Cerita Bersambung
Mata Cantik Aisyah. Part I
APERO FUBLIC.- Kisah ini adalah kisah seorang gadis dan seorang pemuda yang
menuju jalan Allah. Sedikit demi sedikit dia berubah menjadi lebih baik. Dia
gadis yang berhijrah ke kehidupan yang benar-benar Islami. Seiring waktu dia
terus belajar dan berusaha menambah penegtahuan agama Islam. Dia mencoba
menentang arus kehidupan sekarang yang jauh dari keimanan. Dia gadis yang kuat
dan tangguh. Tak goyang oleh buayan materi dan gemerlap dunia yang hedonis.
Suatu hari aku dan Aisyah bertemu di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Aisyah berangkat dengan bus transmusi. Setelah menemukan buku yang dia perlukan untuk referensi makalahnya. Aku dan Aisyah duduk di loby gedung perpustakaan. Dengan hembusan angin dan dihiasi bunga bermekaran. Aku dan Aisyah bercerita tentang jatidirinya.
Dihari
Jumat bulan januari ditahun 2018 lalu. Aku shalat Jumat di masjid kampus UIN
Raden Fatah Palembang. Seperti biasa saat masuk aku selalu mengambil posisi
paling belakang di dekat dinding. Yah, saat datang masjid sudah penuh oleh
jamaah Jumat. Saat aku duduk disisi dekat dinding aku menemukan sebuah Al-Quran
terjemahan kecil.
Al-Quran berwarna cream dengan kulit kain itu begitu indah.
Menarik hatiku untuk menyentuhnya. Aku membuka dan membaca-baca. Pada halaman
awal tertulis nama pemiliknya, Aisyah. Ditulis dengan menggunakan hurup Arab
Melayu. Agak kesusahan aku membacanya, tepai aku berhasil.
Beberapa kali aku
menyebut nama itu di dalam hatiku. Terdengar salam dari khatib yang sudah di
atas mimbar. Sehingga aku kembali meletakkan Al-Quran itu di dekat tas
ranselku. Setelah shalat Jumat selesai. Aku kembali membaca Al-Quran itu.
Sementara jamaah ada yang berdoa, keluar masjid, dan shalat sunat.
Ketika masjid sudah mulai kosong, tinggal beberapa orang didepan. Aku
bermaksud menitipkan Al-Quran pada marbot masjid. Selagi aku membuka-buka
muncul seorang wanita mudah berbusana muslim. Memakai gamis berwarna merah
maroon dengan hijab dark grey. Handsock dan berkaos warna kuning
muda. Dia mencari-cari sesuatu sambil mengingat-ingat.
Kemudian langkahnya
mendekat dinding tampat aku duduk. Diam-diam aku memperhatikan. Setelah dekat
aku bertanya. Karena dia bercadar maka hal yang dapat diperhatikan hanyalah
matanya. Sesaat mataku dan mata gadis itu beradu pandang. Matanya bening dan
polos. Menyiratkan hatinya yang lembut dan tulus. Seperti telaga yang berair
jerni. Kemudian masuk dan berendam di dalamnya, sejuk dan damai. Ada getar yang
aneh menusuk kalbu terdalamku. Tapi aku tidak tahu rasa apa itu.
“Adik,
ada yang dicari?
“Benar
kak, Al-Quranku. Tak tau dimana. Mana hafalan harus disetor besok.
“Dek
Aisyah?
“Iya
Aisyah. Dari mana kakak tau nama saya.
“Apakah
ini yang adik cari.
Aku menunjukkan Al-Quran yang ada ditanganku. Aisyah tersenyum dan
mengucap terimah kasih. Dia bersyukur sekali karena Al-Qurannya ditemukan.
Maklum dia sedang hafalan surat-surat jus tiga puluh. Aku memberikan Al-Quran
itu. Kemudian Aisyah pamit untuk kembali ke fakultasnya.
Waktu berlalu, tanpa
sengaja aku menemukan facebook Aisyah dan menjalin kontak melalui messenger.
Singkat cerita kami bertukan kontak whatsApp dan sering berkomunikasi. Entah
keajaiban apa, akhirnya aku dan Aisyah memutuskan untuk menjalin hubungan
asmara cinta. Tapi karena kesibukan kuliah dan organisasi akhirnya kami lebih
sering berkomunikasi melalui media sosial saja.
Menjalani hubungan cinta jarak jauh atau istilah sekarang LDR-an memang
sangat berat. Rasa curiga, ragu, dan tidak ada kepastian membuat batin tersiksa
olehnya. Namun sepanjang keyakinan tetap ada, maka cinta layak untuk dijalani.
Cinta memang harus diperjuangkan, dan cinta harus dijaga dan dirawat. Cinta
ibarat kecambah biji sebatang pohon.
Dia tumbuh dari tunas kecil dan rapu,
sangat mudah patah dan hancur. Namun apabila terus dijaga, kecambah kecil itu
akan tumbuh semakin besar dan besar sehingga menjadi pokok pohon yang besar dan
kokoh. Berikut ini, kisah cintaku yang berlangsung secara LDR-an, dengan
kekasih hatiku Aisyah.
Perkenalan aku dengan Aisyah terjadi tanpa sengaja di
masjid. Perkenalan biasa yang tidak memiliki arti apa-apa. Sebuah perkenalan
biasa dan sangat biasa. Perbincangan kami hanya sebatas perkuliahan dan dunia
pendidikan. Keramahan dan kelembutan Aisyah membuat aku nyaman dan senang
berkenalan denganya. Sebab, biasanya gadis secantik dia akan bersifat sombong
dan acu pada cowok sederhana seperti diriku.
Namun berbeda dengan Aisyah dia
benar-benar memperlihatkan sosok gadis yang berbeda. Gadis cantik yang akrab
dipanggil Ais itu, selalu murah senyum, ramah dan sabar. Keelokannya juga
ditampilkan dengan selalu memakai gamis yang indah, dengan hijab yang syar’ih
atau dengan busana sesuai tuntunan Islam lainnya. Sehingga tertutuplah
aurat-auratnya, dan sejuklah mata memandang dirinya. Muslimah cantik yang lulus
dari sebuah sekolah SMA Negeri di Kota Palembang.
Sekarang kulia di Universitas
Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Kekasihku itu, dia sangat suka dengan
warna pink. Memang saat dia memakai busana warna pink, sangat serasi dan
bertambah cantik dirinya. Kisah cinta ini, mengingatkan aku pada kisah
cinta Rasulullah dengan Siti Aisyah. Aku juga menulis puisi untuk kekasih
hatiku Aisyah.
Teruntumu
pujaan hatiku, yang sedang belajar menuntut ilmu agama.
Aisyah
si Cantik
Aisyah
namanya
Seorang
putri dari kayangan
Turun
menjelma dalam diri manusia
Pengumbar
senyum dalam mulia
Bagai
setetes embun dikala pagi
Menyejuk
hijau dunia pun takjub
Aisyah
namanya
Santun
ia, bidadari syurga
Ia
berjalan bagai nada-nada api
Sehingga
membakar jiwaku yang rapu
Aku
menjadi abu dalam genggamannya
Yang
ia tiup dengan nafas rindunya
Menjadilah
aku terbang dalam buai cinta
Aisyah
namanya
Yang
menitip lirik matanya
Menembus
uluh hati dan memecah jantung
Roboh,
aku terpapar cahayanya
Meringkuk
aku dalam sangkar matanya
Menjadi
tawanan seumur hidupku.
Kedua
matanya
Penjara
yang kuat, tak berpintu
Akupun
ia pasung dengan cinta
Kalahlah
aku oleh takdir
Kemalangan
hidup seorang lelaki
Disandera
mata indahnya.
Terkurung
aku seumur hidup
Oleh
cintanya. Oleh Mata nya.
Aisyah
Aku
cinta akan engkau.
Itulah puisi yang aku tulis beberapa bulan lalu. Hari-hari kami
berkomunikasi melalui handpone. Kesibukannya dengan tugas kulia membuat jarak
dan melati kesabaran kami. Aku selalu bersabar, dan berdoa yang terbaik buat
hubungan kami. Walau sibuk dengan rutinitas, ia selalu menyempatkan untuk
membalas semua pesan-pesanku. Di malam hari, kami selalu berbincang-bincang
romantis melalui hanpone.
Kadang ia marah, merajuk, dan cuek. Aku sadar memang
banyak caraku yang membuat ia marah. Tetapi, ia sangat baik hatinya, ia selalu
memaafkan aku. Aku tidak tahu terbuat dari apa hatinya, sehingga selembut itu.
Maka aku berdoa, pada Allah untuk menjadi jodohnya dunia akhirat. Pernah suatu
hari, aku mengirim pesan padanya.
Saat aku bertanya, dia bilang sedang mengerjakan
tugas. Saat membalas chet dariku, itu suatu kebahagiaan yang besar sekali.
Notifikasi media sosialnya selalu aku tunggu. Kalau selama ini, handpone ku
hanyalah untuk menghubungi keluarga, sekarang menjadi lebih berwarna karena
adanya pesan lain yang aku tunggu. Yah, sebuah pesan dari gadis bermata cantik
yang telah menawan jiwaku, Aisyah.
“Adik,
sedang apa?
“Adik
lagi sakit kak, tak enak badan.
“Apa
sebab adik jadi tak enak badan?
“Tak,
tau kak. Mungkin adik sedikit masuk angin.
“Adik.
“Iya
kak.
"Cepat
sembuh ya, kakak sayang adik.
"Aminnnn
“Lama
kita tak berjumpa, tolonglah kirim foto adik. Kakak hendak tengok wajah adik
yang cantik, dan mata adik yang bening bercahaya. Agar damai hati kakak yang
gersang karena menanggung beban rindu.
“Ah.
Kakak, biasa saja kenapa.
“Jujur
kakak memang rindu. Untuk sedikit mengobatinya tolonglah, kirimkan foto adik.
“Adik
malu kak.
“Kenapa
malu, bukankah adik cantik, dan kakak juga sayang akan adik.
“Tidak,
ah.
“Dik.
“Ya.
“Kirimkan
lah, jangan adik siksa akan diri kakak yang malang ini.
“Adik
malu.
“Kakak
tunggu, kiriman foto mu. Cinta kakak.
“Tidak.
“Adik,
tidakkah adik kasihan akan kakak.
“Iya,
iya. Tunggu adik selvi dulu ya. Kakak sayang.
“Iya,
terimah kasih calon istriku. Aku selalu mencintaimu. Selamanya.
Kekasih
hatiku Aisyah selalu baik dan mengalah. Mengerti dengan perasaan cintaku yang
tulus ini. Setiap hari selalu mengirim foto dan kami saling membalas chet
masing-masing. Hanya dengan cara itu, kami melepas rindu dan memadu kasih. Aku
begitu bangga mengenalnya dan memilikinya. Aku berharap ini bukan hanya
sementara saja tetapi suatau pertanda jodoh bagi kami berdua.
Begitulah pesan-pesan yang kami kirimkan. Tidak ada kata rayuan atau
gombal. Hanya sekadar menanyakan kabar, dan berkirim foto. Bagiku Aisyah wanita
yang istimewa dalam hidupku. Dia memberi pengaruh yang baik pada kehidupanku.
Hari-hariku yang selama ini hampa kini berganti dengan kebahagiaan.
Sudah
beberapa tahun hatiku kosong dengan apa yang disebut cinta. Saat aku mengenal
Aisyah aku mendapatkan harapan baru dengan cinta. Matanya telah membuat aku
tergila-gila padanya. Aku tidak tahu apakah aku dapat berpisah darinya, aku
rasa aku tidak dapat, aku tidak sanggup. Seandainya itu terjadi mungkin aku
akan dilanda guncangan jiwa yang hebat. Perlahan-lahan tubuhku mengurus dan
akhirnya jatuh sakit, entah sembuh entah tidak.
Kini hubunganku dengan Aisyah semakin dekat. Walau kami menjalani
hubungan jarak jauh, dan kami menikmati proses ini. Memang aku dan Aisyah
selalu bertengkar setiap hari, tetapi kami saling mengerti dan saling
memaafkan. Pertengkaran cinta namanya, yang disebabkan cinta dan rindu.
Menanti
proses dalam menuju jalan jodoh. Kami memang tidak pernah bertemu secara pisik
dalam waktu lama. Apalagi bertemu untuk berjalan berduaan, ketaman-taman
berbunga. Memang kami menghindari itu, untuk menjauhi dosa-dosa. Entah
sampai kapan kami mampu bertahan dengan godaan untuk bertemu. Aku begitu
mencintai Aisyah, dan selalu rindu dengan dirinya. Satu hal yang paling aku
tidak bisa lepas adalah aku menyukai matanya yang bening dan bercahaya itu.
Cahaya matanya bagai sinar kehidupan dan harapan bagiku. Semoga Allah meridhai
hubungan kami, dan sampai dijenjang pernikahan. Harapan terbesar ku, dialah
yang menjadi ibu dari anak-anakku. Istriku di dunia dan istriku di akhirat. Suatu
hari aku menulis dibuku harianku.
"Aku gantungkan rindu pada mu, sebagai ungkapan rasa kasih dan
sayang. Kemudian aku hadirkan mimpi untuk memulai harapan-harapan. Entah
mengapa engaku begitu dekat dengan jiwaku. Mungkinkah kau jodoh ku, mungkinkah
kau tulang rusuk yang hilang, yang aku cari selama ini.
Dengan berbekal doa aku
melangkah mencintai mu, membuat perjalanan cinta yang indah. Kau tahu sayang,
ketika belahan jiwa ini telah kau curi, saat itu telah jatuh seorang lelaki
yang sombong. Lelaki itu kini takluk dalam pelukanmu. Ia menghibah untuk tetap
di sisinya, dan memohon untuk menjadi bagian dalam hidupnya.
Melalui angin aku titipkan rindu, yang aku hembuskan melalui nafas
asmara cinta. Bara-bara panas menyala-nyala di dada ku. Wahai kau pujaan ku,
engkau nan jauh di sana, aku mohon mengertilah kiranya. Lihatlah di sini,
apabila kau pergi meninggalkanku, lelaki ini akan terkapar oleh luka yang
teramat parah. Kasih, kumohon jadilah belahan jiwaku untuk selamanya. Matamu
telah menjadi mata jiwaku Aisyah.
Suatu hari aku dan Aisyah bertemu di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Aisyah berangkat dengan bus transmusi. Setelah menemukan buku yang dia perlukan untuk referensi makalahnya. Aku dan Aisyah duduk di loby gedung perpustakaan. Dengan hembusan angin dan dihiasi bunga bermekaran. Aku dan Aisyah bercerita tentang jatidirinya.
Asyah
menceritakan kalau dia bukan anak pesantren. Dia memakai busana muslimah,
bercadar baru beberapa tahun ini. Dia hanya mengikuti hati dan mencontoh wanita
shalehah. Dia baru memulai hijrah. Dulu Aisyah tidak berhijab sama sekali. Saat
masuk kuliah dia berhijab alakadarnya karena diharuskan di Perguruan Tinggi
Islam.
Waktu berjalan, banyak pengaruh baik dari sahabat-sahabatnya. Kemudian
Aisyah mendapatkan pelajaran dan ilmu dari para Ustadz. Sehingga Aisyah yakin
bahwa dia akan berhijrah. Aisyah bertekad kalau dia akan berubah sedikit demi
sedikit. Maka dia berkata pada.
"Kak Ahmad, aku baru hijrah, apabila aku
masih salah dalam bertindak dan bertingkah laku. Tolong jangan kakak salahkan
hijab dan cadarku. Salahkanlah aku yang lemah ini. Belum banyak ilmu agama yang
aku ketahui. Aku juga bercerita tentangku. Aku juga bukan anak pesantren dan
aku juga akan berubah menjadi lebih baik.
Oleh:
Joni Apero
Palembang, 12 Desember 2018.
Sumber
kartun. http://kartunmuslimah.com
Catatan:
Yang mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama:
Bagi teman-teman yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti
puisi, pantun, cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan
mantera, biografi diri sendiri, resep obat tradisional, quote, artikel,
kata-kata mutiara dan sebagainya.
Kirim saja ke Apero Fublic. Dengan
syarat karya kirimannya hasil tulisan sendiri, dan belum di publikasi di media
lain. Seandainya sudah dipublikasikan diharapkan menyebut sumber. Jangan
khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama pengirim. Sertakan nama lengkap,
tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis.
Jumlah karya tulis
tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: www.fublicapero@gmail.com.
idline: Apero Fublic. Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab
sepenuhnya dari pengirim.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment