Sastra Moderen
Biografi Sastrawan: Soni Farid Maulana
Apero
Fublic.- Soni Farid Maulana lahir pada 19 Februari 1962 di Tasikmalaya,
Provinsi Jawa Barat. Soni Farid Maulana adalah seorang penyair dekade 80-an
yang cukup menonjol. Soni belajar teater di ASTI Bandung sampai tingkat sarjana
muda.
Karyanya dalam tulisan berupa puisi, cerpen, dan esai. Puisi yang
ditulisnya antara lain dipublikasikan di Berita Buana, Suara
Pembaharuan, Suara Karya, Horison serta Citra
Yogya majalah sastra dan sebagainya.
Di antara kumpulan puisinya yang sudah diterbitkan,
seperti Krematorium Matahari (Kelompok Sepuluh, 1986), Para
Peziarah (CV. Agkasa, 1987) serta sejumlah puisi-nya disunting oleh
Linus Suryadi AG untuk antologi Tonggak IV (PT. Gramedia, 1987),
dan Matahari Berkabut dengan penerbit Pustaka, Bandung 1989 (1410 H). Antologi
Matahari Berkabut terdiri dari 23 halaman, yang berisi kumpulan puisi dari 1984
sampai 1989. Antologi Matahari Berkabut juga di tulis untuk Rendra dan Ken
Zuraida.
Pada bulan Maret 1986 diundang baca puisi oleh Dewan Kesenian Jakarta di
Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dalam forum Temu Sastrawan Jakarta ’86. Kemudian
pada bulan Juni 1987 dalam forum Tiga Penyair Bandung bersama Acep Zamzam Noor
dan Nirwan Dewanto.
Pada September 1987 dalam forum Puisi Indonesia ’87, lalu
November 1989 dalam forum Tiga Penyair Bandung bersama Acep Zamzam Noor dan
Beni Setia. Soni Farid Maulana pernah menjuarai penulisan esai teater dalam
Lomba Seni ASTI Bandung. Kemudian aktif dalam kelompok 99, juga Lingkar Studi
Sastra Malaysia.
Antologi Matahari
Berkabut merupakan kumpulan puisi yang baru, agak sedikit lain dari
warna kepenyairan sebelumnya meski pun hal yang bersifat liris dan romantis
tetap merupakan nada dasar kepenyairannya. Lewat kumpulan ini Soni Farid
Maulana tidak hanya bicara obsesi individual tetapi juga bicara kepedulian
sosial.
Pantas dibaca sebagai bahan kajian sastra atau pun refleksi
diri. Beberapa akademisi berpendapat tentang kepenyairan dari Soni Farid
Maulana, seperti yang diungkapkan Sutardji Calzoum Bachri Bactiar yang dimuat
dalam Prioritas, 18 September 1986. “yang sekarang ini biasa-biasa
saja seperti dahulu. Mereka cukup serius bergulat mencari pengungkapan diri
mereka.
Tetapi karena begitu banyaknya penyair muda itu, barangkali belum
kelihatan yang betul-betul meyakinkan. Ada beberapa orang satu dua, seperti
dari Bandung Soni Farid Maulana atau seperti D. Zawawi Imron yang terakhir kita
temukan dari Madura.
Begitu juga Suminto A Sayuti dalam Kedaulatan Rakyat, 20
Agustus 1989. Mengungkapkan, “mencermati sajak-sajak Soni Farid Maulana saya
memperoleh beberapa kesan yang menarik. Tidak hanya dalam hal kebersahajaan
penyair dalam memilih kata-kata yang dipertaruhkan dalam dunia puitik yang
muncul sebagai makna bangunan dunia putik itu.
Hal ini disebabkan oleh
kemampuan penyair dalam membentuk simpul-simpul imaji yang merangsang daya
tanggap, baik secara visual, auditif, maupun kinestetik.
Dengan demikian, transaksi makna antara pembaca –dalam hal ini- dengan sajak-sajak
itu pun terlaksana dengan lancar. Soni Farid Maulana menampilkan dua
kecenderungan tematis yang cukup menonjol, yang saling berjalinan dan tak bisa
di pisahkan yakni tentang obsesi individual dan kepedulian
sosial.
Sedangkan menurut Abrar Yusra dalam Puisi Indonesia 87’
Dewan Kesenian Jakarta, berpendapat, “sebagai penyair Soni Farid Maulana cukup
baik dengan sajak-sajak yang cukup intens. Kadangkala mencapai efek magis
bahkan juga sufistik. Lain lagi bagi Yakob Sumardjo dalam Pikiran Rakyat, 5
Juli 1988.
Menurut beliau, imaji-imaji tahun 1970-an adalah imaji-imaji hidup
yang mengantarkan pembaca pada peristiwa konkrit kehidupan. Pada sosok Soni
Farid Maulana yang ada adalah hasil abstraksi kehidupan. Tidak heran kalau dia
cukup mengatakan “sang kehidupan” untuk menyatakan sebagai pengalaman
konkritnya. Hal-hal universal ini diungkapkan dalam bahasa universal pula.
Berikut adalah cuplikan puisi Soni Farid Maulana.
AMSAL
BATU
Aku
batu terpelanting dari perut gunung
Jatuh
di Borobudur: menjelma patung Buddha
Ku
saksiskan tanah Jawa yang lengang dan sunyi
Tanah
perburuan yang berubah warna dan rupa
Seakan
pengap oleh jiwa yang lusuh
Terpisah
dari semesta Sang Kehidupan
Tak
Pernah aku terluka seperti Ini
Angin
berdesing dalam kalbuku
Benamkan
kakimu pada sungai rohani:
Menyeberanglah.
Atasi arus yang datang padamu!
Bisik
kuntum teratai
Mekar
dalam puncak semediku. Di bawa bulan.
Oleh: Soni
Farid Maulana, 1984.
SOLITUDE
Seperti
padang terbuka
Yang diserbu musim
penghabisan
Aku
sempurna
Dibakar
api sunyi
Berkobar dari kedalaman
tanah berlumut
Aku sempurna merayapi
lumpur kenangan
Bagai
keong lusu
Di
mana ribuan daun gugur
Menyentuh
pundakku
O
cintaku betapa menakutkan
Dari
pusat kegelapan
Sejumlah kelelawar
menyeringgai
Ingin
amis darhku
Begitu mawar: kupercayakan
padamu.
Oleh. Soni Farid Maulana,
1989.
Oleh: Arip Muhtiar. S.Hum.
Editor.
Selita. S.Pd.
Fotografer. Dadang Saputra.
Sumber
dan Hak Cipta: Soni Farid Maulana, Matahari Berkabut, Bandung:
Penerbit Pustaka, 1989.
Sumber foto: Dari Buku, Matahari Berkabut, Penerbit Pustaka, 1989.
Sumber foto: Dari Buku, Matahari Berkabut, Penerbit Pustaka, 1989.
Catatan: Yang
mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman yang
ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun, cerpen,
cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi diri sendiri,
resep obat tradisional, quote, artikel, kata-kata mutiara dan sebagainya.
Kirim
saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan
sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan
diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama
pengirim.
Sertakan nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan,
alamat penulis. Jumlah
karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: fublicapero@gmail.com. idline: Apero
Fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.
Sy. Apero Fublic
Via
Sastra Moderen
Post a Comment