Sastra Kita
Kerat Batin Yang Retak
Apero Fublic.- Kerat
adalah suatu wadah yang besar untuk menampung banyak jenis barang. Kerat adalah
wadah yang kokoh dan kuat, sehingga sesuatu itu terlindungi dengan baik.
Sekarang kerat batinku yang retak, sehingga semua yang aku rasakan menyebar
dari celah retakan itu.
Membuat aku bingung tanpa tau apa yang harus aku perbuat. Awal kisah, pada hari itu, aku pergi ke sebuah hutan belantara. Dimana tiada sesiapa, apalagi sahabat. Aku terus menjelajah hutan seorang diri. kemudian sampailah aku di tepi lembah yang dalam dan penuh dengan semak belukar.
Namun karena aku berdiri di bibir bukit. Aku dapat melihat suasana alam di sekeliling. Dari langit yang mendung, karena banyaknya awan yang berarak. Aku tidak tau, mengapa aku pergi dari keramaian hari ini. Angin menderu bertiup kencang. Dahan-dahan pohon berderik bergesekan, daun kering berguguran.
Begitu pun bajuku, rambut ku berkibar-kibar diterpa angin. Kilat mulai menyambar, guntur mulai bergemuruh, dan halilintar menggelegar. Awan hitam menyatu menutupi langit, suasana alam menjadi gelap. Perlahan gerimis turun, semakin lama semakin deras, dan menjadi hujan dan badai. Aku tetap berdiri di bibir bukit. Basah seluruh tubuhku, dingin sampai menusuk tulangku.
Di ujung belantara Zaman.
Sebuah gubuk bambu tertegak.
Berdinding kepang bambu yang lapuk.
Sebujur penyangga agar gubuk bambu tak reot.
Seorang insan melangkah berbatuk-batuk.
Mengguncang dada pertanda hatinya lara.
Dia cari obatnya, namun malang,
Hambah-Mu.
Membuat aku bingung tanpa tau apa yang harus aku perbuat. Awal kisah, pada hari itu, aku pergi ke sebuah hutan belantara. Dimana tiada sesiapa, apalagi sahabat. Aku terus menjelajah hutan seorang diri. kemudian sampailah aku di tepi lembah yang dalam dan penuh dengan semak belukar.
Namun karena aku berdiri di bibir bukit. Aku dapat melihat suasana alam di sekeliling. Dari langit yang mendung, karena banyaknya awan yang berarak. Aku tidak tau, mengapa aku pergi dari keramaian hari ini. Angin menderu bertiup kencang. Dahan-dahan pohon berderik bergesekan, daun kering berguguran.
Begitu pun bajuku, rambut ku berkibar-kibar diterpa angin. Kilat mulai menyambar, guntur mulai bergemuruh, dan halilintar menggelegar. Awan hitam menyatu menutupi langit, suasana alam menjadi gelap. Perlahan gerimis turun, semakin lama semakin deras, dan menjadi hujan dan badai. Aku tetap berdiri di bibir bukit. Basah seluruh tubuhku, dingin sampai menusuk tulangku.
Entah apa yang aku lakukan di sini. Aku tidak mengerti, dengan kehidupan
ku. Aku tidak tau bagaimana aku dapat menjalankan kehidupan ini. Bagaimana
seharusnya, bagaimana sebaiknya. Saat aku membayangkan kehidupanku dari
masa-masa yang lalu. Begitu lemah aku rasanya.
Tak berkesudahan jalan nasib
yang buruk. Alangkah menderitanya hidupku. Kisa sulit bagiku, kadang aku tak
dapat menerima. Apakah aku terlalu banyak menuntut tuhan, pikirku. Saat ini aku
mencintai seseorang yang aku harap untuk menjadi bagian dalam hidupku. Tetapi
dia telah pergi dengan orang yang lebih sempurna.
Aku tidak tau, bagaimana
lagi. Tidak ada orang yang mengerti tentang aku. Kemalangan demi kemalangan
terus datang silih berganti. Sekarang aku terserang penyakit paru-paru yang
sering terasa nyeri dan sesak.
Beberapa waktu yang lalu pernah juga darah segar
keluar saat aku terbatuk. Aku benar-benar kala dalam pertarungan dunia ini. Aku
terluka disekujur tubuhku. Aku ingin bebas daris semua ini. Kembali seperti
masa kecil dulu, kembali seperti anak-anak dulu.
Kerat Batin Yang Retak
Di ujung belantara Zaman.
Sebuah gubuk bambu tertegak.
Diantara pohon-pohon berduri.
Sedikit melangkah tertusuk.
Atap bernaung.
Beratap ilalang yang Rapuh.
Beratap ilalang yang Rapuh.
Bercelah-cela atapnya karena lapuk.
Sehingga tetes air hujan menembus.
Berdinding kepang bambu yang lapuk.
Sebujur penyangga agar gubuk bambu tak reot.
Seorang insan melangkah berbatuk-batuk.
Mengguncang dada pertanda hatinya lara.
Dia cari obatnya, namun malang,
Tangannya tergores dan luka.
Angin berhembus melenyapkan cahaya
lentera.
Tangannya meraba-raba,
Tangannya meraba-raba,
Terjatulah gelas dan kaca.
Terinjak pecahan-pecahan.
Kaki tak beralas pun berdarah.
Sedikit jerit dari bibirnya.
Namun tetap dia tabah dan sabar.
Bersandarlah dia di dinding gubuk-Nya.
Mengeluh dan Merintih-rintih.
Kaki tak beralas pun berdarah.
Sedikit jerit dari bibirnya.
Namun tetap dia tabah dan sabar.
Bersandarlah dia di dinding gubuk-Nya.
Mengeluh dan Merintih-rintih.
Di Intip nya cahaya Bulan,
Dari celah dinding, Gubuk-Nya.
Tersenyum dengan menyeka air mata.
Dalam hati berkata.
Ya...allah,
Tersenyum dengan menyeka air mata.
Dalam hati berkata.
Ya...allah,
Hidupku dan matiku hanya untukmu.
Sebesar apa cobaan ini,
Sebesar apa cobaan ini,
Sebandingkan jua ketabahan ku.
Hambah-Mu.
Yang terluka.
Oleh: Joni Apero.
Editor.
Selita. S.Pd.
Fotografer.
Dadang Saputra.
Palembang,
17 Agustus 2018.
Kategori.
Syarce Fiksi.
Catatan: Yang
mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman
yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun,
cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi
diri sendiri, resep obat tradisional, quote, artikel, kata-kata mutiara
dan sebagainya.
Kirim
saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan
sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan
diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama
pengirim.
Sertakan
nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah
karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat
email: fublicapero@gmail.com idline: Apero Fublic.
Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.
Sy. Apero Fublic
Via
Sastra Kita
Post a Comment