Ilmu Kesastraan
Sy. Apero Fublic
Mengenal Sastra dan Pengaruhnya
Apero Fublic.- Sastra
milik suatu bangsa merupakan cerminan dari kehidupan, kebiasaan, intelektual,
moral dan tingkat kecerdasan pada masyarakatnya. Sehingga semakin tinggi nilai
sastra yang berkembang maka semakin bagus SDM manusia di negara tersebut.
Kita
juga akan dapat mengukur tingkat kecerdasan dari masyarakat bangsa tersebut.
Yang dimaksud dengan cermin kehidupan, yaitu tentang gambaran keadaan
masyarakat di suatu tempat yang menceritakan kondisi sosial dan budayanya.
Seperti ekonomi, politik, kreativitas, teknologi, geografis, adat-istiadat dan
agamanya. Sastra dalam artian kebiasaan meliputi, adat istiadat dan norma-norma
kebiasaan masyarakatnya. Hal-hal yang berlaku umum ditengah masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengukuran tingkat kecerdasan masyarakatnya
adalah ditinjau dari isi sastra yang hadir di tengah-tengah masyarakatnya.
Dicontohkan, misalnya di tengah masyarakat Indonesia ceritanya bertema hal-hal
tahayul, yang mana menceritakan film yang berbau mistis, seperti dukun
santet, bangkit dari kubur, pocong ngesot dan
sebagainya. Kisah-kisah seperti ini sangat populer di Indonesia.
Dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia tingkat kecerdasan masih dibawa
rata-rata. Masyarakat kita masih menganut sistem kepercayaan nenek moyang,
dinamisme dan animisme. Karena pola pemikirannya masih diliputi hal-hal yang
tahayul. Ketahayulan itu adalah pola pikir yang mengabaikan kerasionalan, dan
kurangnya pemahaman ilmu pengetahuan.
Dunia sastra Indonesia banyak juga yang bermutu dan bernilai tinggi.
Namun jenis sastra yang baik dan bagus masih sangat sedikit jumlahnya. Seperti
novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi. Lalu ada juga novel
karya Kang Abik, Ayat-Ayat Cinta. Novel-novel tersebut memberikan
jalan yang kuat dalam kehidupan berbangsa. Kalau dicermati, peran sastra dalam
mencerdaskan manusia Indonesia masih sangat kurang.
Terlebih saat
sastra masa-masa Orde Baru yang sangat merusak moral generasi bangsa secara
beransur-ansur. Novel-novel forno yang menceritakan adengan seks yang sangat
berpengaruh dalam merusak nilai budaya dan moral bangsa ini. Sangat banyak
novel-novel remaja yang menyugukan cerita cinta yang dilanjutkan dengan adegan
seks.
Tak hanya itu, masa-masa Orde Baru juga dalam memproduksi film layar
lebar menampilkan adengan berhubungan intim, dan forno aksi
dan pornografi. Seperti film “Pengantin Pantai Biru “ yang di
perankan oleh Meriam Belina yang memainkan adegan seks yang berkali-kali dan
sangat memunculkan gairah syawat, baik saat menonton dan mengingat film
tersebut. Proyek Orde Baru dalam merusak iman generasi mudah dengan tujuan
menjauhkan dari Islam, menunjukkan adanya pengaruh politik dalam sastra.
Apa yang terjadi setelah negara kita menghadirkan sastra-sastra rusak
demikian (sastra destruktif). Pada awalnya budaya bangsa kita, tidak
mengenal sistem pegangan tangan, bergandengan dengan seseorang yang bukan
muhrim. Namun, ketika masyarakat menonton atau membaca.
Maka secara otomatis
mereka akan meniru-niru. Ketika pertama seorang lelaki membonceng wanita hanya
duduk biasa, namun setelah menonton film atau membaca sastra yang bermotor
berpelukan di atas motor, maka secara otomatis diikuti juga. Ambil conto kecil,
ketika sebuah adegan memberi bunga tanda cinta, maka akan diikuti juga oleh
masyarakat memberi bunga tanda cinta.
Tertanam dalam pikiran masyarakat kalau
memberi bunga pada pasangan adalah tanda cinta. Ada sinetron yang memperagakan
dan berkata "kasian de loh" “EGP” kata-kata ini akan
menyebar dan dipakai dalam keseharian masyarakat. Apabila itu adegan cabul,
maka adegan itu akan masuk dalam kehidupan masyarakat. Terkadang orang salah
mengartikan kebebasan berkreativitas dengan keliaran berkreatifitas.
Sastra
sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Sehingga, rusak sastranya, maka
rusak bangsanya. Kita dapat mengambil pelajaran dari yang sudah-sudah, untuk
menata ulang sastra kita. Kita juga dapat menyambung akar sastra kita ke sastra
masa lalu (klasik) bangsa kita. Dimana sastra-sastra masa lalu berisi nasihat
dan pengajaran moral yang baik.
Sastra Indonesia memasuki masa kemerdekaan mulai kehilangan ciri
khasnya. Terutama saat berganti pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru.
Pengaruh Barat atau Amerika terlalu kental sehingga sastranya (novel dan
film) kehilangan jatidiri-nya. Film Indonesia namun penampilannya, gayanya,
kebarat-baratan. Novel Indonesia tapi isinya ceritanya tidak mencerminkan
budaya Indonesia. Sehingga sastra Indonesia menjadi sastra yang tidak mempunyai
jatidiri dan ciri khas. Kalau kita melihat film india maka kita akan
mengenalnya, dengan tarian dan baju sarinya.
Begitu pun dengan film Jepang,
dengan gaya membungkuknya sebagai penghormatan kita dapat mengenali-nya tanpa
harus diberitahu. Nah, film atau sastra Indonesia kita belum tahu bagaimana
dunia melihat ciri khasnya. Film silat saja sangat jarang memperagakan silat
asli Indonesia, lebih ke gerakan kumfu. Maka sastra Indonesia harus ditata
ulang dalam pengertian kembali ke akar budaya Indonesia dan Pancasila. Maka,
yang mempublikasikan dan membuat sastra rusak bertanggung jawab dengan rusaknya
moral bangsa ini. Sekaligus juga bertanggung jawab dihadapan sang pencipta.
Hasil-hasil sastra rusak dapat dilihat dalam kehidupan generasi muda
Indonesia sekarang. Seks bebas di kota-kota besar adalah hal biasa. Kesucian
gadis tidak menjadi nilai harga diri wanita lagi. Semua sudah biasa dan
dianggap moderen. Boleh dibeli atau diberikan pada pacarnya. Bahkan ada yang
menganggap itu lumrah, karena tidak mengerti kebudayaan sendiri. Kemudian cara
bertingkah laku, berpakaian, yang cenderung penuh imajinasi simbol.
Dalam hal
ini, kemudian disambut juga dengan perkembangan teknologi, seperti akses
internet yang sangat mudah. Film-film forno tersebar di situs-situs internet,
seperti media sosial. Sudah saatnya penulisan sastra dikembalikan ke akar
budaya asli Indonesia, yang mana penuh nasihat dan contoh hidup yang benar.
Sastra adalah bentuk warna hidup yang akan mewarnai manusia yang masuk dalam
lingkup sastra tersebut.
Pembahasan
A.Pengertian
Sastra
Sastra
merupakan salah satu gejala kebudayaan yang bersifat universal, terdapat dalam
setiap masyarakat manusia, kapan dan di mana saja. Secara potensial, setiap
orang pada setiap zaman dan pada setiap tempat dapat bersastra, apakah
bersastra secara aktif atau secara pasif. Seni sastra merupakan sebuah bidang kebudayaan
manusia yang paling tua, yang mendahului cabang-cabang kebudayaan manusia
lainnya.
Dalam pandangan kita apabila kita mendengar kata sastra, maka
yang terlintas dalam pikiran kita adalah sejenis cerita fiksi, misalnya novel,
cerpen, puisi dan sebagainya. Dalam pengertian sastra yang dapat di definisikan
secara umum sangat sulit dan beragam. Sehingga banyak pakar berkata, biarlah
sastra itu sendiri yang berbicara. Pengertian sastra menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Sastra yaitu bahasa
(kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa
sehari-hari dan Tulisan atau Huruf.
Kata sastra oleh Taum (1997:13) di
definisikan sebagai berikut, (1). Sastra adalah karya ciptaan atau fiksi yang
bersifat imajinatif, (2). Sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan
berguna yang menandakan hal-hal lain, (3). Sastra adalah teks-teks yang
bahasanya di manipulasi atau di sulap oleh pengarangnya sehingga menghasilkan efec asing
(deotomatisasi)
dalam penyerapan-nya.
Sastra diartikan secara etimologis (makna kata
berdasarkan asal-usulnya), kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Sanskerta, sastra dalam Bahasa Sanskerta, kata sastra dibentuk dari akar
kata sas dan tra. Akar kata sas-
(dalam kata kerja turunan) menunjukkan arti mengarahkan, mengajar, memberi
petunjuk atau instruksi. Sedangkan akar kata tra menunjukkan
arti alat atau sarana.
Dengan demikian, sastra dapat berarti alat untuk
mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau buku pengajaran. Selain itu
dalam bahasa Indonesia kata sastra juga disebut Kesusastraan. Kata sastra juga
disebut Susastra, tambahan awalan Su- dalam bahasa
Sansekerta berarti baik dan indah. Dalam bahasa Latin disebut disebut litteratura,
kemudian menurunkan beberapa kata di Eropa, literature (Inggris), literatur (Jerman), literatuur (Belanda), litterature (Peraancis).
B.
Fungsi Karya Sastra
Ketajaman
perasaan sastrawan menyebabkan ia mampu menangkap getar-getar kehidupan ini
lengkap dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Karya sastra mampu
mengangkat pembaca dari kedangkalan keseharian ke tingkat yang lebih subtil dan
beradab, menambah kekayaan batin penikmat, menjadi lebih peka terhadap hidup
dan kehidupan ini.
Karya sastra dinilai mampu menjadikan para penikmatnya lebih
mengenal manusia dengan kemanusiaannya, karena apa yang disampaikannya oleh
setiap sastrawan tidak lain adalah tentang manusia dan kemanusiaan dengan
berbagai macam keberadaannya. Perihal fungsi karya sastra, seorang penyair
besar Romawi kuno, yakni Horatius (65-8 SM), berpandangan bahwa karya sastra
berfungsi sekaligus bertujuan sebagai Utile (bermanfaat)
dan Dulse (nikmat,
menyenangkan). Jadi utile
et dulse, bermanfaat dan menyenangkan.
Ada beberapa fungsi karya sastra: (1). Sebagai ekspresi keindahan yang
akan memunculkan rasa tentram, rasa kegembiraan karena jiwa manusia mengenal
hubungan yang erat antara dirinya dengan rasa subjek sehingga menarik manusia
selalu mendekat pada sang pencipta.
(2). Sebagai sarana hiburan, hiburan
meliputi kedalaman inderawi, intelektual serta kedalaman substansi dari karya
sastra tersebut. (3). Sastra juga sebagai sarana pendidikan, melalui sastra
dapat menyampaikan pesan-pesan positif, ilmu pengetahuan, mengemukakan
nilai-nilai, motivasi, dan semangat. Nilai pendidikan ada yang bersifat tidak
langsung dan ada pula secara langsung.
(4). Sastra berfungsi sebagai sarana
dalam penanaman nilai, peristiwa yang terjadi yang terekam dalam kehidupan
diangkat dalam sastra, sehingga terekam dalam pemikiran masyarakat. Sehingga
sastra tanpa disadari telah menjadi guruh yang baik karena mengajarkan secara
menyenangkan. (5). Sastra berfungsi juga sebagai pelestarian budaya suatu
bangsa. Karena sastra selalu terhubung dengan kehidupan masyarakat setempat
sastra itu muncul.
C.
Awaal Mula Sastra
Sastra
merupakan salah satu gejala kebudayaan yang bersifat universal, terdapat dalam
setiap masyarakat manusia, kapan dan di mana saja. Secara potensial, setiap
orang pada setiap zaman dan pada setiap tempat dapat bersastra, apakah
bersastra secara aktif atau secara pasif. Seni sastra merupakan sebuah bidang
kebudayaan yang paling tua, yang mendahului cabang cabang kebudayaan manusia
lainnya.
Di dunia Barat (Eropa) perbincangan mengenai sastra sudah dimulai
jauh sebelum tahun Masehi. Plato, berpendapat bahwa sastra adalah tiruan atau
gambaran dari kenyataan. Kemudian Aristoteles murid Plato berpendapat, bahwasanya
bersastra adalah kegiatan awal manusia dalam menemukan dirinya di samping
kegiatan lain yang melalui agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Seni sastra
sudah hadir sebagai media ekspresi pengalaman mistis dan estetis manusia pada
waktu berhadapan dengan alam dan Sang penciptanya sebagai penjelmaan keindahan.
Sebagai media ekspresi pengalaman mistis dan estetis manusia, jelaslah
pada awal mula, kehadiran sastra tidak bisa dibedakan dengan pengalaman
religius manusia berhadapan dengan alam dan Sang penciptanya. Maka jelaslah
maksud dari novelis Y.B. Mangunwijaya dalam bukunya Sastra dan
Religiusitas (1982:11) menandaskan; Pada awal mula, segala sastra
adalah religious.
Andre Hardjana (1981:10) melukiskan yang
mendorong lahirnya karya sastra adalah keinginan dasar manusia untuk
mengungkapkan dirinya, untuk menunjukkan minat dan perhatian pada sesamanya,
pada dunia realitas tempat hidupnya, pada dunia angan-angan yang di hayalkan
sebagai dunia nyata, dan keinginan dan keinginan dasar manusia mencintai bentuk
suatu bentuk. Walaupun karya sastra diartikan huruf, namun karya sastra tidak
hanya dinamakan pada yang tertulis, namun sastra yang tidak tertulis yang lahir
dari kelompok masyarakat yang belum mengenal huruf tetap dinamakan karya sastra.
Keilmuan
Sastra
Ilmu
sastra atau sastra ilmiah muncul pada saat orang mempertanyakan hakikat karya
sastra. Ilmu sastra lahir setelah karya sastra hadir lebih dahulu. Ilmu sastra
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sastra, di samping karya sastra.
Ilmu sastra adalah sebuah disiplin ilmu yang secara khusus mengkaji atau
mempelajari karya-karya sastra. Dalam sastra, ada karya sastra dan ilmu sastra.
Karya sastra merupakan hasil ciptaan yang bersifat fiktif, imajinatif, dan
kreatif.
Secara umum karya sastra meliputi tiga genre, yaitu prosa, karya
sastra puisi, dan drama. Sedangkan ilmu sastra merupakan sebuah disiplin ilmu
yang secara khusus mempelajari karya-karya sastra yang diciptakan pengarang.
Ilmu sastra disebut sastra ilmiah dan sastra disebut sastra kreatif.
Kajian monodisiplin meliputi, teori sastra, kritik sastra, dan
sejarah sastra. Kajian multidisiplin, sosiologi sastra, psikologi
sastra, antropologi sastra.
Beberapa gambaran tentang sastra yang menjadi pembedah dalam pengkajian
atau pembabakan untuk memahami kedudukan karya sastra. (1). Sastra umum, adalah
nama untuk gejala kebudayaan yang bersifat umum, universal, di mana sastra
terdapat dalam setiap masyarakat manusia, kapan dan di mana saja. Secara
potensial, setiap orang pada setiap zaman dan pada setiap tempat dapat
bersastra. Apakah bersastra secara aktif dan pasif. Sastra umum tidak dikaitkan
dengan kegiatan sastra pada wilayah geografi tertentu, suatu bangsa atau negara
tertentu, tetapi gejala yang bersifat universal.
(2). Sastra bandingan, sastra
bandingan lahir terutama dipengaruhi oleh studi bandingan terhadap ilmu
pengetahuan, yang kemudian diikuti oleh studi bandingan terhadap agama,
bandingan politik, bandingan bahasa dan lain-lain. Sastra bandingan relatif
masih muda dan muncul pertama kali di Eropa.
(3). Sastra Dunia, disebut sastra
dunia karena reputasi sastrawan dan karya-karyanya diakui oleh masyarakat
dunia, beredar secara internasional, dan biasanya ditulis dalam bahasa asing
yang diakui PBB. Pemikiran tentang sastra berkaitan dengan pengaruh
dan peredaran sebuah karya sastra dalam lingkup internasional,
nasional, regional, tau lokal. Istilah sastra dunia dipakai oleh Johann Wolgang
von Goethe dari Jerman (1749-1832).
(4). Sastra Nasional, sastra nasional
adalah sastra yang berkaitan dengan rasa kebangsaan dan kepemilikan sastra oleh
masyarakat suatu bangsa atau negara. Setiap bangsa memiliki sastra-nya
sendiri-sendiri yang menggambarkan jatidiri bangsanya. Apabila sastrawan warga
negara Indonesia menulis sastra dalam bahasa asing dia tetap dikatakan
sastrawan Indonesia. (5). Sastra Regional, istilah regional berkaitan dengan
pengertian nasional. Kalau nasional mencakup seluruh wilayah sebuah negara,
maka regional meliputi bagian-bagian wilayah dalam sebuah negara.
Bidang
Kajian Monodisiplin
Ilmu
sastra yang bersifat monodisiplin terdiri atas tiga bidang ilmu yang berdiri
sendiri, yakni teori sastra, kritik sastra, sejarah sastra. Bidang kajian
sastra yang bersifat monodisiplin ini mencapai puncaknya dengan perkembangan
pesat teori structuralisme yang
bertolak dari otonomi karya sastra sampai dengan tahun 1980. Penelitian Strukturalisme hanya
mengarahkan pada aspek tertentu dari karya sastra, seperti, tokoh, tema,
latar,plot, gaya bahasa, sudut pandang dan sebagainya.
1.
Teori Sastra
Secara
umum teori diartikan, sebagai suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematis
yang menerapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati.
Teori sastra atau literary
theory atau theory
ofliterature merupakan salah satu bidang kajian ilmu sastra yang
mempelajari tentang pengertian, prinsip, konsep, hakikat, karakteristik, hukum,
kategori, dan kriteria karya sastra yang membedakannya dengan karya-karya yang
bukan sastra.
2.
Kritik Sastra
Secara
etimologis, kata kritik (sastra)
yang kita kenal berasal dari kata krites (Yunani)
yang berarti hakim. Kritik sastra dimulai saat orang bertanya apa dan di mana
nilai dan makna serta fungsi karya sastra yang dihadapinya. Kritik sastra
adalah telaah sastra, pengkajian sastra, analisis sastra, pembahasan sastra,
ulasan sastra, dan penelitian sastra.
3. Sejarah
Sastra
Sejarah
sastra atau literary
history (Inggris) mempelajari perkembangan karya-karya sastra dari
waktu ke waktu, dari satu periode ke periode berikutnya. Di dalamnya dipelajari
ciri-ciri karya sastra pada masa atau periode tertentu, para sastrawan yang
mengisi arena/panggung sastra, puncak-puncak karya sastra yang menghiasi
panggung sastra, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar gelanggang
dan dunia sastra dan kesastraan.
Bidang
Kajian Multidisiplin
Secara
definitif multidisiplin adalah penggabungan dua atau lebih bidang ilmu atau
bidang kajian. Kajian sastra yang bersifat multidisiplin ini muncul sebagai
reaksi terhadap dominasi penelitian sastra yang bersifat
monodisiplin. Latar belakang lain lahirnya sejumlah bidang multidisiplin ini
karena tingginya tuntutan kebutuhan dan kompleksitas perkembangan karya sastra
yang memerlukan tinjauan dari berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam ilmu
sastra bidang kajian yang bersifat multidisiplin yang kini keberadaanya diakui
yakni,sosiologi sastra, psikologi sastra, antropologi sastra. Antropologi
sastra masih baru dan belum banyak perguruan tinggi membuka mata kuliah.
1.
Sosiologi Sastra
Ada
tiga pengertian yang muncul dalam pemikiran kita, (1). Sosiologi sastra sebagai
salah satu bidang kajian sastra yang bersifat multidisiplin, (2). Sosiologi
sastra sebagai sebuah “pendekatan” (pendekatan ekstrinsik atau mimetik),
(3). Sosiologi sastra sebagai sebuah teori, yakni teori sosiologi sastra, yang
berusaha menelaah karya-karya sastra dalam kaitan atau relevansi
kemasyarakatan.
2.
Psikologi Sastra
Psikologi
sastra merupakan gabungan antara ilmu sastra dan psikologi. Secara difinitif
fisikologi sastra adalah analisis terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan
dengan relevansi aspek-aspek psikologis atau kejiwaan yang terkandung di
dalamnya. Psikologi sastra lebih banyak berkaitan dengan tokoh dan penokohan,
dengan tiga wilayah analisis, yakni psikologi pengarang, psikologi tokoh-tokoh
dalam karya sastra, dan psikologi pembaca sastra.
3.
Antropologi Sastra
Antropologi
sastra adalah gabungan antara disiplin ilmu sastra dan antropologi. Dalam
hubungan ini, yang dominan adalah sastra, karya sastra adalah sebagai gejala primer,
sedangkan antropologi sebagai gejala sekunder. Sebaliknya ada juga studi yang
lain, yakni sastra antropologi adalah pembahasan antropologi dalam kaitannya
dengan sastra. Dalam hubungan ini, yang primer dan dominan adalah antropologi,
sedangkan sastra sebagai gejala sekunder.
Waktu memunculkan karya, baik secara langsung dan tidak langsung, itu
kualitas dalam bentuk atau isi, penulis menunjukkan unsur-unsur tertentu dari
khazanah budaya yang dihayati sebagai unsur-unsur ketidak sadaran antropologis.
Dengan cara singkat antropologi sastra menjadi harapan bisa membantu
memperkenalkan khazanah sastra yang terisolir dan terpisah, dengan maksud
sastra regional dan sastra lokal, mempunyai wilayah luas yang belum banyak
diteliti atau dikembangkan.
Penutup
Sastra
merupakan sebuah karya yang berharga bagi sebuah bangsa. Seberapa tinggi
peradaban sebuah bangsa akan bisa diukur dalam sejarah dengan penilaian karya
sastranya. Kembali mengartikan kata sastra. Kata kesusastraan itu berawal dari
kata su dan sastra. Su berarti
baik dan sastra berarti tulisan atau karangan (Sansekerta). Dan sastra
dapat diartikan karangan atau ciptaan yang baik. Pengertian ini belum
sepenuhnya memberikan pengertian yang umum secara universal. Maka dalam
penciptaan sastra harus dapat menyiratkan hal-hal yang baik dan indah.
Aspek dalam sastra belum lengkap kalau belum dikaitkan dengan kebenaran.
Maka karya sastra hendaknya mampu dapat menjanjikan kepada para warga sastra
kepekaan terhadap nilai-nilai hidup sastra seperti kebijaksanaan terhadap
lingkungan kehidupan, realitas kehidupan, serta kenyataan kehidupan.
Maka
sastra dikatakan buah dari kehidupan jiwa yang tercurah pada tulisan dan bahasa
yang mencerminkan peristiwa kehidupan masyarakat atau anggota-anggota
masyarakat di suatu tempat. Oleh karena itu, sastra muncul karena hasil
kreativitas manusia lalu diungkapkan dalam bahasa atau objek yang dimaksud.
Bisa dikatakan sastra juga catatan penting apa-apa yang pernah ditemui ,
dihadapi, dilihat, dihayati, dipikirkan, pengalaman hidup, yang didapati
pengarangnya.
Oleh.
Joni Apero.
Editor. Selita. S.Pd
Palembang, 10 November 2018.
Palembang, 10 November 2018.
Sumber:
Atmosuwito,
Subijantoro. (1989), Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam Sastra,
Bandung: Sinar Baru.
Djamaris,
Edwar. (1990). Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia
Lama). Jakarta: Balai Pustaka.
Sehandi, Yohanes.
(2014). Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: Ombak.
Suhendar.
Supinah, Pien. (1993). Pendekatan Teori Sejarah & Apresiasi Sastra
Indonesia, Bandung: CV. Pionir Jaya.
Sumardjo,
Jakob. (2004). Kesusastraan Melayu-Rendah Masa Awal. Yogyakarta:
Galang Pres.
Via
Ilmu Kesastraan
Post a Comment