Sastra Kita
Kisah Malam Bermendung
Apero
Fublic.- Malam yang penuh dengan kenangan. Bintang segi tiga menghiasi
dibeberapa penjuru langit. Bulan tampak malu-malu mengintif dari balik awan
kelabu. Segerombol kalong melintas diudara menembus remang cahaya bulan.
Mataku
yang nanar menjuling di ruang alam yang gelap. Sengaja aku menyendiri dari
keramaian malam itu. Bukan karena luka hati atau sebab kekecewaan. Tapi aku
sedang merasa nyaman sendiri. Aku ingin berlama-lama dalam kesejukan malam,
tanpa siapa-siapa.
Aku berpikir kehidupan itu digambarkan seperti malam yang gelap dan
tertutup mendung yang tebal. Air hujan setiap saat akan siap menimpa. Entah itu
hujan sesaat hanya membawa berkah, atau hujan yang disertai azab tuhan. Aku
mengenang waktu beberapa tahun lalu. Banyak yang begitu membuat aku menyesal.
Tapi aku berjanji untuk tidak mengulang perbuatan yang sama.
Bulan
yang awalnya malu-malu menampakkan diri sekarang dia benar-benar bersembunyi di
balik awan hitam. Sehingga cahayanya tertutup dan alam gelap. Bintang, melihat
bulan bersembunyi juga ikut bersembunyi di balik awan hitam. Menundung telah
datang dan gerimis juga hadir.
Aku yang hanya duduk beratap dedaunan pohon
terkenah rintik malam itu. Keinginanku menyepi sambil bercerita dengan rembulan
tidak jadi. Entah mengapa rembulan berlalu pergi. Langit dan bintang yang indah
itu menutup tirai dengan hujan yang mulai turun. Aku berlari menyusuri jalan
sempit dan tiba di serambi rumah. Ada rasa sayang pada rembulan yang belum
tercurah.
Begitupun rasa rindu pada bintang yang belum terobati. Sekarang aku
hanya dapat memandangi hujan malam dari serambi rumah. Menatap tetesan air
hujan yang jatuh di teratak atap. Aku sedikit kecewa dengan alam yang membawa
hujan. Tapi aku menerimah dengan ikhlas juga. Lama aku berdiri dalam hening menikmati
musik hujan yang mendesah.
Waktu berlalu dan cuaca menjadi baik. Bulan dan
bintang tersenyum menatapku. Mereka bilang, terimahkasih sudah bersabar.
Menanti kami kembali dan marilah kita bermain. Aku tersenyum bahagia dan
memulai pertualangan yang baru. Hidup seperti malam yang ada awan mendung akan
hujan. Jangan sedih bulan dan bintang tidak pergi. Mereka hanya ingin kita
bersabar menunggu yang kita inginkan terjadi.
MALAM
BERMENDUNG
Malam
bermendung
Mega-mega
hitam, berlalu-lalang.
Dengan
laksa bayangan temaram cahaya bulan.
Membersit
berkelebat bayangan hitam.
Diantara
kerapatan pepohonan.
Mengintip
burung hantu.
Ular-ular
berbisa mendesisi dalam dengki.
Jangan
takut di malam bermendung.
Malam
dingin menakutkan.
Bagai
di pekuburan.
Mungkin
hari segera hujan.
Dingin
bagai di kutub.
Jangan
takut di malam bermendung.
Itu
hanya bayang-bayang.
Tak
perlu kau hiraukan.
Bunyi-bunyi
jangkrik malam.
Malam
bermendung.
Akan
berlalu, juga.
Ayam
berkokok, Mentari menyibak.
Cahaya
yang berkilau.
Berkicau
nan beburung.
Semerbak
bungah berkelopak mekar, wangi.
Harapan
baru dimulai
Tersenyum
dalam damai.
Hari
itu milik kita.
Oleh:
Medikal Rohim.
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang,
15 November 2018.
Foto.
Medikal Rohim.
Kategori.
Syarce Fiksi
Sekilas
tentang penyair, dia seorang mahasiswa di Universitas Bina Darma di Kota
Palembang. Mengambil bidang studi teknik sipil. Dia lahir di Kabupaten Musi
Banyuasin pada tahun 1999, anak ke empat dari enam bersaudara. Motonya dalah
“jangan menyerah dan teruslah berusaha.”
Dia bercita-cita menjadi seorang
arsitek ternama dan membangun sebuah perusahaan konstruksi yang profesional dan
mederen. Pesan, hidup hanya sekali, maka berjuanglah sebaik-baiknya, dan jangan
pernah memikirkan kegagalan. Kegagalan tidak ada pada diri seorang pejuang.
Untuk makanan pavoritnya adalah bakso, dan menyukai warna putih bersih. Salam.
Sy. Apero Fublic
Via
Sastra Kita
Post a Comment