Cerpen
Palembang, Rabu 1 Agustus 2018.
Cinta dan Pengorbanan Yang Sirna
Apero
Fublic.- Hati-hati dengan syak wasangka, setan bermain di sana.
Syakwasangka berarti kebimbangan hati, rasa khawatir, kecurigaan, dan sangkaan.
Waktu kecil dulu aku ikut ayah untuk bertandang ke rumah seorang pamanku. Aku
gembira sekali, karena aku akan bermain dengan sepupuku, Hafiz yang berumur
lima tahun. Tetapi saat sampai di rumah pamanku, ternyata paman
tidak di rumah.
Maka ayah tidak jadi bertandang ke rumah pamanku karena paman tidak di rumah. Hanya ada istri paman dan adik sepupuku yang asih berusia lima tahun. Maka ayah kembali pulang, betapa kesalnya aku waktu itu. Padahal sudah berjalan jauh. Sedangkan adik sepupuku juga gembira sekali aku datang. Bahkan, saat aku dan ayah langsung pulang, adik sepupuku menangis.
Saat aku bertanya, kepada ayah kenapa tidak jadi bertandang, ayah menjawab singkat: “paman mu tidak di rumah, tidak enak.” aku tidak habis pikir, alasan cuma seperti itu, kan hanya bertandang, kenapa tidak enak, apa yang salah, pikirku waktu itu. Waktu berlalu, dan sekarang aku sudah dewasa. Aku tahu sekarang, aku mengerti. Karena ayah mengikuti adat istiadat Melayu, tidak boleh bertandang kerumah saudara laki-laki kalau dia tidak di rumah.
Sebab untuk menghindari fitnah dan syakwasangka. Kenapa orang-orang zaman dahulu selalu berpegang pada adat-istiadat. Di zaman sekarang, kacaunya struktur sosial masyarakat Indonesia adalah, di saat mereka tidak mengindahkan, dan melupakan adat-istiadat, serta tidak mematuhi ajaran agamanya. Tingkat perceraian semakin tinggi, seakan ikatan keluarga semakin murah.
Hari itu cuaca cerah sekali. Langit menghampar biru, seperti permadani terbentang. Hampir tidak ada awan di langit. Angin berhembus seperti kipas raksasa yang memberikan kesejukan. Dua ekor ciciak berlarian merburu semut di dinding rumah. Seekor kodok kecil hitam berlari dari gangguan seekor anak kucing di samping rumah. Dua anak kadal bersembunyi dibalik rerumputan, mengintip si anak kucing.
Maka ayah tidak jadi bertandang ke rumah pamanku karena paman tidak di rumah. Hanya ada istri paman dan adik sepupuku yang asih berusia lima tahun. Maka ayah kembali pulang, betapa kesalnya aku waktu itu. Padahal sudah berjalan jauh. Sedangkan adik sepupuku juga gembira sekali aku datang. Bahkan, saat aku dan ayah langsung pulang, adik sepupuku menangis.
Saat aku bertanya, kepada ayah kenapa tidak jadi bertandang, ayah menjawab singkat: “paman mu tidak di rumah, tidak enak.” aku tidak habis pikir, alasan cuma seperti itu, kan hanya bertandang, kenapa tidak enak, apa yang salah, pikirku waktu itu. Waktu berlalu, dan sekarang aku sudah dewasa. Aku tahu sekarang, aku mengerti. Karena ayah mengikuti adat istiadat Melayu, tidak boleh bertandang kerumah saudara laki-laki kalau dia tidak di rumah.
Sebab untuk menghindari fitnah dan syakwasangka. Kenapa orang-orang zaman dahulu selalu berpegang pada adat-istiadat. Di zaman sekarang, kacaunya struktur sosial masyarakat Indonesia adalah, di saat mereka tidak mengindahkan, dan melupakan adat-istiadat, serta tidak mematuhi ajaran agamanya. Tingkat perceraian semakin tinggi, seakan ikatan keluarga semakin murah.
Hari itu cuaca cerah sekali. Langit menghampar biru, seperti permadani terbentang. Hampir tidak ada awan di langit. Angin berhembus seperti kipas raksasa yang memberikan kesejukan. Dua ekor ciciak berlarian merburu semut di dinding rumah. Seekor kodok kecil hitam berlari dari gangguan seekor anak kucing di samping rumah. Dua anak kadal bersembunyi dibalik rerumputan, mengintip si anak kucing.
Aku mahasiswa yang baru selesai kulia. Aku belum memiliki pekerjaan. Ijazaku
belum juga selesai di cetak oleh pihak kampus. Aku tidak tertarik mencari
pekerjaan. Memang tekadku adalah menjadi penulis, dan membangun kerajaan bisnis
sendiri. Di perumahan yang baru ini, aku memulai semuanya dengan seadanya.
Bila
pagi aku melihat warga kompleks perumahan pergi bekerja, dan di soreh hari
mereka pulang. Begitu pun dengan beberapa karyawan perumahan. Ada seorang
karyawan tua yang selalu terlihat oleh ku, yang selalu rajin bekerja. Yah, aku
tidak begitu memperhatikannya, memandang sepintas lalu saja.
Orang tua yang
berumur lima puluhan tahun itu lewat di pagi dan sore di depan rumah. Suatu
hari, aku berniat memasang pentilasi rumah. Karena memang pentilasi belum
dipasang sama sekali, beberapa orang karyawan kompleks datang untuk
mengerjakannya. Karena memang dalam tempo tiga bulan rumah masih tanggung jawab
pihak pengembang.
Di hari yang ditentukan, bekerjalah seorang karyawan, dia bernama Fatah.
Hari sudah siang, tubuh Fatah basah oleh keringat, istirahat dan aku mengobrol
ringan bersama Fatah. Pada saat aku dan Fatah sedang ngobrol, datanglah orang
tua yang sering aku lihat. Fatah memanggilnya Pak Bram.
Kedatangannya menjadi
hal yang menggembirakan bagi kedua karyawan pengembang karena mereka memang
sudah saling mengenal. Lelucon pun mulai saling beradu dari keduanya, sedangkan
aku hanya ikut tertawa-tawa saja. Fatah kembali bekerja, sebab tanggung ada
yang harus di selesaikan. Sambil berkerja sambil berbincang-bincang dengan Pak
Bram. Aku kembali membaca buku seperti biasa. Tanpa terasa, azan zuhur
berkumandang, para pekerja duduk untuk istirahat.
Melihat mereka istirahat, aku
pun mendekat, menutup buku yang aku baca-baca. Dalam berbincang itu, aku
menawarkan teh panas. Semua setuju dan mengiyakan, sebuah kaleng biskuit khong
guan tentunya. Terjadilah perbincangan hangat. Sambil bergurau dan minum teh
panas melepas lelah. Kami bercerita layaknya sahabat yang sudah akrab saja.
Saling bercerita di selingi gurauan kami saling bercerita. Fatah
bercerita tentang kehidupannya yang sulit dari kecil. Saat dia berumur sepuluh tahun
ayah dan ibu berpisah. Sehingga Fatah tidak bersekolah, dan dia tinggal dengan
kakeknya. Sampailah kisah Fatah dia menikah dengan istrinya sekarang. Kisah
sedih Fatah kemudian di imbangi oleh cerita Pak Bram.
Sekarang, Pak Bram yang
mulai bercerita. Kisahnya di mulai. Kisahnya, terjadi sepuluh tahun yang lalu.
Mata Pak Bram menerawang jauh. Seakan dia kembali ke masa silam. Sambil
bersandar di dinding rumah, dan sebatang rokok dia hisap sesekali disela-sela
cerita. Dia menceritakan kehidupan keluarganya yang bahagia. Jauh dari
pertengkaran, apalagi yang namanya ribut besar. Dia memiliki lima orang anak,
tiga perempuan, dan dua laki-laki.
Pak Bram sangat sayang dengan keluarganya.
Dia menghabiskan waktu bekerja untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Karena
rasa cinta yang besar, Pak Bram selalu membantu istrinya dalam pekerjaan rumah
setelah dia pulang kerja. Seperti mencuci, membersihkan rumah, pekarang rumah,
dan mengurus ternak.
Pak Bram juga berkebun, memanen dan membawa hasil kebun,
dan berbelanja kebutuhan sehari-hari ke pasar. Istrinya tidak ikut bekerja
seperti istri orang-orang di pedesaan lainnya. Tetap di rumah, kesibukannya
hanya memasak, paling mengantar dan menjemput anak pulang sekolah dengan sepeda
motornya.
Selain uang belanja, Pak Bram juga menyisikan uang khusus untuk
istrinya bersolek, dan untuk membeli barang-barang perlengkapan kewanitaan,
seperti kalung emas, cincin, tas, pakaian, kosmetik, dan semuanya. Pak Bram
lakukan untuk kebahagiaan istrinya dan keluarganya. Hari-hari dia jalani dengan
sabar, dan penuh rasa pengorbanan dan tanggung jawab. Pokoknya nafkah lahir
batin dia penuhi dengan baik.
Namun, kehidupan rumah tangga pak Bram mulai retak ketika mereka
mengangkat seorang pemuda menjadi anak angkat mereka, waktu itu si anak angkat
berumur 19 tahun. Pada awalnya semua baik-baik saja. Hubungan keluarga
biasa-biasa saja.
Dari hari ke hari hubungan keluarga pak Bram dengan sang anak
angkat yang masih bujangan tersebut semakin erat. Si anak angkat bertambah
sering bermain ke rumah pak Bram, membantu pekerjaan rumah, dan sebagainya.
Karena dianggap anak sendiri dan bagian dari keluarga, si anak angkat makan dan
tidur di rumah Pak Bram. Selayaknya seorang anak kandung. Lama kelamaan keadaan
berubah.
Dalam pandangan pak Bram, istrinya terlalu baik memperlakukan anak
angkat mereka. Perhatian istri Pak Bram kini mulai membuat Pak Bram cemburu.
Awalnya rasa cemburu masih dapat dia atasi, dan dia kesampingkan. Hingga waktu
berjalan bertahun tahun. Sang anak angkat bertambah sering tinggal di rumah Pak
Bram. Biasanya hanya bermain, kini bermalam.
Biasanaya semalam kini seminggu,
biasanya seminggu menjadi sebulan, dan akhirnya kadang berbulan-bulan. Entah
mengapa istri dan anak angkatnya begitu dekat dalam penilaian Pak Bram. Apa
yang terjadi diantara mereka, Pak Bram tidak tahu. Anak-anaknya saat pagi
berangkat sekolah, dan pulang di siang hari.
Pak Bram berkerja, pergi pagi dan
pulang menjelang sore hari. Tinggal istri dan anak angkatnya berdua di rumah.
Kadang dia mencoba menjelaskan perasaannya. Tetapi sang istri selalu beralasan
bahwa itu hanya hal yang biasa, prasangka dan dugaan-dugaan karena cemburu.
Semua yang dia lakukan bentuk rasa kasih sayangnya pada keluarga.
Istri pak
Bram juga selalu membela anak angkat mereka. Istri Pak Bram berkata dia bukan
wanita seperti itu. Dia memperlakukan si anak angkat seperti anak kandung.
Karena rasa cinta Pak Bram yang besar pada sang istri membuat pak Bram mencoba
sabar dan berusaha tetap mempercayai istrinya. Pak Bram di posisi yang sulit
sekali.
Hari demi hari berlalu, prasangka Pak Bram semakin menjadi-jadi. Entah
apa yang terjadi sebenarnya. Rasa curiga, dan cemburu bertambah pada anak
angkatnya. Dari waktu ke waktu, kecurigaan yang terus menjangkit di hatinya.
Dia ingin berbicara namun tidak pantas berbicara yang seperti itu. Apa lagi
kalau sampai menuduh tidak ada buktinya.
Lagi pula dia sangat sayang dengan
istrinya. Namun sekuat apapun Pak Bram bersabar, rasa curiga dan
prasangka-prasangka, terus berkembang dan berkembang. Mulai berganti
kemarahan-kemarahan. Kemudian menjadi ribut dan cekcok dengan hal-hal yang
sepele. Tanpa tau apa sebabnya.
Sekarang mereka tidak harmonis lagi. Pak Bram
sering merenung. Dalam hatinya kecilnya mulai berkata-kata, bahwa istrinya
tidak suci lagi. Pak Bram, berusaha untuk menghilangkan perasaan itu. Entah
mengapa pemikirannya terus terganggu.
Pertengkaran terus terjadi antara pak Bram dengan istrinya. Mereka
semakin renggang dan renggang. Entah bagaimana lagi, untuk mereka tetap baik
dan bersatu. Satu hal yang sulit untuk di kembalikan, rasa percaya dengan
kesetiaan sang istri. Pak Bram menjadi mudah emosi dan marah-marah. Karena
sebab itu akhirnya sang anak angkat pergi, dan tidak lagi datang ke rumah.
Namun rasa cemburu dan rasa tidak percaya dengan sang istri sudah menjadi
penyakit hatinya. Pak Bram mulai merasa istrinya menghianatinya. Pak Bram mulai
meragukan kesucian istrinya. Istrinya sudah berbuat sesuatu dengan anak
angkatnya. Yang telah menusuknya dari belakang. Pak Bram merasa
istrinya tidak menghargai perjuangannya, semua hal yang dia lakukan selama ini
dalam keluarganya sia-sia. Pak Bram merasa sakit hati dan prasangka itu terus
menghujam dalam. Pertengkaran dan pertengkaranlah yang terjadi.
Rumah itu bagai
neraka kini. Anak-anak Pak Bram takut dan menangis. Ya, apakah seorang suami
akan memaafkan istrinya yang selingkuh, tentu tidak. Pak Bram merasa harga
dirinya sudah diinjak-injak. Tetapi apa benar istrinya telah menghianatinya.
Pak Bram belum memiliki bukti, tetapi dia dapat menilainya kata hatinya. Dalam
penilaiannya istrinya menyembunyikan sesuatu, entah apa.
Suatu hari, istri Pak Bram menghilang selama lima hari dari rumah, entah
kemana. Pak Bram menuduh bahwa istrinya bersama anak angkatnya. Istrinya
beralasan dia di tempat keluarganya untuk menghindari pertengkaran mereka yang
berlarut-larut. Hingga akhirnya mereka ribut besar dan pak Bram pergi dari
rumah.
Pak Bram pulang ke rumah orang tuanya yang sudah diwariskan kepada kakak
sulung nya. Di sana dia mencoba menenangkan diri. Sehingga menurut saran sang
kakak agar dia tinggal untuk beberapa waktu di rumahnya. Sedangkan istrinya
tetap di rumah mereka.
Sementara sang anak angkat tidak boleh berhubungan lagi
dengan keluarga mereka, dan tidak ada lagi ikatan anak angkat. Selama tiga bulan
berlalu, mereka di minta oleh sang kakak untuk berpikir jernih dan merasakan
apa yang mereka rasakan. Apa mereka ingin bersama kembali atau mereka akan
berpisah.
Pak Bram merasa di selingkuhi, dia merasa sang istri menghianatinya.
Sakit bukan main di dalam hatinya, pikirnya. Mengingat pengorbanan dan
perjuangannya, betapa pilu hati Pak Bram. Pak Bram yakin bahwa istrinya telah
berzina dan berselingkuh. Karena perasaan dan pemikiran itu yang terus
mengganggu, hampir selama lima bulan pak Bram sakit. Pak Bram terbaring sakit,
sampai tubuhnya tinggal berbalut kulit dengan tulang.
Pak Bram mencoba kuat dan
kuat. Hingga akhirnya pada bulan ketujuh dia sudah sembuh dan mulai
beraktifitas. Kemudian urusan rumah tangganya diteruskan, selesai. Sang
kakak meminta agar dia kembali dengan istrinya, begitu pun sang istri diminta
untuk kembali ke adiknya. Tetapi istri pak Bram tetap memilih berpisah. Tiga
kali utusan dari pihak pak Bram menemui istrinya, namun sang istri tetap mau
bercerai. Mereka juga berpikir bahwa mereka tidak akan cocok lagi, maka
perpisahanlah yang terjadi.
Setelah perpisahan terjadi, Pak Bram tidak meminta berbagi harta
gono-gini. Rumah beserta isinya dia serahkan pada mantan istri dan diwariskan
ke anaknya. Kemudian Pak Bram pergi ke Kota Seribu Bulan Sabit, yaitu Kota
Palembang, dia merantau sebatang kara. Dia tidak membawa apa-apa, kecuali satu
buntalan pakain dia gendong.
Dengan berjalan kaki, kadang menumpang mobil truk,
dia akhirnya sampai di Kota Palembang. Di Kota Palembang dia memulai kehidupan
baru. Sampai sekarang Pak Bram belum menikah lagi. Tinggal seorang diri di
sebuah rumah sederhana yang sudah miliknya. Sementara sang istri sudah menikah
dengan orang lain. Pak Bram memilih sendiri karena merasa tidak percaya lagi
dengan wanita.
Kesedihan hidupnya dia pendam sendiri, dan dia serahkan pada
tuhan yang maha esa. Beberapa butir air mata mengalir di pipih keriput pak
Bram. Pak Bram bilang, jangan pernah membohongi orang yang menyayangi
mu, karena hatinya dapat merasakan apa yang kamu sembunyikan, juga dapat
melihat yang tidak kamu lihat di dalam dirimu.
Hikmanya.
Apabila
anda seorang istri usahakan jangan terlalu dekat dengan siapa pun, kecuali
saudara kandung dan ayah kandung. Apabila memiliki ipar lelaki agar jangan
terlalu dekat. Pakailah hijab, dan selalu berpakaian tertutup. Jangan mengumbar
kebaikan kepada lelaki berlebihan walaupun anda tidak ada niat
apa-apa.
Intinya bagaimana cara agar tidak menimbulkan syak wasangka negatif
dari suami anda. Apabila anda seorang adik, kakak, paman, keponakan, apabila
serumah dengan keluarga anda yang memiliki istri agar menjaga tingkah-laku.
Jangan terlalu dekat, berusahalah untuk tidak membuat curiga saudara anda.
Apabila anda kebetulan berdua di rumah dengan istri saudara anda, maka carilah
alasan untuk pergi sementara menunggu suaminya pulang, atau keluarga lain yang
pulang. Apabila anda seorang ayah, ibu, atau saudaranya, jangan menitipkan anak
lelaki anda di rumah saudaranya yang beristri terlalu lama karena alasan
pendidikan, sedangkan anda tahu kalau anak atau saudara mu jarang di rumah
karena urusan pekerjaan.
Tinggal serumah yang dimaksudkan di sini adalah ketika satu rumah itu
tidak banyak orang, hanya terdiri dari, anda, saudara anda, dan istrinya,
beberapa anak kecil. Begitu pun dengan pekerjaan saudara anda yang mungkin
bekerja seharian. Sehingga di rumah, lebih sering anda berdua dengan istri
saudara anda.
Tetapi lebih baik, anda pindah dan mengontrak dari
pada membuat syak wasangka dari saudara anda. Jangan hanya memikirkan hemat
uang kontrakan, alasan saudara, karena anda masih kuliah, anda tetap serumah dengan
orang yang berkeluarga dengan keadaan seperti itu. Seks itu tidak ada yang
dapat mengikatnya, kecuali saudara kandung, itupun masih sering terjadi
pemerkosa adik dan pemerkosa anak.
Seorang saudara laki-laki anda akan serba
salah, apabila dihadapkan dengan hal seperti ini. Antara adik dan istrinya. Di
sisi lain saudaranya, di sisi lain istrinya dan pemikirannya. Maka dia sulit
berbuat, kecuali lebih sering marah-marah didorong perasaan syak wasangka.
Karena ingatlah apabila rasa tidak percaya itu tertanam, maka perpisahanlah
yang terjadi.
Ambilah hikmanya, jangan menyusakan saudara anda sendiri. Dengan alasan
bersaudara, tentu anda tidak mau menusuk saudara anda dari belakang. Sebelum
itu terjadi, lebih baik anda berpikir dua kali. Itulah mengapa adat-istiadat
harus anda pakai, dan ajaran agama harus anda ketahui. Kenapa disebut Pak Bram
yang sabar, karena pak Bram tidak melakukan pembunuhan. Biasanya seorang lelaki
akan membunuh lelaki yang mengganggu keluarganya.
Oleh:
Joni Apero
Catatan:
Yang mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi
teman-teman yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi,
pantun, cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera,
biografi diri sendiri, resep obat tradisional, quote, artikel, kata-kata
mutiara dan sebagainya.
Kirim
saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan
sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan
diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama
pengirim.
Sertakan
nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis.
Jumlah karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: joni_apero@yahoo.com.
idline: Apero Fublic. whatsApp: 081367739872.
Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.
Sy. Apero Fublic
Via
Cerpen
Post a Comment