Biruisme
Nawacita Problematika Kepemimpinan di Era Milenial
Apero Fublic.- Nawacita
adalah kata dalam bahasa Sanskerta yang berarti sembilan. Pembahasan ini,
menyangkut kepribadian bangsa. Yang dihubungkan dengan sejarah sosial budaya
masa lalu dan dampaknya pada masa sekarang. Manusia telah menapaki perjalanan sejarah
panjang. Dari masa nomaden, sampai masah mentap, memasuki tahap kebudayaan.
Dimana manusia dikuasai oleh segelintir manusia saja.
Kemudian mereka memiliki
kebudayaan dan sifat mereka tersendiri, yaitu feodalisme. Lalu, sepanjang masa
ribuan tahun kebudayaan tersebut bertahan dan berakhir di awal abad ke-20 M.
Dengan berkembangannya ilmu pengetahuan dan ideologi-ideologi. Berlanjut dengan
berbagai peristiwa revolusi dunia mengawali runtuhnya feodalisme. Sebut saja
dari revolusi di Prancis 1792 M, di Amerika Serikat antara tahun
1776-1783 M, sampai dengan revolusi sosialis kiri di Rusia 1917 M.
Revolusi
sistem politik tersebut juga terjadi di Turki, Jepang, Cina, Inggris dimana
tumbangnya kekuatan feodalisme. Di Indonesia revolusi sosial juga terjadi sepanjang
masa Pergerakan Nasional secara damai. Ada sedikit insiden yang dilakukan oleh
kelompok sosialis kiri yang menewaskan seorang Pahlawan Nasional Amir Hamza.
Rangkaian panjang peristiwa sejarah dunia tersebut membuat perubahan
sosial budaya masyarakat dunia. Mengubah wajah dunia sebagaimana kita kenal
sekarang. Namun di negara-negara Asia dan Afrika dunia feodalisme hanya tumbang
pada bentuk fisiknya saja.
Tetapi, warisan dari sifat, sikap, pemikiran, paham
dari feodalisme, tetap bertahan di dalam jiwa-jiwa anak bangsanya. Termasuk di
dalam jiwa anak bangsa Indonesia. Feodalisme hanya hilang dari simbol-simbol
saja. Seperti runtuhnya kekuasaan raja yang absolut atau kekuasaan kaum
bangsawan (tuan tanah). Tidak ada lagi mahkota emas, juga penyembahan. Namun,
sekarang feodalisme muncul dengan bentuk ringkarnasi baru.
Hanya berbeda wujud
dan penampakannya, atau diistilahkan dengan neofeodalisme. Sesungguhnya sifat
feodalisme muncul bukan karena sistem pemerintahan monarki dan kebangsawanan.
Tetapi muncul sebab kebodohan, keangkuhan dan keserakahan individualisme.
Feodal memiliki beberapa pengertian dan pemahaman. Menurut KBBI
feodalisme adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang
besar kepada golongan bangsawan. Sistem sosial yang mengagung-agungkan jabatan
atau pangkat. Bukan mengagungkan prestasi kerja. Masa feodal, para raja-raja
dan kaum bangsawan hidup dalam kemewahan.
Disepanjang masa ribuan tahun
berlalu. Sehingga terjadi kesenjangan sosial yang besar antara kaum bangsawan
dan rakyat. Mereka memakai pakaian yang mewah, terbuat dari sutra bersulam
emas, kemana-mana ditandu, di kawal. Kata-kata selalu benar, tidak dapat
dibantah. Tidak suka sesuatu yang terlihat sederhana. Selalu meminta
diistimewakan, dan disembah.
Ukuran keberhasilan mereka adalah seberapa lama
mereka berkuasa. Seberapa luas wilayah yang dia kuasai. Yang utama adalah
seberapa banyak dapat mengumpulkan materialisme (istri, emas, perak, budak,
istana mega, mahkota, kenikmatan hidup, dan sebagainya). Contok kongkret, di
Aisa Tenggara ada bangsawan yang mengkoleksi ribuan mobil mewa.
Pembahasan.
Rangkayan panjang sejarah dunia, sejarah nasional Indonesia. Maka terbentuk suatu rangkaian pemikiran sosial masyarakat secara merata. Pemikiran ini merujuk pada kehidupan sosial budaya zaman feodal dan penjajahan. Sehingga bangsa kita terjerat dalam hedonisme materialisme. Dimana bangsa kita menganggap kesenangan adalah tujuan hidup mereka.
Rangkayan panjang sejarah dunia, sejarah nasional Indonesia. Maka terbentuk suatu rangkaian pemikiran sosial masyarakat secara merata. Pemikiran ini merujuk pada kehidupan sosial budaya zaman feodal dan penjajahan. Sehingga bangsa kita terjerat dalam hedonisme materialisme. Dimana bangsa kita menganggap kesenangan adalah tujuan hidup mereka.
Untuk mendapat kesenangan
itu, maka harus mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. Dapat kita saksikan
sekarang kehidupan para pemimpin kita, sama dengan orang-orang feodalisme zaman
dahulu. Keberhasilan mereka dari simbol-simbol dan kesenangan duniawi yang
hura-hura. Maka dampak dari pemikiran tersebut negara kita menjadi negara korup.
Untuk mencapai itu semua mereka berkorupsi. Baik secara individu atau secara
berjamaah.
Sebut saja misalnya kasus korupsi e-KTP (Kartu Tanda Penduduk
Eletronik). Pemimpin yang dimaksud dalam tulisan ini, bukan berarti presiden.
Tapi pemimpin itu adalah semua elemen bangsa, dari para guru, dosen, eksekutif,
yudikatif, legislatif, ASN, TNI, POLRI, BUMN, dan lainnya. Semuanya adalah
pemimpin dalam masyarakat.
Tidak heran kalau kita melaporkan kehilangan sepeda
motor di Kapolsek (tertentu, oknum). Kemudian diminta biaya sukarela. Bukan
disana saja, pada Catatan Sipil, atau instansi lainnya. Padahal mereka digaji
pemerinta untuk melayani rakyat. Kalau memang mau meminta uang dari rakyat,
seharus jangan pemerintah yang menggaji. Tetapi masyarakat membentuk badan
swadaya keuangan untuk menggaji abdi negara.
Kenapa mereka melakukan itu.
Karena mereka kaum hedonisme materialisme dan mewarisi paham feodalisme masa
lampau. Ada beberapa pokok renungan yang dapat dikemukakan dalam kepemimpinan
di era milenial bangsa kita. Berikut adalah bahan renungan tersebut. Perenungan
berikut ini diambil dari kepemimpinan politik.
1.
Kesederhanaan.
Sederhana dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak berlebih-lebihan. Kesederhanaan hidup adalah dimana seseorang itu hidup yang tidak terperdaya oleh gemerlapnya dunia. Walaupun dia mampu. Hidup tidak mengagungkan harta dan materi. Tidak memiliki sifat yang meminta penghormatan. Atau meminta diperlakukan istimewa. Kesederhanaan itu sangat penting bagi manusia, baik orang biasa atau seorang pemimpin.
Sederhana dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak berlebih-lebihan. Kesederhanaan hidup adalah dimana seseorang itu hidup yang tidak terperdaya oleh gemerlapnya dunia. Walaupun dia mampu. Hidup tidak mengagungkan harta dan materi. Tidak memiliki sifat yang meminta penghormatan. Atau meminta diperlakukan istimewa. Kesederhanaan itu sangat penting bagi manusia, baik orang biasa atau seorang pemimpin.
Paham dan pandangan menghormati orang karena ahlak, dan kepribadian
baik perlu ditanamkan dalam dunia pendidikan. Untuk melawan paham materialisme
dalam menghargai orang. Sebagai wacana, ketika seorang pemimpin di negara kita
melakukan aktivitas sederhana, seperti meninjau langsung kelokasi tempat yang
dituju, dengan penampilan sederhana. Begitu populer dan menghabis energi publik
membahasnya.
Kenapa? Karena masyarakat kita begitu terpesona dengan cara
aktivitas pemimpin tersebut. Populer karena hal tersebut baru. Karena rakyat
kita berpikir seorang pemimpin harus selalu menampilkan kemewahan. Paham itu
didapat masyarakat merujuk ke zaman feodalisme. Maka hapuslah pemikiran seperti
itu, agar kita tumbuh menjadi bangsa yang dewasa.
2.
Feodalis Pendukung.
Pemikiran feodal dalam tata pencarian dukungan ditengah masyarakat adalah dengan meminta legitimasi gaul. Gaul agar diakui keren, berjiwa muda, tidak kolot. Misalnya untuk masuk ke kelompok anak muda, dengan cara membeli minuman keras. Bahkan sampai dengan cara membeli obat-obat terlarang. Berbincang-bincang yang tidak memiliki manfaat.
Pemikiran feodal dalam tata pencarian dukungan ditengah masyarakat adalah dengan meminta legitimasi gaul. Gaul agar diakui keren, berjiwa muda, tidak kolot. Misalnya untuk masuk ke kelompok anak muda, dengan cara membeli minuman keras. Bahkan sampai dengan cara membeli obat-obat terlarang. Berbincang-bincang yang tidak memiliki manfaat.
Pesta-pesta dan hura-hura. Lalu
bersekutu dengan kelompok yang memiliki suatu kepentingan. Sehingga apabila
orang itu menjadi pemimpin akan memenuhi janji tersebut. Pola mencari dukungan
seperti ini dilakukan secara tertutup. Biasanya masuk kedalam wilayah
kedaerahan. Mungkin secara publik, media, perbuatan itu tidak diketahui. Namun
menjadi rahasia umum ditengah masyarakat.
Mengapa disebut mencari dukungan dengan cara feodalisme. Karena tidak
adanya wibawa. Tidak ada kemampuan intelektual dalam pencarian dukungan.
Misalnya diskusi bermanfaat dengan masyarakat. Dukungan hanya sebatas meminta
coblosan nomor, nomor partai atau nomor urut.
Tidak ada pendidikan politik
untuk masyarakat. Pendukung hanyalah sebuah fenomena sesaat. Muncul dan
tenggelam diwaktu-waktu tertentu. Kemudian setelah usai kehidupan berjalan
sendiri-sendiri. Kelompok pendukung hanyalah segerombolan orang-orang mencari
keuntungan pribadi. Sebab gerombolan ini terdiri dari orang-orang yang tidak
punya harga diri. Mereka budak uang dan materi.
Orang-orang ini akan suka kalau
pemimpin itu adalah orang berahlak buruk. Karena sesuai dengan kehendak mereka.
Ini hanyalah gambaran kecil, bagi orang terdidik dan bijaksana mungkin
menangkap maksudnya. Bayangkan kalau secara nasional, mislanya pendukungnya
radikalis, komunis, itu permasalahan besar.
3.
Bukan Amanah Tapi Karir.
Kepemimpinan sekarang bukanlah suatu tanggung jawab moral. Dari kepemimpinan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Yang menjadi tujuan bukan amanah, tetapi karir. Sehingga mereka tidak memikirkan bagaimana idealisme dalam memajukan negara. Pemimpin dengan gaya karir ini akan melakukan apa saja dalam ambisi karirnya. Misalkan dia anggota DPRD, mau ke DPRD Provinsi, Lalu Ke MPR.
Kepemimpinan sekarang bukanlah suatu tanggung jawab moral. Dari kepemimpinan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Yang menjadi tujuan bukan amanah, tetapi karir. Sehingga mereka tidak memikirkan bagaimana idealisme dalam memajukan negara. Pemimpin dengan gaya karir ini akan melakukan apa saja dalam ambisi karirnya. Misalkan dia anggota DPRD, mau ke DPRD Provinsi, Lalu Ke MPR.
Atau menyeberang
ke eksekutif, misalnya menjadi bupati atau walikota. Satu periode ingin dua
periode. Kemudian ingin menjadi gubernur, dari gubernur ke presiden, atau
paling tidak ke DPRD Pusat. Sehingga kosentrasi mereka bukan dalam hal kemajuan
bangsa, atau pembangunan. Tidak juga pada sektor perbaikan sosial masyarakat.
Mereka tidak memiliki pamor, wibawa, sebab saat menjadi pemimpin mereka lebih
sibuk dengan urusan material dan individual saja.
Selanjutnya mencari
pencitraan dalam setiap tindakannya. Kalau tidak berhasil dengan pencitraan,
mereka sudah punya materi yang siap bermain nantinya. Maka jauh dari kehidupan
masyarakat sesungguhnya. Untuk mendapatkan uang kampanye mereka bermain dengan
kontrktor-kontraktor busuk. Kepemimpinan bagi mereka hanyalah sebuah karir.
Bagaimana bertahan dan menang.
4.
Keberhasilan Dengan Simbol Materi.
Salah satu point yang sangat kuat dalam warisan paham feodal adalah mengukur keberhasilan dengan simbol materi. Bukan dengan prestasi dalam kepemimpinan. Seberapa banyak mereka dapat mengumpulkan materi, semakin berhasil dalam anggapan mereka. Begitupun dengan masyarakat sebaliknya.
Salah satu point yang sangat kuat dalam warisan paham feodal adalah mengukur keberhasilan dengan simbol materi. Bukan dengan prestasi dalam kepemimpinan. Seberapa banyak mereka dapat mengumpulkan materi, semakin berhasil dalam anggapan mereka. Begitupun dengan masyarakat sebaliknya.
Juga menganggap
berhasilnya mereka itu, dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif adalah saat
rakyat sekitar melihat mereka dengan kemewahan. Bergelimang harta benda. Maka
untuk mencapai itu, korupsilah yang mereka lakukan. Karena mereka ingin diakui
berhasil. Selagi masyarakat kita berpikir bahwa materialisme tanda berhasil,
maka pemimpin akan mengejar materialisme. Maka diperlukan orang sederhana dalam
kepemimpinan.
5.
Konsep Kesatuan Kepemimpinan Bersama.
Kesatuan gerak kepemimpinan dalam mensejahterakan masyarakat dan memajukan negara harus tersistem. Jangan sampai pihak oposisi selalu menghalagi. Mencegah atau merusak sistem-sistem yang baik. Seharusnya dalam oposisi itu hanya terletak pada saat kampanye. Bukan pada subjek pemerintahan berjalan.
Kesatuan gerak kepemimpinan dalam mensejahterakan masyarakat dan memajukan negara harus tersistem. Jangan sampai pihak oposisi selalu menghalagi. Mencegah atau merusak sistem-sistem yang baik. Seharusnya dalam oposisi itu hanya terletak pada saat kampanye. Bukan pada subjek pemerintahan berjalan.
Berikut saya contohkan
misalnya. Di daerah saya, program bupati pertama membangun tempat-tempat olah
raga, seperti landasan pacu pesawat untuk olah raga terbang layang, sirkuit
balap sepeda motor dan sebagainya. Menghabiskan banyak uang APBD milyaran
rupiah.
Namun setelah bupati pertama tidak lagi menjabat, sudah menjadi
gubernur. Bupati pengganti tadi membiarkan bangunan-bangunan itu sehingga
akhirnya hancur. Tidak di rawat dan tidak dimanfaatkan. Bupati ini, ingin
merusak pengaruh bupati pertama dan pengaruh partainya.
Mungkin kelak dia
berencana untuk mencalonkan lagi sebagai bupati lagi. Atau nanti dia akan
menjadi oposisi saat pemilihan gubernur mendatang. Demi karir politiknya itu,
telah mengorbankan aset daerah yang berharga. Contoh lain, berkonsep
kebersamaan, kesatuan program yang saling menunjang satu sama lain, dan saling
berhubungan.
Misalnya di suatu provinsi membangun satu rel kereta mengelilingi
provinsi agar hubungan lancar. Disitu dikonsep bersama sehingga terjadi
kesatuan dalam kepemimpinan (eksekutif, legislatif, yudikatif). Bukan sibuk
mengatur keuangan masing-masing untuk celah korupsi. Oposisi boleh, membangun
bersama-sama. baik itu hijau, kuning, merah, biru, dan sebagainya.
6.
Pemimpin Sekali Jadi.
Apa yang dimaksud dengan pemimpin sekali jadi. Yaitu pemimpin yang hanya muncul saat kampanye dan menghilang setelahnya. Baik terpilih atau tidak terpilih. Pemimpin sekali jadi ini, adalah seorang yang memimpin tanpa memiliki pengetahuan luas. Tidak mengerti ideologi dan tidak ada jiwa nasionalisme, apalagi patriotisme.
Apa yang dimaksud dengan pemimpin sekali jadi. Yaitu pemimpin yang hanya muncul saat kampanye dan menghilang setelahnya. Baik terpilih atau tidak terpilih. Pemimpin sekali jadi ini, adalah seorang yang memimpin tanpa memiliki pengetahuan luas. Tidak mengerti ideologi dan tidak ada jiwa nasionalisme, apalagi patriotisme.
Karena memang mereka hanya orang-orang yang mau mengubah
nasip dari segi kedudukan dan ekonomi. Disepanjang jalan hidup mereka tidak
memiliki pengetahuan kepemimpinan. Tidak ada penggemblengan diri. Tidak ada
pengalaman, tidak ada pelatihan, tidak ada pendidikan kepemimpinan. Mereka
hanyalah jiwa-jiwa kosong yang terdorong oleh nafsu.
Tidak memiliki konsep,
tidak meiliki tujuan memimpin, tidak mengerti amanah. Popularitas mereka
dibangun dari poster, dari sepanduk, dari brosur, kalender, baju kaos, kartu
nama, cetak yasin dan media sosial. Kemudian yang memiliki banyak uang, mereka
kampanye hitam dengan tangan-tangan orang lain membagi-bagikan uang.
Mereka
mirip api yang membakar padang ilalang yang membumbung tinggi, namun kemudian
padam dan menyisakan abu. Pemimpin sekali jadi ini, sesuai dengan pribahasa
lama kita, “mahal di timbangan murah di mulut.” Yang bermakna, janji
sangat banyak, namun tidak ada yang ditepati. Kaum ini, hanya akan menjadi
penyakit bagi negara bukan memperbaiki negara.
7.
Integritas dan Jalan Kepemimpinan.
Integritas diri di pahami sebagai sikap yang teguh mempertahankan prinsip. Tidak menyukai sipat-sipat korup dan sipat-sipat amoral. Sipat tersebut menjadi dasar yang asli dalam kehidupannya. Memiliki jiwa yang mengagungkan nilai-nilai moral. Tidak tunduk pada kesenangan perut, kelamin, dan materi.
Integritas diri di pahami sebagai sikap yang teguh mempertahankan prinsip. Tidak menyukai sipat-sipat korup dan sipat-sipat amoral. Sipat tersebut menjadi dasar yang asli dalam kehidupannya. Memiliki jiwa yang mengagungkan nilai-nilai moral. Tidak tunduk pada kesenangan perut, kelamin, dan materi.
Dia tegas dan
berwibawa. Tidak tergiur dengan kemewahan, kehormatan, dan pujian. Banyak
orang-orang selalu ingin dipuji atas perbuatannya. Namun orang yang memiliki
integritas tidak perlu dipuji-puji atau dikagumi orang. Perbuatannya iklas dan
penuh patriotisme. Memiliki kesetiakawanan sosial yang tinggi. Memikirkan
hak-hak orang lain. Juga bertanggung jawab atas perbuatannya.
Jalan kepemimpinan dibentuk dari intgritas diri. Yang membuat seseorang
itu berkualitas. Dia memiliki tujuan jelas, baik jangka pendek atau jangka
panjang. Jalan kepemimpinannya adalah jalan kebenaran dan keadilan. Jalan
tanggung jawab dan jalan amanah. Berbuat tidak untuk kepentingan diri dan
kelompok. Jalannya lurus tidak berkompromi dengan keburukan.
Lebih
mengedepankan prinsip kemanusiaan. Sehingga dia bergerak terus dan tidak kendor
oleh tipu daya nafsu. Seperti masa kepemimpinan awal negara kita. Kaum
pergerakan dan pejuang mereka memiliki jalan yang jelas mau dibawa kemana
rakyat zaman itu. Mau diarahkan kemana bangsa ini. Dari rakyat jelata yang
bodoh sampai elit politik semua satu arah.
Oposisi atau kawan tetap satu
tujuan. Sehingga bangsa kita mampu mencapai kemerdekaan dari penjajah.
Kepemimpinan sekarang tidak memiliki jalan kemana akan menuju. Apalagi sesama
oposisi. Lebih mementingkan keunggulan karir politik. Melupakan tujuan untuk
bangsa, mementingkan ego politik.
8.
Ilmu Pengetahuan.
Pengetahuan sangat penting dalam perkembangan kejiwaan dan pemikiran manusia. Apabila tidak ada pendidikan di dunia ini, maka akan sulit sekali membedakan kita manusia dengan hewan. Tidak ada seorang manusia menjadi seseorang yang hebat secara instan. Pemikiran dan intelektual manusia perlu dikembangkan.
Pengetahuan sangat penting dalam perkembangan kejiwaan dan pemikiran manusia. Apabila tidak ada pendidikan di dunia ini, maka akan sulit sekali membedakan kita manusia dengan hewan. Tidak ada seorang manusia menjadi seseorang yang hebat secara instan. Pemikiran dan intelektual manusia perlu dikembangkan.
Kemampuan
berpikir harus di asah. Pemikiran tidak dapat tumbuh apabila tidak memiliki
pendidikan dan pengembangan pengetahuan. Semua pemimpin-pemimpin besar selalu
lahir dari orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan. Suka membaca, dan
memiliki banyak buku.
Buku baginya adalah sesuatu yang berharga dan lebih penting dari emas.
Manusia dapat mengembangkan moral, dan jiwa manusianya karena pendidikan.
Pendidikan bukan berarti dibangku sekolah dan bangku kulia saja. Orang yang
memiliki intelektual tinggi dia akan belajar terus setiap waktu.
Baik belajar
secara formal atau belajar non formal. Membaca buku diwaktu-waktu senggang, dan
mempelajari apa yang dia baca. Orang-orang besar yang lahir dari pengetahuan
dan mencintai ilmu pengetahuan. Seperti Kong Hu Cu adalah conto manusia
mencintai ilmu pengetahuan.
Di negara kita, seperti Bung Hatta, Bung Karno,
Haji Agus Salim, Buya Hamka, Sutan Syarir. Di India ada Mahatma Gandhi. Di
Afrika Selatan ada Nelson Mandela dan banyak lainnya. Ilmu pengetahuan itu
hadir dengan banyak membaca, kemudian dilanjutkan dengan penulisan. Maka tanda
terbaik orang itu, ketika dia mencintai ilmu pengetahuan.
9.
Universa-ethical principles orientation.
Tingkat keunggulan pada tahap perkembangan pemikiran manusia. Yaitu, tahap universal-ethical principles orientation. Tahap ini, terdapat pada manusia-manusia yang sudah benar-benar dewasa dalam masyarakat. Atau orang-orang yang berpikir sudah sangat maju.
Tingkat keunggulan pada tahap perkembangan pemikiran manusia. Yaitu, tahap universal-ethical principles orientation. Tahap ini, terdapat pada manusia-manusia yang sudah benar-benar dewasa dalam masyarakat. Atau orang-orang yang berpikir sudah sangat maju.
Orang-orang tahap tersebut tujuan utamanya adalah membela keadilan
dan hak-hak setiap manusia di dunia ini secara menyeluruh (universal) tanpa
terkecuali (Sarlito Wirawan Sarwono: 89:1987). Manusia dengan tarap
kepribadian Universal-ethical principles orientation akan
mampu membawa sebuah masyarakat menuju kesejahteraan hidup. Semoga akan
bermunculan pemimpin-pemimpin tersebut di semua lini kehidupan bangsa Indonesia.
Kesimpulan.
Pemimpin yang ideal itu, tidak memiliki jiwa feodalis. Lepas dari sifat-sifat individualistik dalam bertindak (subjektif). Hidup sederhana dengan kerendahan hati. Memiliki banyak teman, pendukung orang-orang berahlak baik, orang-orang berilmu dan berkepribadian jujur. Tidak ada pemimpin seorang diri, maka dia harus memiliki komunitas pendukung yang baik. Dia menjadikan kepemimpinan adalah amanat baginya, bukan menjadikan untuk perjalanan karir kepemimpinan atau jejang pangkat.
Pemimpin yang ideal itu, tidak memiliki jiwa feodalis. Lepas dari sifat-sifat individualistik dalam bertindak (subjektif). Hidup sederhana dengan kerendahan hati. Memiliki banyak teman, pendukung orang-orang berahlak baik, orang-orang berilmu dan berkepribadian jujur. Tidak ada pemimpin seorang diri, maka dia harus memiliki komunitas pendukung yang baik. Dia menjadikan kepemimpinan adalah amanat baginya, bukan menjadikan untuk perjalanan karir kepemimpinan atau jejang pangkat.
Keberhasilannya bukan dari simbol-simbol materialisme.
Seperti simbol kehormatan, simbol martabat, simbol materi, atau seks. Dapat
menyatukan segenap komunitas di dalam kepemimpinannya. Dapat berkonsep maju
secara bersama-sama. Menghilangkan ego individual demi kepentingan dalam
kepemimpinan. Memiliki tahapan dan tempahan dalam menapaki perjalanan
kepememimpinan.
Bukan pemimpin yang sekali jadi. Bukan pemimpin yang dibentuk
dari iklan, reklame, brosur, kalender, baju kaos, media sosial. Tetapi pemimpin
yang tumbuh di tengah masyarakat secara alami, karena kewibawaan dan kebaikan
ahlaknya, sebab pribadinya yang luhur. Dalam memimpin dia memiliki jalan dan
tujuan jelas dalam kepemimpinannya. Sehingga yang mengikuti tidak terpencar,
tidak tersesat.
Jalan yang dimaksud adalah landasan jelas kepemimpinannya, searah
bersama. Hal yang tidak kala penting, yaitu mencintai ilmu pengetahuan. Banyak membaca
buku-buku dari berbagai disiplin ilmu. Karena hanya dengan banyak membaca orang
akan terbuka pemikirannya. Seorang dosen saya berkata, kecerdasan inteletual
tidak ajaib masuk kedalam pemikiran dan jiwa manusia.
Oleh karena itu, pemimpin
itu harus mencintai ilmu pengetahuan. Setelah melewati semua hal tersebut, maka
dia akan mencapai tahap perkembangan manusia yang di istilahkan Universal-ethical
principles orientation. Dimana orang yang mencapai tahap ini akan
berbuat untuk keadilan dan kebaikan bagi umat manusia. Demokrasi, siapa saja
boleh dan dapat menjadi pejabat. Namun tidak semua orang dapat menjadi seorang
pemimpin.
Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 28 Maret 2019.
Daftar Pustaka.
Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 28 Maret 2019.
Daftar Pustaka.
A.
Dahlan Ranuwijaya. Bung Karno dan Wacana Islam. Jakarta: Iramedia,
2001.
Abdul
Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan: Jejak Pembaharuan Sosial dan
Kemanusiaan. Jakarta: Kompas, 2010.
Ensiklopedia
Bejarah dan Budaya. Sejarah Nasional Indonesia 8. Jakarta: Lentera
Abadi. 2009.
Gd.
Bagoes Oka, (terj). Gandhi Sebuah Otobiografi. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1985.
Gustave
Le Bon. Psikologi revolusi. Terj. Alifa Hanifati Irlinda &
Ambhita Dhyningrum. Yogyakarta. Forum, 2017 .
Hans
kohn, Dasar Sedjarah Rusia Moderen. Terj. Hasjim Djalal. Jakarta:
Bhratara, 1966.
Ig.
Krisnadi. Sejarah Amerika Serikat. Yogyakarta: Ombak, 2015.
Lothrop
Stoddard. Pasang Naik Kulit Berwarna. Terj. Kistijah &
Rochmuljati. Djakarta: Menteri Kordinator Kesedjahteraan, 1966.
Raymond
Dawson. Kong Hu Cu: Penata Kerajaan Langit. Terj. Y. Joko Suyono.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999.
Sigit
daryanto, dkk. Pribahasa Indonesia. Surabaya: Apollo, t.th.
Suharso
dan Ana Retnoningsih. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang:
Widya Karya, 2017.
Sarlito
Wirawan Sarwono. Masalah-Masalah Kemasyarakatan di Indonesia.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987.
Sy. Apero Fublic
Via
Biruisme
Post a Comment