bangsa,
dan sarana perhubungan antardaerah dan antar budaya. Sedangkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara berfungsi sebagai bahasa pemerintahan, bahasa pengantar
pendidikan, bahasa pengantar media massa, dan sarana pendukung pengembangan
ilmu dan teknologi.
Bahasa Indonesia tumbuh dari bahasa Melayu dan berkembang sesuai dengan
kebahasaan, yaitu keadaan yang multilingual, di Indonesia. Unsur serapan, baik
unsur serapan dari berbagai bahasa daerah maupun unsur serapan dari bahasa
asing.
Yang ada di dalam bahasa Indonesia sekarang merupakan ciri khas yang
membedakannya dari bahasa asalnya, yaitu bahasa Melayu. Namun, ciri dasar
bahasa asalnya itu tetap menonjol di dalam bahasa Indonesia yang kita gunakan
sekarang. Selain di Indonesia, dengan nama bahasa Indonesia, bahasa Melayu
telah berkembang juga sebagai bahasa nasional dengan nama bahasa Malaysia di
Malaysia. Bahasa Melayu juga digunakan di Singapura dan Brunei.
Salah satu ciri
kemelayuan yang tidak dapat dihilangkan adalah morfologi bunyi, sebutan dan
bentuk yang didengar. Kosa kata bahasa apapun yang di masukkan kedalam bahasa
Indonesia tidak dapat merubah kemelayuannya.
Salah satu masalah kebahasaan yang perumusan dan dasar penggarapannya perlu
di cakup oleh kebijaksanaan nasional di dalam bidang kebahasaan adalah fungsi
dan kedudukan Bahasa Indonesia. Secara historis, kedudukan bahasa Indonesia
(BI) sebenarnya telah di perkokoh oleh dua macam faktor.
Yaitu (1). faktor
aspirasi nasional dan (2). faktor konstitusional. Aspirasi nasional, yang
perwujudannya berupa Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928), telah mengakui dan
mengangkat Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Secara konstitusional
Bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa negara. Penetapan ini tertuang
dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36.
Dalam kedudukan sebagai bahasa negara, BI mempunyai empat fungsi, yaitu
sebagai: (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3)
alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial-budaya bahasanya, dan (4) alat perhubungan antar budaya dan antar
daerah.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, BI mempunyai empat fungsi
pula, yaitu sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di
lembaga-lembaga pendidikan. (3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintahan, dan (4).bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan
pemamfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Di negara kita terdapat lebih kurang 400 (700 data terbaru) macam bahasa
daerah, tetapi tidak ada persaingan diantara bahasa daerah yang satu dengan
yang lain.[15] Beberapa bahasa yang mempengaruhi perkembangan Bahasa
Indonesia yaitu: Bahasa Sanskerta, Arab, Jawa Kuno, Portugis, Belanda,
Tionghoa, Inggris, Tamil, Parsi, dan bahasa-bahasa daerah nusantara.
Bahasa Sanskerta masuk ke Indonesia bersama orang-orang India, yang
berdagang ke Indonesia sambil menyebarkan ajaran agama Hindu. Mereka sangat
lama tinggal di Indonesia asli. Pengaruh itu meliputi bidang bahasa,
kepercayaan, tata kenegaraan, dan kesenian.
Bahasa Jawa Kuno, yaitu bahasa yang
dipakai oleh penduduk Jawa tahun 750 M- 850 M. Setelah dilacak lebih lanjut
ternyata berasal dari Bahasa Sanskerta. Bahasa Portugis masuk ke Indonesia
bersamaan bangsa Portugis yang berdagang ke Indonesia. Sehubungan dengan itu,
kosakata yang masuk dan terserap oleh Bahasa Indonesia pun kebanyakan dalam
lingkungan perdagangan tersebut.
Bangsa Belanda mempengaruhi kebudayaan di Indonesia lebih kurang selama
350 tahun. Kosakata Bahasa Belanda yang terserap pun amat banyak, sehingga
tidak disadari oleh pemakainya bahwa kata itu semula dari bahasa Belanda.
Bahasa Tionghoa masuk ke Indonesia bersama-sama dengan orang-orang Cina
perantauan yang berdagang ke wilayah Nusantara Ini.
Sehingga kosakata yang terserap
pun kebanyakan berkaitan dengan dunia perdagangan, misalnya alat-alat
perdagangan, Istilah judi, barang-barang perdagangan, dan lain sebagainya.
Bahasa Tamil dibawa oleh para pedagang dari India. Kosakata yang terserap
kebanyakan berkaitan dengan perdagangan. Bahasa Parsi hampir sama dengan Bahasa
Arab, ada sebuah sumber yang menyebutkan bahwa kosakata Parsi sebagian besar
dari kosa kata bahasa Arab, jumlahnya mencapai 60 persen.
Bahasa Indonesia termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia atau Melayu-Polinesia.
Penyebutan Austronesia diucapkan oleh Schmidt melalui bukunya “Die Mon-Khmer
Volker ein Bindeglied Swischen Volkern Zentralasiens und Austrinesiens”.
Karya itu diterbitkan di Braunscheveig pada tahun 1906.
Wilayah rumpun bahasa
Austronesia terbentang dari barat ke timur (Madagaskar ke pulau pasca), dan
dari utara ke selatan (dari Formosa ke Selandia Baru). Kekerabatan
bahasa-bahasa Austronesia ditandai dengan kesamaan atau kemiripan dalam bidang
kosakata, tata bahasa, dan tata bunyi. Bahasa Indonesia kelanjutan dari Bahasa
Melayu, kemudian berkembang dan mendapat pengaruh dari bahasa-bahasa asing
serta bahasa-bahasa daerah.
Adanya bahasa Melayu yang sudah mempersatukan masyarakat Nusantara telah
menjadi cikal bakal Indonesia di masa depan. Bahasa yang hadir secara ajaib
menjadi penyatu yang kuat. Bahasa Melayu sebuah anugerah untuk bangsa Indonesia
yang terpencar dan beratus-ratus bahasa.
Tidak ada yang merasa kalah atau
terkalahkan menggunakan bahasa Indonesia. Sebab memang sebuah bahasa yang telah
diwarisi oleh nenek moyang bangsa Indonesia beribu-ribu tahun lalu. Kalau kita
berkaca pada India yang menggunakan bahasa Nasionalnya bahasa Inggris tentu
kita sangat bersyukur memiliki bahasa kita sendiri.
Nasionalisme dalam konsep
Islam:
“Dan
di antara tanda-tanda (Kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi,
perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Qs.
Ar-Rum: 22)
“Wahai
manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sungguh yang mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”
(Qs. Al-Hujarat: 13)
“Tidak
ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesunggunya telah jelas (perbedaan)
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada
‘agut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada
tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 256)
“Sungguh,
Allah menyurumu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
apabilah kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya
dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu.
Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” Qs. An-Nisa: 58
“Untumu
agamamu, dan untukku agamaku.” (Al-Kafirun: 6)
Dalam nasionalisme bangsa
Arab, dikabarkan dalam Al-quran:
“Dan
berpegangtegulah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehinggah dengan
karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada ditepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (Qs. Ali
‘Imran: 103)
Menyeru
persatuan:
“Dan
janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisi
setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat azab yang berat.” ( Ali
‘Imran: 105).
Agama Islam sangat mendukung persatuan dan kesatuan dalam
berbangsa. Semoga bangsa Indonesia tetap bersatu sampai akhir zaman dunia ini.
Hendaklah saudara-saudara di Aceh tetap bersatu ke dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Penggunaan bahasa Melayu yang dijadikan dasar
membentuk bahasa persatuan Indonesia adalah oleh karena faktor sejarah. Dimana
bahasa melayu sudah digunakan sebagai bahasa pengantar sejak zaman permulaan
abad Masehi. Yang kemudian dikembangkan oleh kerajaan Sriwijaya. Sekarang
bahasa Melayu atau bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa dunia.
Bahasa Melayu
atau bahasa Indonesia menjadi bahasa penutur terbanyak keempat di dunia setelah
Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Mandarin. Bahasa Melayu juga menjadi
bahasa penyebaran agama, dimulai dari agama Buddha, agama Hindu, Agama Islam,
dan terakhir penyebaran agama Kristen.
Oleh.
Joni Apero
Editor.
Desti. S.Sos.
Palembang, 18 Juni 2019.
Daftar
Bacaan:
[1] Tim
Pustaka Phoenix, Daniel Haryono, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Media Pustaka Phoenix, 2009), h. 591.
[2] Ibid., hal. 35
[3] Widjiono Wasis (ed), Ensiklopedia Nusantar.
(Jakarta: Dian Rakyat, 1991), h. 12
[4] Hans Kohn, Nasionalisme Arti Dan Sejarahnya,
(Jakarta: Pustaka Sarjana, 1976), h. 11.
[5] Ibid., h. 14.
[6] Ibid., h. 11.
[7] Ibid., h. 11-12.
[8] Ibid., h. 12.
[9] Ibid., h. 12.
[12] Ibid., hal. 34
[13] Ibid., hal. 49
[14] Hazem Zaki Nuseibeh, Gagasan-Gagasan Nasionalisme Arab,
(Djakarta: Bhratara, 1969), h. 18.
[15] Sulaiman Saleh. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. (Bahasaku Ciri Bangsaku. 1981). H. 1-2.
[16] Mohammad Ngajenan. Kamus Etimologi Bahasa
Indonesia. (Semarang: Dahara Prize, 1992), hal. 82.
Sy. Apero Fublic
Via
Sejarah Umum
Post a Comment