Ilmu Kesastraan
(Hooykaas, 1952).
(Wilkinson, 1907).
(Skeat’s Malay Magic).
Mati ditimpa kalima.
Sumber:
Edwar Djamaris. Menggali Khazana Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia
Lama). Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Mantera: Bentuk Sastra Permulaan
Apero Fublic.- Salah
satu jenis sastra lama Indonesia adalah Mantera. Mantera adalah bentuk gubahan
bahasa yang diresapi oleh kepercayaan kepada dunia yang gaib dan sakti. Gubahan
bahasa dalam dalam mantera itu mempunyai seni kata yang khas pula. Kata-katanya
dipilih secermat-cermatnya, kalimat tersusun dengan rapi, kalimatnya tersusun
dengan rapi, begitu pun dengan iramanya.
Isinya
dipertimbangkan dalam-dalam, ketelitian dan kecermatan memilih kata-kata,
menyusun lirik. Yang terpenting dalam mantera adalah menekankan iramanya untuk
menimbulkan tenaga gaib. Dalam melapalkan mantera, mantera harus diucapkan
semestinya, tidak boleh salah kata, salah lagu, dan salah iramanya. Maka
apabila terjadi akan hilang kekuatan gaib dan yang ingin di hasilkan. Pada
waktu itu, seseorang penggubah mantera memiliki keyakinan dengan kekuatan
mantera.
Menurut
S. Takdir Alisjahbana mantera adalah golongan bahasa berirama. Dalam bahasa
berirama, iramalah yang sangat penting. Begitu pun dengan mantera, untuk
membangkitkan tenaga gaib-nya mantera memerlukan irama. Mantera timbul dari
suatu hasil imajinasi dalam alam kepercayaan animisme. Mereka percaya kepada
hantu, jin, setan, dan benda-benda keramat dan sakti.
Hantu,
jin, dan setan, itu menurut anggapan masa kepercayaan animisme dan dinamisme
ada yang baik dan yang jahat. Hantu-hantu jahat adalah hantu yang mengganggu
manusia seperti menyebabkan sakit atau menyebabkan kesialan. Sedangkan hantu,
setan, dan jin yang baik akan membantu manusia, seperti membantu berburu,
mencari ikan, bertani. Dalam berburu rusa mereka mengucapkan mantera terlebih
dahulu agar dapat rusa yang besar, mudah, terhindar dari mara bahaya. Berikut ini
adalah contoh mantera berburu rusa.
Mantra
Berburu Rusa.
Sirih lontar pinang lontar.
Terletak diatas penjuru.
Hantu buta, jembalang buta.
Aku mengangkatkan jembalang rusa.[1]
Sirih lontar pinang lontar.
Terletak diatas penjuru.
Hantu buta, jembalang buta.
Aku mengangkatkan jembalang rusa.[1]
Dalam
berburu rusa tersebut tentu mereka juga akan berhadapan dengan bermacam-macam
binatang buas. Seperti harimau, ular, beruang, buaya. Untuk itu ada juga
mantera yang dibacakan untuk memberanikan diri melawan harimau. Dengan mantera
ini, harimau akan pergi dan menghindari mereka yang sedang berburu rusa, mencari
kayu, menangkap ikan, dan sebagainya dalam aktivitas di hutan. Berikut adalah
contoh mantera untuk masuk hutan.
Hai,
si gempar alam.
Gegap gempita.
Jarum besi akan rumahku.
Jarum tembaga akan rumahku.
Ular bisa akan janggutku.
Buaya akan tongkat mulutku.
Harimau menderam diperigiku.
Gajah mendering bunyi suaraku.
Suaraku seperti bunyi halilintar.
Bibir terkatup, gigi terkunci.
Jikalau bergerak bumi dengan langit.
Bergeraklah hati engkau.
Hendak mara atau hendak membinasakan aku.[2]
Gegap gempita.
Jarum besi akan rumahku.
Jarum tembaga akan rumahku.
Ular bisa akan janggutku.
Buaya akan tongkat mulutku.
Harimau menderam diperigiku.
Gajah mendering bunyi suaraku.
Suaraku seperti bunyi halilintar.
Bibir terkatup, gigi terkunci.
Jikalau bergerak bumi dengan langit.
Bergeraklah hati engkau.
Hendak mara atau hendak membinasakan aku.[2]
Dalam
mencari nira pohon aren pun orang-orang zaman dahulu memiliki mantera untuk
membujuk pohon aren agar mengeluarkan nira yang banyak.
Al-salamu
alaikum putri sa-tokong besar.
Yang beralun berkilir si mayang.
Se gedaba mayang.
Putri tujuh dara dang mayang.
Mari kecil kemari.
Mari senik kemari.
Mari halus kemari.
Aku memaut lehermu.
Aku membawa sedap gading.
Aku membasu mukamu.
Sedap gading merancong kamu.
Kaca gading menadahkanmu.
Kalam gading menati di bawamu.
Bertepok berkecar di dalam kolam gading.
Kalam bernama maharaja bersalin.[3]
Yang beralun berkilir si mayang.
Se gedaba mayang.
Putri tujuh dara dang mayang.
Mari kecil kemari.
Mari senik kemari.
Mari halus kemari.
Aku memaut lehermu.
Aku membawa sedap gading.
Aku membasu mukamu.
Sedap gading merancong kamu.
Kaca gading menadahkanmu.
Kalam gading menati di bawamu.
Bertepok berkecar di dalam kolam gading.
Kalam bernama maharaja bersalin.[3]
Kemudian
ada juga mantera untuk menghadapi hantu, jin, roh jahat, agar tidak mengganggu.
Dalam pandangan orang Melayu dahulu (mungkin sebagian sampai sekarang), jenis
hantu, jin, roh gentayangan, hantu, tinggal di hutan, gunung, pohon, gua-gua,
rawa-rawa, gaung, dan tempat-tempat seram lainnya. Untuk menghadapi makhluk
halus tersebut maka ada mantera yang dibaca saat mendatangi tempat-tempat
tersebut.
Assalamualaikum,
anak cucu hantu pemburu
Yang
diam dirimbah sekampung
Yang
duduk diceruh banir
Yang
bersandar di pinang burung
Yang
berteduh di bawa tukas
Yang
berbulukan daun resam
Yang
bertilamkan daun lirik
Yang
berbuai di medan jelawai
Tali
buaya semambu tunggal
Kurnia
tengku Sultan Berumbingan
Yang
diam di Pagarruyung
Rumah
bertiang terus jelatang
Rumah
berbendul bayang-bayang
Bertaburkan
batang purut-purut
Yang
berbulu roma sungsang
Yang
menaruh jala lalat
Yang
bergendang kulit tuma
Janganlah
engkau mungkir setia padaku!
Matilah
engkau ditimpa daulat empat penjuru alam!
Matila
engkau ditimpa malaikat yang empat puluh empat?
Mati
ditimpa tiang ka’bah.
Mati
disula Besi Kawi
Mati
dipanah halilintar
Mati
disambar kilat senja
Mati
ditimpa Qur’an tiga puluh jus
Dari
mantera-mantera di atas dapat di pahami bahwa mantera ini sudah mendapat
pengaruh Islam. dengan memulai matra dengan kata Assalamualaikum, Kalimah, Al-Quran,
adalah bentuk kata-kata dalam Islam. sebelumnya mantera-mantera juga mengalami
masa-masa pengaruh Hindu dan Buddha.
Mantera-mantera
masa ini masih dapat dilacak. Namun mantera permulaan sebelum adanya pengaruh
kebudayaan Hindu dan Buddha, dan Islam belum dapat di simpul-kan. Di zaman
modern di saat terbuka ilmu pengetahuan mantera berangsur-angsur menghilang di
tengah masyarakat Melayu atau Indonesia. Sesungguhnya sangat banyak ragam
mantera yang tersebar di tengah masyarakat. Mantera penyembuhan penyakit,
mantera pengusir penunggu tanah, mantera pembungkam lawan atau musuh.
Mantera
lari cepat, mantera penawar racun, mantera supaya kuat, matra agar disegani,
matra agar tampak cantik atau tampan, dan yang paling populer adalah mantera
pelet. Kepercayaan akan mantera masih tinggi di tengah masyarakat walau
penggunaan mantera tidak lagi berkembang. Masyarakat mulai meninggalkan budaya
mantera di mana kerasionalan meningkat yang di dorong ilmu pengetahuan, dan
berkembangnya tingkat pemahaman agama Islam.
Oleh.
Joni Apero
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 24 Juni 2019.
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, 24 Juni 2019.
Catatan: Yang
mau belajar menulis: mari belajar bersama-sama: Bagi teman-teman yang ingin mengirim atau
menyumbangkan karya tulis seperti puisi, pantun, cerpen, cerita pengalaman
hidup seperti cerita cinta, catatan mantera, biografi diri sendiri, resep obat
tradisional, quote, artikel, kata-kata mutiara dan sebagainya.
Kirim saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama pengirim.
Sertakan nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: joni_apero@yahoo.com. idline: Apero Fublic. Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.
Kirim saja ke Apero Fublic. Dengan syarat karya kirimannya hasil tulisan sendiri, dan belum di publikasi di media lain. Seandainya sudah dipublikasikan diharapkan menyebut sumber. Jangan khawatir hak cipta akan ditulis sesuai nama pengirim.
Sertakan nama lengkap, tempat menulis, tanggal dan waktu penulisan, alamat penulis. Jumlah karya tulis tidak terbatas, bebas. Kirimkan lewat email: joni_apero@yahoo.com. idline: Apero Fublic. Messenger. Apero fublic. Karya kiriman tanggung jawab sepenuhnya dari pengirim.
1]Edwar Djamaris. Menggali
Khazana Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta: Balai
Pustaka, 1990, h. 21.
[2]Edwar Djamaris. Menggali
Khazana Sastra Melayu Klasik. h. 21-22.
[3]Edwar Djamaris. Menggali
Khazana Sastra Melayu Klasik. h. 22-23.
[4]Edwar Djamaris. Menggali
Khazana Sastra Melayu Klasik. h. 22-23.
Sy. Apero fublic
Via
Ilmu Kesastraan
Post a Comment