Artikel
Problematika Prilaku Destruktif Pada Anak Usia Dini
Apero Fublic.- Pendidikan
anak usia dini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukn kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesipan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
Tujuan utama taman kanak-kanak adalah
membantu mepengakuan, meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, perilaku,
keterampilan dan kreativitas yang diperlukan oleh anak dalam pertumbuhan serta
perkembangan selanjutnya. Dalam tumbuh kembangnya, anak usia taman kanak-kanak
selalu mengikuti irama perkembangannya. Pada masa usia ini disebut juga dengan
istilah masa keemasan (golden ages).
Pada umumnya aspek perkembangan anak usia dini ada enam, yaitu aspek
perkembangan nilai agama dan moral, aspek perkembangan fisik motorik, aspek
perkembangan kognitif, aspek perkembangan sosial-emosional dan aspek
perkemabangan bahasa, serta yang terakhir aspek perkembangan seni.
Dalam setiap
aspek tersebut terdapat masalah-masalah atau gangguan-gangguannya atau yang
disebut psikopatologi karena istilah ini sebenarnya berarti kajian tentang
perilaku abnormal ata gangguan mental, namun sering sering juga dipakai dengan
istilah lain bagi kedua istilah tersebut.
Berdasarkan
apa yang telah kita ketahui bahwa nilai agama dan moral merupakan masalah yang
sangat penting karena menyangkut keaman, ketertiban dan kesejahteraan hidup
individu dan masyarakat. Sehingga masalah gangguan agama dan moral harus
mendapatkan perhatian yang cukup intens. Terutama bagi para pendidik, orang
tua, ulama dan masyarakat atau ahli terapi.
Beberapa
macam masalah atau gangguan yang terdapat dalam nilai agama dan moral seperti gangguan
pervasif anak yang IQ di bawah 70, gangguan dalam berinteraksi dengan
lingkungan, keterlambatan dalam perkembangan tumbuh kembang individu dan
gangguan perilaku destruptif.
Perilaku distrutif pada anak seringkali dijumpai dlam kehidupan sehari-hari.
Gangguan ini ditandai dengan anak-anak kurang memahami aturan sosial dan
menunjukkan perilaku menentang pada berbagai situasi. Misalnya, saat tidak
mendapatkan sesuatu yang diinginkan, anak berteriak atau memukul orang lain.
Hal ini menunjukkan kekurang mampuan anak dalam memahami situasi sosial dan
kecenderungan untuk melakukan kondisi yang tidak menyenangkn bagi orang lain.
Pada penelitian ini, peneliti mengamati bahwa perilaku distruptif ini dapat kit
pahami bahwa perilaku yang dapat mengggagu orang lain.
Menurut Mathys & Lochman, distruptive behavior atau disebut perilaku
distruptif yaitu prilaku yang tidak pantas, jika perilaku tersebut sering
muncul, tidak hanya hubungan seorang anak dengan sesama temannya saja yang
terganggu, melainkan dengan orang dewasa itut terganggu.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku distruptif merupakan
suatu perilaku yang menyimpang dari perilaku pada umumnya yang dapat mengganggu
dan merugikan orang lain bisa juga disebut dengan tindak kriminal. Ada
empat faktor penyebab terjadinya perilaku distruptif pada seseorang, terutama
pada anak-anak, yaitu :
1. Faktor
genetik atau biologis.
Faktor genetik menjadi dasar karakteristik seseorang atau presdisposisi. Berdasarkan dari perbedaan jenis kelamin, dinyatakan bahwa anak laki-laki lebih distruptif dibanding anak perempuan.
Faktor genetik menjadi dasar karakteristik seseorang atau presdisposisi. Berdasarkan dari perbedaan jenis kelamin, dinyatakan bahwa anak laki-laki lebih distruptif dibanding anak perempuan.
2. Faktor
Keluarga.
Terkait dengan disfungsi orang tua dalam mengasuh anak. Orang tua pengaruh besar terhadap perkembangan tingkah laku dan emosi anak-anak mereka, dan beberapa cara pngasuhan yang tidak tepat dapat menyebabkan masalah pada anak.
Terkait dengan disfungsi orang tua dalam mengasuh anak. Orang tua pengaruh besar terhadap perkembangan tingkah laku dan emosi anak-anak mereka, dan beberapa cara pngasuhan yang tidak tepat dapat menyebabkan masalah pada anak.
3. Faktor
Lingkungan.
Faktor lingkungan atau keadaan di sekitar seseorang yang terkait dengan sosial ekonomi rendah atau kemiskinan, juga dapat menyebabkan perilaku ini sehingga memunculkan permasalahan perilaku antisosial.
Faktor lingkungan atau keadaan di sekitar seseorang yang terkait dengan sosial ekonomi rendah atau kemiskinan, juga dapat menyebabkan perilaku ini sehingga memunculkan permasalahan perilaku antisosial.
4. Akibat
Trauma.
Akibat trauma juga menjadi faktor penyebab dari perilaku ini, karena pada dasarnya setiap orang akan mendapat pelajajaran dari peritiwa yang telah dialaminya.
Akibat trauma juga menjadi faktor penyebab dari perilaku ini, karena pada dasarnya setiap orang akan mendapat pelajajaran dari peritiwa yang telah dialaminya.
Keempat
faktor tersebut sangat merupakan faktor penyebab munculnya perilaku distruptif
pada anak maupun remaja menuju dewasa, karena pada dasarnya perilaku ini,
sangat mengganngu orang lain untuk mendaptkan perhatian.
Jadi kesimpulan dari hasil penelitian tentang agangguan perilaku
distruptif yang pernah saya teliti di sebuah RA pada kelompok bermai B usia 5-6
tahun di Palembang, pada umumnya pola perilaku gangguan distruptif pada anak
ini ditandai dengan adanya tingkah laku anak yang tidak seperti pada umumnya.
Seperti suka marah secara tiba-tiba, mengamuk, merengek atau menangis yang
berlebihan, menuntut perhatian, tidak patuh, melawan, melakukan agresivitas
yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain, mecuri, berbohong,
merusak brang dan kenakalan.
Perilaku destruptif dapat juga di atasi walaupn tidak semaksimal mungkin
namun setidaknya anak tersebut dapat bersosiisasi dengan lingkungan, berikut
cara mengatasi anak yang berperilaku distruptif yaitu dengan cara belajar
sambil bermain dan bermain peran, dan lain sebagainya yang dpat menimbulkan
peningkatan perkembangan anak.
Penanganan
secara dini perlu diterapkan pada kasusu-kasus perilaku distruptif, yakni
dengan pemberian tritmen secara segera, yaitu ketika perilaku distruptif
dideteksi dimasa prasekolah atau sekolah dasar. Adapun kaidah pembelajaran
untuk membantu anak berpetilaku ini adalah:
a. Belajar
Sambil Bermain.
Guru menyediakan aktivitas dalam pembelajaran, seperti teka teki silang kata, oleh karena itu anak yang mempunyai tingkah laku distruptif akan tertarik untuk terlibat sama dalam kegiatan pemebelajaran.
Guru menyediakan aktivitas dalam pembelajaran, seperti teka teki silang kata, oleh karena itu anak yang mempunyai tingkah laku distruptif akan tertarik untuk terlibat sama dalam kegiatan pemebelajaran.
b. Main
Peran.
Melibatkan tokoh dan anak diminta menjadi tokoh yang memainkan peran tersebut akan tertarik dan guru akan merumuskan di akhir pembelajaran.
Melibatkan tokoh dan anak diminta menjadi tokoh yang memainkan peran tersebut akan tertarik dan guru akan merumuskan di akhir pembelajaran.
Demikianlah
sedikit buah pena saya, semoga bermanfaat, saran dan krtiknya yang
membangunan saya nantikan. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
Oleh: Eva Diana.
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang, 9 Deseber 2018.
Sumber foto. Eva Diana.
NIM. 1652710011. Mahasiswi UIN Raden Fatah Palembang. Program Studi Pendidikan Islam anak Usia Dini angkatan 2016.
Oleh: Eva Diana.
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang, 9 Deseber 2018.
Sumber foto. Eva Diana.
NIM. 1652710011. Mahasiswi UIN Raden Fatah Palembang. Program Studi Pendidikan Islam anak Usia Dini angkatan 2016.
Sy. Apero Fublic
Via
Artikel
Post a Comment