Syarce
Pelakon Opera dan Drama
Apero Fublic.- Syarce. Aku
berjalan di tanah negeri ini, semakin hari semakin jauh. Telah lama aku
mengembara, sepanjang umurku. Seiring berjalan aku belajar banyak hal, dan menyaksikan
banyak hal. Banyka opera dan teater yang dipentaskan. Hampir di sepanjang jalan
pengembaraan ku. Pada awalnya aku berpikir teater adalah cerita rakyat, tetapi
itu cerita laknat. Aku mengira drama dongeng yang indah, tetapi itu hanyalah
cerita yang direka.
Saat aku mulai mengerti dibalik tirai yang bermain. Ada
penulis naskah, ada pembuat topeng, ada penata rias, ada pelatih, ada pelakon.
Oh, beginikah kiranya sehingga terjadi drama dan opera yang indah itu. Sehingga
aku tahu, inilah dunia yang begitu buruk rupa. Dunia yang penuh drama-drama.
Aku melihat naska-naska drama itu, ternyata akupun terdaftar sebagai pelakon.
Tetapi peranku tidak mencolok, bukan pemeran utama.
Aku hanya berperan sebagai pengembara. Dimana aku bertugas meratap dan
menangis. Dalam perjalanan sebagai pelakon ini, aku melalui dunia yang tandus.
Tetapi dunia itu kaya akan kekayaan alamnya, banyak nikmatnya. Tetapi alamnya
yang kaya, berbeda dengan pelakon di dalamnya. Disini semua pelakonnya manusia
kerdil dan kecil-kecil. Mereka sekolah tapi tak berilmu.
Mereka belajar tapi
tak terdidik. Sehingga drama dan opera di negeri tandus tapi kaya raya ini,
seperti nyanyian kurcaci-kurcaci di kursi-kursi. Aku begitu sedih dengan
memperhatikan kehidupan pelakon di negeri ini. Mereka melakonkan sebagai
perusak moral, juga perusak lingkungan hidupnya. ada juga pelakon menjadi
hewan-hewan, jadi anjing, jadi babi, jadi tikus, jadi ular, jadi hantu, jadi
kerbau, jadi monyet, dan banyak lagi.
Sangat sedikit pelakon kebaikan. Kerusakan
yang tampak di san-sini. Dari jalanan sampai politik tingkat tinggi. Belum lagi
masalah neo-feodalisme, sukuisme, korupsi, dan sekularisme tanpa batas. Mereka
suka ikut-ikutan berlakon jadi orang asing, dari pada mengikuti nenek
moyangnya.
Sehingga tenggelam semua akar budaya bangsa ini, hidup pun seperti
di negeri asing. Baju-baju, adab-adab, sastra-sastra, semua mereka lakonkan
mirip orang asing. Sehingga pengembara seperti aku, sulit membedakan mereka
dengan pelakon asli, orang asing atau dengan pelakon hewan-hewan.
Betapa lebur-nya kubangan dosa-dosa yang terus merajalela.
Orang-orang yang tidak mengindahkan pesan agama. Mulai melupakan adat istiadat,
dan sebagai orang-orang timur. Begitu pun yang muslim yang hanya sebatas
identitas saja. Aku bermimpi bilakah aku dapat berbuat sesuatu untuk kebaikan
negeri ini.
Tetapi aku dalam drama ini, dipentas opera ini, lakonku hanyalah
pengembara. Lakonku bukan lakon seorang pemimpin, bukan juga ulama, bukan
hakim atau penegak hukum. Aku hanyalah pemeran dari seorang pengembara
yang tidak punya talenta. Aku juga seorang diri tanpa teman. Tidak ada yang
dapat di perbuat pengembara, untuk negeri yang memperihatinkan ini.
Sehingga
aku akan berkelana selamanya. Menonton drama dan opera-opera di panggung yang
rendah. Llau mengembara, melalui lembah-lembah hitam, jurang-jurang dalam,
untuk menyaksikan keburukan-keburukan itu. Dalam perjalanan ini, sambil berlalu
aku menitip pesan tentang opere dan drama-drama.
Pesan.
Pajar
menyinsing.
Di
belahan bumi terjaga.
Nyaian-nyaian
alam bersahutan.
Di
sambut mekaran-mekar bunga.
Di
iringi irama kicawan burung.
Berjuta-juta
anak manusia.
Berlari-lari
memburu Nasip.
Tenggelam
dalam gelombang hidup.
Ada
tawa-tawa, tersenyum, indah dan ceria.
Ada
tangis pilu menyayat.
Suka
duka dan lara.
Intrik,
mencuri dan menipu.
Dan
bersia-sia diri dengan narkotika.
Berzina,
menjilat, korupsi. mabuk
Sungguh
besar perut manusia.
Menelan,
menyimpan , memendam.
Bagai
air di daun keladi.
Bagai
tapak di padang pasir.
Semua
kembali seperti tanah.
Pohon
yang rapuh, roboh dan jatuh.
Rajawali
bercakar pun jatuh.
Apa
yang kita cari.
Apa
yang kita banggakan.
Bila
menghadap Tuhan.
Kita
tinggalkan kegagalan.
Kita
tinggalkan keberhasilan.
Kita
tinggalkan semua rasa-rasa.
Seperti
debu-debu tertiup angin.
Bagai
daun kering.
Nama
pun tinggal kenangan.
Dunia
milik siapa.
Dunia
milik tuhan.
Yang
abadi hanyalah waktu.
Pesan,
hanya berkesan.
Bagi
hati yang ada sedikit iman..
Pesan
terdengarkan.
Bagi
yang berakal sehat, lagi berilmu.
Pesan
terabaikan.
Di
ujung masa ini.
Oleh:
Joni Apero
Editor. Desti. S.Sos.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang, 2013.
Syarce. Objektif.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang, 2013.
Syarce. Objektif.
Catatan: Yang
mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman
yang ingin mengirim atau menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun,
cerpen, cerita pengalaman hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi
diri sendiri, resep obat tradisional, quote, artikel, kata-kata mutiara
dan sebagainya.
Kirim saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya
kirimannya hasil tulisan sendiri, dan belum di publikasi di media lain.
Seandainya sudah dipublikasikan diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak
cipta akan ditulis sesuai nama pengirim.
Sertakan nama lengkap, tempat menulis,
tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah karya tulis tidak terbatas,
bebas. Kirimkan lewat email: joni_apero@yahoo.com. idline: Apero
Fublic. Messenger. Apero fublic. Karya
kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.
Sy. Apero Fublic
Via
Syarce
Post a Comment