Sastra Kita
Lhylin Thalib. Kepada Ayah Tercinta
Apero
Fublic.- Coba kalian renungkan jeritan ini, jeritan diantara batu karang dan
debur ombak. Tidak dapat di dengar oleh keramaian. Kecuali hati yang mengerti
dan merasa. Waktu itu, saat bumi ini dalam gelap dan badai hujan.
Aku berlari
menembus tetesan yang berjuta-juta banyaknya. Aku tidak perduli dengan semua
itu. Basah seluruh tubuhku, pakaianku. Diantara genangan air hujan itu, tapak
kakiku menapak dengan cipratan kekiri dan kekanan.
Kilat menyalah dan petir
menyambar. Angin dan hujan berpadu dan menghadirkan deru-deru suara yang
bergemuruh. Dalam lari yang di antara badai hujan itu. Ada sebuah anak panah
melesat menghujam dadaku, dan menembus jantungku. Aku terpental dan terjatu di
dalam kubangan air hujan yang menggenang. Perlahan memerah air disekitarku,
oleh daraku. Aku terjatu dan sekujur tubuhku menjadi lemah dan mataku menjadi
kabur.
Aku mencoba kuat dan bertahan. Bangun kembali dan melangkah perlahan.
Aku cabut sendiri perlahan panah itu. Terasa sakit dan sangat sakit. Perlahan
dan perlahan panah tertarik dan lepas, bersamaan dara yang mengucur dari
lukanya. Aku berlari berteriak meminta pertolongan. Lalu aku didekap oleh
seorang wanita tua yang juga sedang menangis.
Dia begitu erat mendekapku, dan
berbisik agar aku jangan menangis. Tahan rasa sakit itu, katanya. Lalu dia
perlahan memberi obat penawar agar luka aku sembuh. Dia begitu telaten
merawatku, dan membesarkan semangatku. Dia perban luka-luka itu, dan dia obati
dengan baik.
Sebelum aku tidur, dia selalu berkata bahwa dia akan selalu
bersamaku. Wanita tua ini, pikirku begitu luhur budinya. Bagai malaikat yang
hadir menjadi pengobat. Dia kuat sekali, sehingga aku perlahan sembu dan
bangkit. Satu hal yang membuat aku menangis, ternyata wanita itu juga terluka
lebih dalam dari lukaku.
Tetapi dia rawat sendiri dalam diam. Sabar, tabah dan
tenang seakan dia tahu ini takdir tuhan. Waktu berlalu, luka-luka itu sembuh
juga dan mulai redah pulah badai dan hujan itu. Sekarang, aku mulai melangkah dalam
damai dan mencoba menggapai mimpi-mimpi.
KEPADA AYAH TERCINTA.
Ayah
Aku rindu ayah
Ayah, sedang apa di sana.
Malam ini aku melihat
bintang-bintang.
Bintang yang terang itu,
rumah ayah.
Bersinar terang memancar,
Seperti pancaran sinar
kerinduan buah hati.
Ayah
Putrimu, yang dulu selalu
kau manjakan
Kini sudah beranjak dewasa.
Mencoba mandiri dan kuat.
Dibalik derita, dibalik
kerinduan padamu.
Tidak jarang air mata
menetes.
Mengenang kasih sayang
yang engkau berikan.
Semoga ayah bahagia di
alam surga.
Ayah
Jangan sedih disana
Ibu menjagaku dengan tabah
Walau sering aku nakal,
Membuat dia marah.
Membuat dia marah.
Tapi dia selalu memanjakan
aku.
Memandang bolah mataku,
Seakan memandang ayah.
Seakan memandang ayah.
Sesungguhnya ayah masih
disini.
Di hati kami, yang putih.
Seputi awan di hari-hari
berlalu
Yang berpayung langit biru.
Ayah
Aku kirim doa selalu,
dalam sujudku.
Semoga kau tenang di alam
surga.
Ayah, akan aku ingat
pengorabananmu,
Kasih sayangmu,
terkenan-kenang.
Yang telah kau berikan
pada keempat putrimu.
Semua itu, akan menjadi
kekuatanku
Dalam menghadapi badai
dunia ini.
Aku kabarkan ayah,
Dua putrimu telah menikah
bahagia.
Dua masih berjuang bersama
ibu.
Rumah begitu sunyi sekarang
Karena tinggal kami
bertiga saja.
Aku, ibu, dan adik.
Ayah
Aku rindu ayah
Akankah ada lelaki yang
menggantikanmu
Mencintai aku, seperti
cintamu padaku.
Ayah,
Aku sayang ayah.
Oleh. Lhylin Thalib.
Palopo, 28 Maret 2019.
Sumber foto. Lhylin
Thalib.
Kategori. Syarce Non Fiksi
Editor. Joni Apero.
Sekilas tentang penyair cantik ini. Nama lengkapnya Lhylin Thalib, lahir di To’pongo 31 Januari 1997. Sekarang dia kulia di Institut Agama Islam Negeri (IAIN), di Palopo, dengan bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI). Gadis cantik ini hobi membaca, dan menyukai warna pink. Untuk makanan favorit, makan yang dapat dijadikan untuk ngemil.
Motto hidupnya, “kenalilah dirimu, lalu kenali alam disekitarmu, maka kamu akan mengenal Allah SWT. Pesan-pesanya, jangan berbaring ketika adzan, nanti jenazah kita berat. Jangan berbicara ketika adzan, nanti kita tidak bisa mengucap syahadat ketika kita akan meninggal dunia. Sedangkan puisinya terkhusus untuk ayahnya yang tercinta yang kini bersama Allah SWT di surga.
Sekilas tentang penyair cantik ini. Nama lengkapnya Lhylin Thalib, lahir di To’pongo 31 Januari 1997. Sekarang dia kulia di Institut Agama Islam Negeri (IAIN), di Palopo, dengan bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI). Gadis cantik ini hobi membaca, dan menyukai warna pink. Untuk makanan favorit, makan yang dapat dijadikan untuk ngemil.
Motto hidupnya, “kenalilah dirimu, lalu kenali alam disekitarmu, maka kamu akan mengenal Allah SWT. Pesan-pesanya, jangan berbaring ketika adzan, nanti jenazah kita berat. Jangan berbicara ketika adzan, nanti kita tidak bisa mengucap syahadat ketika kita akan meninggal dunia. Sedangkan puisinya terkhusus untuk ayahnya yang tercinta yang kini bersama Allah SWT di surga.
Catatan: Yang
mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman
yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun,
cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi
diri sendiri, resep obat tradisional, quote, artikel, kata-kata mutiara
dan sebagainya.
Kirim
saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan
sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan
diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama
pengirim.
Sertakan
nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah
karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat
email: fublicapero@gmail.com idline: Apero Fublic.
Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.
Sy. Apero Fublic
Via
Sastra Kita
Post a Comment