Budaya Daerah
Adat Genti Duduk Yang Hilang
Apero Fublic.- Dalam
prosesi pernikahan masyarakat Melayu di Sumatera Selatan. Ada tradisi pemberian
benda adat "Genti Duduk. Sekarang, tradisi ini sudah mulai
hilang ditelan zaman. Tinggal sekelompok kecil masyarakat yang masih
menjalankannya.
Tepatnya di Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Itupun dilaksanakan alakadarnya saja tidak menurut adat istiadat lagi. Adat Genti Duduk sudah
mentradisi dari nenek moyang orang Sumatera Selatan sejak dahulu kala.
Tepatnya di Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Itupun dilaksanakan alakadarnya saja tidak menurut adat istiadat lagi.
Adat Genti Duduk adalah bentuk tradisi budaya dalam
prosesi acara pernikahan. Secara bahasa Adat Genti Duduk bermakna:
Kata Genti dalam Bahasa Indonesia berarti ganti.
Kata Duduk secara harfiah menjelaskan kedudukan atau
posisi. Genti Duduk dimaksudkan untuk mengganti atau
menyimbolkan keberadaan anak wanita yang sudah menikah.
Rasa sayang kepada anak
tentu akan selalu membuahkan rindu dari orang tua dan saudara-saudaranya.
Ketika orang tua dilanda kerinduan. Seumpama anaknya yang menikah, jarang
pulang. Tinggal jauh di negeri orang atau diperantauan. Keluarganya dapat
melihat benda adat Genti Duduk tersebut sebagai obat rindu dan
mengenangnya.
Untuk benda-benda Genti Duduk dipergunakan
benda-benda budaya, yang tahan lama. Seperti senjata tradisional
masyarakat setempat atau daerah lain. Karena di kawasan Sumatera Selatan
memiliki jenis-jenis senjata tradisional berbeda-beda. Seperti pisau ambai
ayam, kuduk, gobang, kujur, pedang,
mandau dan sebagainya.
Ilustrasi pemberian Genti Duduk: Misalnya seorang bujang
Melayu Basema (Pagaralam) menikah dengan gadis Melayu Sekayu. Pengantin dari
Basma memberikan Genti Duduk berupa senjata
tradisional dari Basma, misalnya pisau kuduk atau senjata
tradisonal lain dari Basma. Apabila melihat genti duduk itu nantinya masyarakat
akan mengetahui kalau si pengantin (menantu) laki-laki dari Basema.
Contoh lain
di dalam daerah sendiri: Seandainya bujang Melayu Sekayu menikah dengan gadis
Sekayu maka pemberian genti duduk sesuai dengan benda budaya di Daerah Sekayu
atau daerah lain sesuai kesepakatan. Selain senjata tradisonal atau Genti
Duduk boleh juga pakaian adat setempat. Genti
Duduk juga dapat berupa kain tradisiona, yaitu kain songket atau
pakaian dari songket. Kain songket biasanya netral karena dianggap milik
masyarakat bersama Sumatera Selatan.
Genti Duduk tidak boleh dijual harus dijaga baik-baik.
Maka Genti Duduk tidak boleh sesuatu yang berharga,
misalnya emas, perak dan lainnya. Dalam fhiloshofi Melayu tidak boleh benda
berharga. Karena Genti Duduk benda yang sakral atau
dikeramatkan keluarga.
Genti Duduk ibaratkan anak mereka dalam
wujud lain, di rumah. Kedua, bermakna kalau keluarga itu sangat berharga dan
tidak dapat dinilai dengan materi. Ketiga, ikatan keluarga tidak boleh
berdasarkan sesuatu yang berharga atau berdasarkan materi. Tapi berdasarkan
nilai-nilai luhur yang ikhlas.
Dalam perkembangannya adat Genti Duduk mulai dilupakan
masyarakat Melayu Sumatera Selatan. Di Kabupaten Musi Banyuasin pemberian Genti
Duduk sudah jarang dilakukan. Kalau pun ada pemberian Genti
Duduk tidak lagi mengikuti adat. Misalnya pemberian Genti
Duduk bersamaan saat musyawara keluarga dalam pembahasan acara
pernikahan.
Kemudian Genti Duduk bukan berupa benda budaya
milik masyarakat asli Indonesia. Tapi berupa senjata atau benda-benda yang
membeli di toko-toko. Misalnya, samurai yang merupakan senjata tradisional
bangsa Jepang (salah kapra). Sehingga pelaksanaan Adat Genti Duduk kurang
tepat.
Menurut orang tua, pemberian Genti Duduk itu, sesaat
setelah akad nikah sah. Sebab, saat itulah pengantin wanita akan ikut suaminya.
Kalau belum akad nikah berarti belum ikut suami statusnya. Pemberian Genti
Duduk dilakukan sama khalayaknya memberikan benda pusaka. Dilengkapi
kotak kecil berukir sesuai benda yang diberikan.
Boleh diserahkan oleh orang
tua atau wali dari mempelai laki-laki. Kepada orang tua atau wali mempelai
perempuan. Pemberian Genti Duduk yang sangat tepat: Yaitu
diserahkan pada ibu mempelai wanita oleh mempelai laki-laki. Saat menyerahkan,
mempelai laki-laki harus berjanji akan menjaga anaknya sama seperti sang ibu
menjaganya. Akan memperlakukan anaknya sama seperti ibunya memperlakukannya
sebelum menjadi istrinya.
Kadang ibu dan ayah mempelai wanita tidak kuat. Kadang ada yang pingsan,
paling tidak menangis. Sehingga sering diwakilkan pada wali atau keluarga dekat
mempelai wanita. Mengapa demikian? "kata orang tua !!!. Karena sang ibu
yang paling menderita membesarkan anaknya. Dari melahirkan, membesarkan,
mendidik sang anak perempuannya. Tapi setelah dewasa anak pergi menikah.
Ibunya
takut anaknya menderita atau diperlakukan tidak baik oleh suami dan keluarga
suaminya. Pemberian Genti Duduk untuk menghibur sang ibu dan
sang ayah. Menantu meyakinkan kalau dia akan memperlakukan dan menyayangi sama
halnya seperti mereka lakukan. Hendaklah setelah sang ibu menerima dan
menggendong Genti Duduk. Mempelai laki-laki sujut (sungkem), sejak
saat itu sang ibu dari istri menjadi mertua yang setara dengan kedua orang tua
kandungnya. Wanita yang haram untuk dinikahi.
Kain
songket tenunan asli adalah salah satu benda berniali budaya yang sering
dijadikan pemberian Genti Duduk. Biasanya dilipat dengan rapi dan
dibuat kotak berukir dari kayu pilihan.
Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti. Sos.
Palembang, 27 Juli 2019.
Sumber:Wawancara tetua desa di Kecamatan Sungai Keruh. Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Oleh. Joni Apero.
Editor. Desti. Sos.
Palembang, 27 Juli 2019.
Sumber:Wawancara tetua desa di Kecamatan Sungai Keruh. Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Sumber
foto kain songket jenis rakam. Ulandari.Sumber
foto senjata tradisional Basema. Apero Fublic.
Sy. Apero Fublic
Via
Budaya Daerah
Post a Comment