Sastra Klasik
Bersepakat dengan Sang Raja Kediri
Sang
Raja Jayakatwang.[1]
Sumber dan Hak Cipta: Kadir Tisna Sujana dan Rusman
Sutiasumarga. Babad Majapahit. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1987.
Wawacan. Babad Majapahit
Apero Fublic.- Sastra memberikan
sumbangan pemikiran dan perkembangan peradaban pada suatu bangsa. Indonesia
yang sangat kaya dengan kebudayaan bangsanya memiliki banyak cerita sastra masa
lalu yang baik berupa naskah, cerita lisan, tembang, pantun, syair, dan sebagainya.
Sedangkan babad adalah jenis tulisan-tulisan yang berhubungan dengan sejarah
dari budaya Jawa dan budaya Bali.
Kemudian istilah wawacan berganti dengan sastra
berupa prosa sebagaimana mengikuti perkembangan sastra modern Indonesia. Salah
satu wawacan yang terkenal sampai sekarang adalah Babad Majapahit. Dalam
wawacan menceritakan tentang kerajaan Singasari dan Kediri yang selanjutnya
sebagai cikal-bakal berdirinya Kerajaan Majapahit.
Legenda yang sangat populer ini telah di filmkan beberapa kali dalam bentuk episode-episode. Ada episode 80-an dan ada episode 2000-an dimana cerita tetap sama tetapi yang berbeda teknologi dan bintang-bintang perannya. Berikut cuplikan wawacan Babad Majapahit.
Majapahit
adalah negara Tradisional ke dua Indonesia, sebagai pengganti Kerajaan
Sriwijaya yang menjadi negara tradisional pertama Indonesia. Majapahit sebuah
kerajaan besar di Asia Tenggara antara tahun 1293 hingga 1500 Masehi. Wawacan
babad Majapahit berarti, suatu cerita sastra sejarah tentang Kerajaan
Majapahit. Wawacan, salah satu bentuk karya sastra bangsa Indonesia. Istilah
wawacan lahir di dataran Sundah yang populer di abad ke 19 dan ke 20.
Legenda yang sangat populer ini telah di filmkan beberapa kali dalam bentuk episode-episode. Ada episode 80-an dan ada episode 2000-an dimana cerita tetap sama tetapi yang berbeda teknologi dan bintang-bintang perannya. Berikut cuplikan wawacan Babad Majapahit.
Dandanggula
Dandanggula
permulaan gending
Awal
kisah pembuka cerita
Cerita
yang punya lakon
Yang
ingin jadi ratu
Mengalami
jalan sukar-rumit
Merebut
singgasana
Bila
tak ditulung
Samar
sampai terlaksana
Peristiwanya
belum jauh sampai kini
Di
zaman Hindu murba.
Zaman
murba ‘sluruh tanah Jawi
Wilayah
timur yang akan dipapar
Yang
sekarang masih ada
Bekasnya
masih utuh
Masih
dapat menjadi saksi
Saksi
yang menyatakan
Yang
mula diatur
Dekat
Malang yang sekarang
Pada
tahun seribu duaratus lebih
Enam
puluh delapan
Ada
negeri nama Singosari
Atau
Tumapel juga disebutnya
Negara
besar dan ramai
Membawa
banyak ratu
Negeri-negeri
lain mengabdi
Singosari
disembah
Upeti
tiap tahun
Raja-raja
tanah Jawa
Malah-malah
dari sebrang tak sedikit
Pulau-pulau
tetangga.
Dari
Sumatra Borneo dan Bali
Lebih-lebih
yang dari Madura
Dari
Malaka Selebes
Demi
yang jadi ratu
Sri
Kertanegara Narpati
Sangat
‘doyan’ berperang.
Terlalu
percaya akan orang lain
Dengan
sikap masabodo saja
Dan
suka minum-minuman
Buli
maksud diturut
Terlaksana
kehendak hati
Tidak
terkendalikan
Menuruti
nafsu
Bergembira
senang-senang
Dan
hal ini kelak jadi marga-pati
Seperti
akan terkisah.
Anak
empat semunya putri
Tidak
ada mempunyai putra
Namanya
putri Sang Katong
Yang
pertama disebut
Tribuana
Sang Permaisuri
Demi
putri kedua
Putri
ayem-ayu
Mahadei
Dyah Suhita
Yang
ketiga Prajna Paramita Dewi
Gayatri
Penutupnya.
Dua
putri sudah bersuami
Yang
pertama Rahaden Wijaya
Masih
satu keturunan
Putra
Lembu Tal masyhur
Cucu
Narasinga terpuji
Saudara
ayah Baginda
Yang
kedua bertemu
Dengan
raden Ardaraja
Putra
Raja Daha atau pun Kediri
Bernama
Jayakatwang.
Terkisah
Sri Maha Narpati
Sang
Baginda empunya andalan
Pejabat
sangat terpakai
Diasih
dan dijunjung
Dilebihkan
dari yang lain
Melebihi
keluarga
Berkuasa
penuh
Kaki-tangan
Sang Baginda
Banyak
Wide namanya tal asing lagi
s’lalu
di samping raja.
Tapi
sayang meski dikasih
Napsu
buruk tan dapat dicegah
Seperti
banyak Wide
Punya
tekad tak patut
Orang
sayang dipulang benci
Kasih
dibalas khianat
Brani
melawan ratu
Maksud
merusak negara
.............................................................
Pangkur
.............................................................
Juga perihal aturan
Bagaiman cara-caranya Jurit
Diperinci tak terluput
Ringkasnya cukup lengkap
Isi surat menguraikan yang perlu
Utusan yang membawanya
Tak perlu panjang ditulis.
Terkisah waktu datangnya.
Disampaikan kepada Raja Kediri
Sang Raja berkenan sungguh
Membaca isi surat
Wajah cerah dibarengi sering senyum
Lama menanti masanya
Sekarang datang sendiri.
Se’gra ‘manggil Raden Patya.
Dengan Senapati, lalu berunding
Selesai lalu mengutus
Memanggil gulang-gulang
Disuruh menyiarkan sabda Ratu
Berhimpun para komandan
Mengumpulkan perajurit.
Bertalu bunyi canangnya
Berdengungan bergaung seluruh negeri
Para ponggawa berkumpul
Bala-tentara siap
Senapati yang memerintah dan mengatur
Tentara dibagi dua
Yang banyak dan yang sedikit.
Berkata sang Senapati
Hai kepala barisan yang sedikit
Dari utara menyerbu
Lebih dulu menyerang
Menggalakkan sambil memancing si musuh
Agar supaya disangka
Jumlah yang menyerang kecil.
Sudah pasti musuh kita
kan mengejar kita ke arah utara
Dan oleh karena itu
Bagi barisan kuat
Awas-awas jangan kelihatan musuh
Sambil mendekati kota
Bersembunyi hati-hati.
Juga kita harus awas
Sikap laku musuh kita teliti
Bila pergi ke utara
Mengejar lawan kita
Lekas-lekas kalian ke kota masuk
Istana serta isinya
Rebut hingga berhasil.
Aragani dan Rijana
Tangkap saja dan bunuh sampai mati
Janganlah diberi ampun
Jangan diberi maaf
Nah itulah perintah harus diturut
Inilah perintah raja
Selesai segera pergi.[2]
Juga perihal aturan
Bagaiman cara-caranya Jurit
Diperinci tak terluput
Ringkasnya cukup lengkap
Isi surat menguraikan yang perlu
Utusan yang membawanya
Tak perlu panjang ditulis.
Terkisah waktu datangnya.
Disampaikan kepada Raja Kediri
Sang Raja berkenan sungguh
Membaca isi surat
Wajah cerah dibarengi sering senyum
Lama menanti masanya
Sekarang datang sendiri.
Se’gra ‘manggil Raden Patya.
Dengan Senapati, lalu berunding
Selesai lalu mengutus
Memanggil gulang-gulang
Disuruh menyiarkan sabda Ratu
Berhimpun para komandan
Mengumpulkan perajurit.
Bertalu bunyi canangnya
Berdengungan bergaung seluruh negeri
Para ponggawa berkumpul
Bala-tentara siap
Senapati yang memerintah dan mengatur
Tentara dibagi dua
Yang banyak dan yang sedikit.
Berkata sang Senapati
Hai kepala barisan yang sedikit
Dari utara menyerbu
Lebih dulu menyerang
Menggalakkan sambil memancing si musuh
Agar supaya disangka
Jumlah yang menyerang kecil.
Sudah pasti musuh kita
kan mengejar kita ke arah utara
Dan oleh karena itu
Bagi barisan kuat
Awas-awas jangan kelihatan musuh
Sambil mendekati kota
Bersembunyi hati-hati.
Juga kita harus awas
Sikap laku musuh kita teliti
Bila pergi ke utara
Mengejar lawan kita
Lekas-lekas kalian ke kota masuk
Istana serta isinya
Rebut hingga berhasil.
Aragani dan Rijana
Tangkap saja dan bunuh sampai mati
Janganlah diberi ampun
Jangan diberi maaf
Nah itulah perintah harus diturut
Inilah perintah raja
Selesai segera pergi.[2]
..........................................................
Buku Babad
Majapahit ini adalah bentuk tulisan alih bahasa dari tembang berbahasa
Sundah. Diterbitkan oleh Departeman Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1987
di Jakarta. Untuk reka tembang oleh Kadir Tisna Sujana, dan alih bahasa oleh
Rusman Sutiasumarga. Buku terdiri dari 72 halaman, diakhir halaman buku dimuat
keterangan kata-kata yang tidak terdapat dalam Bahasa Indonesia. Seperti kata
dandanggula, kata pangkur dan sebagainya.
Pada
buku Babad Majapahit ini menggunakan bagian-bagian sub cerita
tembang, atau pembatas tembang dengan istilah, dandanggula, pangkur, magatru,
kinanti, dan durma. Dandanggula
nama pupuh yang berbentuk puisi tembang, terdiri atas 10 baris, tiap baitnya
bersajak: i-a-o-u-i-a-u-a-i-a, untuk melukiskan suasana gembira.
Pangkur adalah nama pupuh yang terdiri dari 7 baris tiap baitnya bersajak: a-i-u-a-u-a-i. Untuk melukiskan suasana panas, persiapan perang dan sebagainya. Magatru adalah nama pupuh terdiri dari 5 baris, tiap baris bersajak: u-i-u-i-o.
Pangkur adalah nama pupuh yang terdiri dari 7 baris tiap baitnya bersajak: a-i-u-a-u-a-i. Untuk melukiskan suasana panas, persiapan perang dan sebagainya. Magatru adalah nama pupuh terdiri dari 5 baris, tiap baris bersajak: u-i-u-i-o.
Untuk
melukiskan suasana prihatin. Kinanti adalah nama pupuh yang terdiri dari 6
baris bersajak: u-i-a-i-a-i untuk melukiskan kesedihan atau asmara. Sedangkan
durma adalah nama pupuh yang terdiri dari 7 baris, tiap bait yang bersajak:
a-i-a-a-i-a-a. Akhiran bait ini bukan dalam Bahasa Indonesia tapi dalam Bahasa
Sundah. Babad Majapahit terdiri dari 251 bait.
Tiap bait diatur menurut pupuh atau bagian-bagian yang baris liriknya konsisten. Apabila sebuah pupuh menerapkan enam baris lirik tembang maka sampai pupuh berikutnya lirik bait-baitnya tetap enam baris. Sampul buku berwarna kuning dan bergambar monas.
Tiap bait diatur menurut pupuh atau bagian-bagian yang baris liriknya konsisten. Apabila sebuah pupuh menerapkan enam baris lirik tembang maka sampai pupuh berikutnya lirik bait-baitnya tetap enam baris. Sampul buku berwarna kuning dan bergambar monas.
Oleh:
Joni Apero.
Editor. Selita. S. Pd.
Palembang, 14 Oktober 2018.
Palembang, 14 Oktober 2018.
[1]Kadir Tisna Sujana dan Rusman
Sutiasumarga, Babad Majapahit, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1987), h. 9-11.
[2]Kadir Tisna Sujana dan Rusman
Sutiasumarga, Babad Majapahit, h. 18-19.
Sy. Apero Fublic
Via
Sastra Klasik
Post a Comment