Puisi
Nur Aisyah. e-Antologi Puisi Menjemput Cahaya
Apero Fublic.- egelapan
adalah dimana hilang cahaya dari pandangan mata kita. Sehingga kita tidak dapat
melihat, dan mengenali semua yang dihadapan kita. Saat itu kita akan berjalan
tanpa arah, tanpa tujuan, bahkan tanpa harapan. Sepanjang jalan kita akan
terantuk dengan batu, terinjak benda-benda tajam.
Tidak jarang kita terluka dan berdarah. Sehingga ada rintihan dan keprihan. Mengapa dunia begitu gelap, saat kita ini pikirku. Aku mencoba mencari cahaya dengan sekuat tenaga. Tiada pernah berhenti hatiku berdoa dan berdoa agar menemukan cahaya.
Bagai diliputi kabut hitam, dan bencana yang luas. Memporak porandakan jiwaku yang masih mudah dan rapu. Sedikit terjangan saja, akun terjatuh dan terluka. Menangis adalah sarapan pagi, dan menjerit adalah minuman segarnya. Bening benar air mataku, sebening tetesan hujan dibulan Maret dan April.
Ibu,
Tidak jarang kita terluka dan berdarah. Sehingga ada rintihan dan keprihan. Mengapa dunia begitu gelap, saat kita ini pikirku. Aku mencoba mencari cahaya dengan sekuat tenaga. Tiada pernah berhenti hatiku berdoa dan berdoa agar menemukan cahaya.
Bagai diliputi kabut hitam, dan bencana yang luas. Memporak porandakan jiwaku yang masih mudah dan rapu. Sedikit terjangan saja, akun terjatuh dan terluka. Menangis adalah sarapan pagi, dan menjerit adalah minuman segarnya. Bening benar air mataku, sebening tetesan hujan dibulan Maret dan April.
Kenapa aku begini kawan, kemana aku harus berjalan teman. Tidak ada yang
tahu keluh dan kesah hatiku yang luluh oleh cobaannya. Aku mencoba mencari cara
agar bangun dan kuat. Aku berusaha agar diriku lepas dari semua cobaan ini.
Tapi bagaimana aku dapat keluar kalau kegelapan menyelimuti dunia.
Sedangkan
cahaya tak kunjung datang menerangi bumi. Bagaimana yang Allah, bencikah kau
padaku. Mengapa kiranya aku begini, begitu malang dalam takdir yang kau tulis.
Tapi tak mengapa aku bersabar karena aku yakin dengan yang telah kau tulis.
Kini tiada cahaya yang membersamaiku, sebagi penguat hujah dan jalan ini. Aku
mencari batu-batu dengan merabah-rabah.
Menemukan potongan ranting dan dedaunan
kering. Lalu aku gesek batu-batu, dan memercik api. Aku tiup dan aku tiup.
Dengan hembusan nafas sesak oleh cobaan. Kemudian titik air mataku menjadi
minyak yang menyalakan api ini. Perlahan asapnya membumbung dan membumbung.
Setitik bara mulai menyalah, kemudian menyambar menjadi api. Duniaku perlahan
terang dan benderang. Dapat aku kenali semua yang disekelilingku. Kitab suci,
buku-buku, puisi, nasihat, sahabat-sahabatku yang tersenyum. Dan yang paling
mengharukan, Ayah dan ibu ternyata memelukku dengan erat.
Tak terasa air mataku
jatuh dan haru. Ya Allah, aku pikir aku sendiri di dunia ini. Ternyata kasih
dan sayangmu teramat besar. Aku sadar, kau begitu mnyayangi aku. Mungkin selama
ini aku yang salah sebab diam diantara kegelapan. Sampai aku menjemput cahaya,
baru aku dapat meyadari semuanya.
1).
ANGKASA DI MATAMU
Angkasa
di matamu
Bagaikan
malam yang kelam
Saat
mata itu,
Sorot
mata yang membunuh
Membunuh
pandanganku.
Membuat
ku
Menunduk,
bagaikan tak berkutik.
Dan
cahaya itu sembunyikan binar
Cahayanya
menbar, lalu kita,
Saling
berpapasan, tanpa kata, tanpa sapa.
Oleh:
Nur Aisyah.
Palembang,
28 Oktober 2018.
2).
TENTANG KAMU I
Kamu.
Ya,
kamu yang muncul di tubuh.
Kamu
yang tidak diketahui penyebabnya
Kenapa.
Kenapa kamu menyerang ku.
Kamu
itu cairan
Kamu
menakutkan bagi wanita
Kamu
membuat aku lelah dan pusing
Kamu
buat perut ku mengembung
Kamu
adalah tanda penyakit
Kamu
adalah musibah
Kamu
juag ujian dari Allah
Ya,
kamu KISTA.
Tapi,
bagaimana pun,
Kamu
bukan penyakit ganas seperti kanker
Kau
muncul tiba-tiba
Kadang
hilang, Kadang hadir
Aku,
hanya dapat berjuang
Untuk
melawan mu.
Berjuang
untuk bersabar
Berjuang
untuk tetap tersenyum
Berjuang
untuk tetap bertahan hidup
Sampai
tuhan menjemput.
Oleh:
Nur Aisyah.
Palembang,
31 Oktober 2018.
3).
TENTANG KAMU II
Kamu
yang aku pertanyakan pada robku
Kamu
yang kudoakan di sepertiga malam
Dimana
kamu
Aku
tidak tahu, dimana kamu berada.
Apakah
engkau juga mendoakan ku.
Apa
kau juga bertanya
Aku
di sini.
Menanti
mu, Menemui ayah ku.
Aku
pernah perpikir seorang itu
Adalah
impian ku.
Seseorang
itu adalah calon imam ku
Tapi
ternyata aku salah,
Aku
sangat sakit berpikir seperti itu
Aku
sadar kemudian
Setelah
merasa kehilangan
Sekarang
yang aku pikir
Bagaimana
robku mendekatkan mu, dengan ku.
Bagamana
aku mendekati sang pemilik hati mu.
Sebab,
kau bukan yang harus aku dekati
Tetapi
tuhan mu, tuhan ku.
Sang
pemilik hati.
Kamu,
wahai jodoh ku.
Oleh:
Nur Aisyah.
Palembang,
2 November 2018.
4).
BIARKAN MAJAS KU BERMAIN
Manakalah
isi perut
Melululantakkan
dan mengguncang
Menyeruak
menelusuk menjadi ego
Seperti
hati dan mulut, butuh,
Kepahitan
agar menjadi kuat
Bagaikan
mata dan telinga butuh,
Perjuangan
untuk mempertahankan
Rasa
yang tak layak untuk dipandang dan di dengar.
Ludah
yang jatuh pantang ditelan.
Ranting
yang patah dan jatuh ke tanah.
Pantang
kembali kedahan.
Bagai
daun gugur dihempas usia
Tidak
mungkin mereka lagi di ujung tangkai.
Sabar
dan syukur, serta waktu yang tak hingga
Yang
dibutuhkan dan diamalkan.
Direndahkan
tidak mungkin jadi sampah.
Disanjung
tak mungkin jadi rembulan.
Setiap
orang membacamu dengan paradigma berbeda.
Positif
dan negatif,
Untuk
melangkah lebih baik.
Majasku
akan bermain, dikala rindu akan robb
Majas
akan melayang menyeruak
Masuk
dalam qolbu sendiri.
Oleh:
Nur Aisyah
Palembang, 21 November 2018.
5).
BERJUANG UNTUK HIDUP
HIDUP
UNTUK BERJUANG
Allahu
Akbar.
Manakala
hati beku dan dingin
Mata
menanar tak tentu arah.
Mulut
terkunci tak bisa berkata.
Semua
serba salah
Dikarenakan
iman yang lemah,
Dan
hati yang jauh akan robb-Nya.
Merah
mata terjerat kisah sang Fatahillah.
Keadaannya
kotor bagaikan sampah.
Saat
terakhir menulis sajak rindu,
Rindu
akan perjuangan hidup yang tak berubah.
Perjuangan
harus dipertahankan,
Sebagaimana
Rasulullah mempertahankan umat.
Kegagalan,
kesusahan, kesulitan,
Yang
dialami adalah ujian hidup.
Berjuanglah.
Wahai
hamba Allah.
Jagalah
hati untuk hidup mu.
Perjuangkan
hati dan tahan ego mu.
Perjuangkan
hidupmu diatas agama mu.
Peluk
dan dekaplah robb dengan,
Ketulusan
cinta dan juang.
Ya
Rasulullah.
Pedoman,
pemimpin yang berjuang untuk kita.
Maka
berjuanglah.
Biarlah
doa mengiringi perjuangan.
Tumbuhkan
semangat di dadamu.
Berjuang
untuk hidup, Hidup untuk berjuang.
Berjuanglah.
Oleh:
Nur Aisyah.
Palembang, 21 November 2018.
6).
DOA
Bagaimana
engkau dapat bersabar
Bertahan
akan suatu masalah.
Jika
engkau tidak mengetahui,
Ilmu
masalah yang sedang dihadapi.
Dalam
setiap doa malam-malam ku.
Dirimu
menjelma cahaya.
Dengan
sabar, denyut nadi dan nafas memburu.
Bersitata
terhadap rasa yang entah kapan hilangnya.
Sabar
dan syukur menjadi penopang.
Akan
rasa sakit yang tidak kunjung hilang
Ya
Robb Ku, Kabulkanlah
Tanpa
kata dan perintah.
Doa
disepertiga malam ku,
Akan
terjawab tanpa diketahui waktunya
Hilang
dan berkurang,
Itu
yang diinginkan
Sabar
dan syukur,
Itu
yang diterapkan
Senyum
dan bahagia,
Itu
adalah alibi dan motif
Doa
dan restu orang tua,
Itu
yang diharapkan.
Oleh:
Nur Aisyah.
Palembang, 21 November 2018.
7).
Kata Indah Untuk Bunda
Ibu,
Tetes
keringat mengalir deras di pelipis dan dahimu.
Tak
kau hiraukan yang membelenggu hati mu.
Sunggu
engkau wanita surga bagiku.
Sunggu
engkau wanita luar biasa untuk ku.
Ibu
engkau wanita tangguh.
Tak
letih engkau menuai hari.
Niat
tulusmu memberi sejuta impian
Sunggu
engkau wanita mulia.
Maafkan
sikap membangkang.
Yang
tak menghiraukan bimbingan mu.
Maafkan
atas kata-kata yang menyakiti mu.
Maafkan
kami atas ketidak pahaman,
Dalam
memahami perintah mu.
Maafkan
kami yang selalu membuat ibu patah semangat.
Tolong
ibu,
Tolong
berikan bimbingan pada kami.
Tolong
ajari kami,
Agar
tidak terlalu memikirkan dunia.
Tolong
bentuk sifat kami
Agar
menjadi pribadi yang berahlak.
Tolong
ibu,
Berikan
kami semangat dan motivasi,
Untuk
mengapai cita-cita.
Terimakasih
atas kesabaran ibu,
Menghadapi
diri ini.
Kau
bertekad bekerja keras dan semangat
Untuk
menuai kebahagiaan.
Kau
berikan kami motivasi bagai langit luas.
Terimakasih
semangat mu, menyinari jalan buntu,
Nan
gelap yang kulewati.
Kini
lamunan ku menggemah,
Mengisi
semua rongga.
Kini
hati berkata, maafkan kami.
Tolong
kami.
Terimakasih
ibu,
Apa
jadinya kami tanpa ibu.
Apa
jadinya sekarang, tanpa bimbingan ibu.
Maafkan
kami yang tak membalas jasa mu.
Maaf.
Oleh.
Nur Aisyah.
Lahat,
10 Oktober 2018.
8).
Cahaya Rindu
Lihatlah
saja cahaya itu.
Tak
perlu di tatap, karena ia menatap.
Karena
rindu dapat dilihat oleh sorot.
Meski
tanpa penjelasan,
Karena
mata sebagai penerjemah.
Hitungan
ku,
Telah
banyak kata demi kata ku ucap.
Cembu,
kesal, amarah, dan rindu.
Bagai
menghitung aljabar.
Butuh
kesabaran
Untuk
menjelaskan secara rinci.
Tangan
ini tak lagi menari.
Menari
mencipta puisi berupa, diksi, puisi.
Ku anggit,
ku tata prosa ini ketika hatiku merindu.
Serupa
luka menganga di tubuh.
Sakit
tapi tak berdara.
Gemerlap
bintang seolah menyombong,
Tetapi
ia membantu melewati belantara seram ini.
Di
sekitar banyak hal jahat.
Berlalu-lalang
menyonsong melebur iman.
Obat
rindu juga terlampau banyak.
Akan
tetapi rindu tak kunjung lenyap.
Rindu
ini memberiku sesuatu,
Tabh,
luka, rontahan hati.
Teriakan
yang lebih baik ku simpan.
Akan
tetapi, cahaya senja.
Memberiku
ilmu yang banyak.
Oleh.
Nur Aisyah
Lahat,
10 Oktober 2018.
9).
Rahasia Hati
Kematian.
Kematian
itu menyakitkan.
Rasa
sakit saat di cabut itu manusiawi.
Sakitnya
sakaratul maut itu,
Kira-kira,
bagai di tebas pedang beratus kali.
Jangan
takut akan mati
Pikirkan
bagaimana menjadi anak shale dan sahleha
Kematian
tidak memngirim kabar
Kematian
hanya memastikan
Ia
akan datang
Di
waktu yang tepat,
Dengan
orang yang tepat.
Maklumi
kematian, walau jelas di tangisi.
Perlu
kita tahu, kematian itu.
Teman
semua mahluk hidup
Walau
tidak terlihat.
Oleh.
Nur Aisyah.
Lahat,
10 Oktober 2018.
10).
Angin Itu Berbahaya
Diri
ini tahu dari dirimu mu.
Angin
itu berbahaya.
Aku
tidak tahu persis, angin kamu seperti apa.
Bagiku
angin itu rasa
Pikirku
tak beralasan.
Bantu
aku, bantu menghilangkan.
Sulit,
itu tak mudah.
Pergi,
tak mungkin itu sulit
Diriku
berharap, dirimu menjadi angin ku.
Angin
suka maupun duka bagiku.
Meski,
yah.
Aku
tahu angin itu tak terlihat.
Tak
terjamah, tapi dapat terasakan,
Dan
itu hayalan-hayalan, dan harapan ku.
Harapan
dan doa yang aku panjatkan,
Kepada
maha pemilik hati.
Takkan
aku sampaikan kepadamu.
Karena
harapan dan doa ku.
Aku
sampaikan kepada sang pencipta,
anugra
dan fitrah.
Yang
sedang aku menerjemah dan ku alami,
Jiwa,
untungnya mempunyai penerjemah.
Seringkali
tanpa sadar,
Namun
tetap setia, menerjemah.
Yaitu
mata,
Yang
pasti sang maha cipta.
Video Menjemput
Oleh.
Nur Aisyah.
Editor. Selita. S.Pd.
Lahat,
10 Oktober 2018.
Sumber
foto dan video. Nur Aisyah.
Sekilas
tentang penyair cantik ini. Ia lahir di Sumatra Selatan, Kabupaten Lahat pada
tanggal 26 Maret 2000. Nama lengkapnya Nur Aisyah, ia sekarang sedang menempuh
studi di Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan.
Kalau makanan ia suka bakso, martabak dan yang paling disuka adalah
masakan ibu, si malaikat tak bersayap. Kalau warna kesukaan, menyukai warna
biru, hijau dan orange. Ia bercita-cita menjadi penulis hebat, sukses,
sekaligus menjadi guru bagi anak-anaknya kelak. Wah, ini tipe saya banget.
Kalau
moto “sukses, bahagia, fiddunya wal akhirot. Kalau pesanya, “jadila cahaya
untuk orang lain sesuai kemampuan diri sendiri.” Mungkin maksudnya agar kita
tidak memaksakan diri untuk menjadi baik, sampai kita akhirnya menjadi wujud
lain dari diri kita. Hendaklah, berbuat dengan iklas dan jujur apa adanya,
sehingga orang-orang akan terkesan pada kita.
Catatan: Yang
mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman
yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun,
cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi
diri sendiri, resep obat tradisional, quote, artikel, kata-kata mutiara
dan sebagainya.
Kirim
saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan
sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan
diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama
pengirim.
Sertakan
nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis.
Jumlah karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat
email: joni_apero@yahoo.com. idline: Apero Fublic. Messenger.
Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.
Sy. Apero Fublic
Via
Puisi
Post a Comment