Jurnalisme Kita
Menyonsong Kekuatan Spiritual di Tanah Lot. Bali
Apero Fublic.- Akhirnya
kami mencapai ujung dari perjalanan panjang dalam agenda Praktik Kuliah
Lapangan (PKL), Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas
Sriwijaya, bidang studi Pendidikan Biologi, angkatan tahun 2015. Menempu rute
dari Sumatera Selatan, menuju pulau Bali. Entah sudah berapa malam kami di
perjalanan.
Pada kesempatan kali ini, alhamdulillah aku dan teman-teman
berkesempatan untuk mengunjungi beberapa tempat wisata di Pulau Bali. Provinsi
Bali adalah suatu provinsi di Indonesia, yang masyarakat mayoritas beragama
Hindu. Provinsi ini sangat indah, dan menyimpan berjuta-juta keindahan alam dan
budaya. Tidak salah apabila orang-orang menyebutnya Pulau Dewata. Dewa di
fahami tinggal di surga di atas langit.
Maka julukan Pulau Dewata karena
keindahannya bak di surga. Aku mengagumi Pulau Bali, sebagai tanda kebesaran ciptaan
Allah SWT. Banyak sekali ilmu-ilmu pengetahuan serta pengalaman yang kami
dapat. Ada beberapa tempat yang kami kunjungi di Pulau Bali, seperti lokasi
wisata Tanah Lot, Pantai Kuta, Penangkaran Penyu, Uluwatu, dan Jimbaran.
Namun,
diantara tempat-tempat yang kami kunjungi, yang paling berkesan bagiku adalah
lokasi wisata Tanah Lot. Maka aku tertarik sekali menulis tentang Tanah Lot. Di
sini bukan hanya berwisata atau berlibur, tetapi ada pengalaman spritual yang
menyatu dengan tempatnya.
Tanah Lot, terletak di wilayah Desa Baraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten
Tabanan, Provinsi Bali, Indonesia. Ada sejarah tentanga Tanah Lot,.
Banyak sekali turis yang mengenal Lanah lot. Tapi apakah sudah tahu bagaimana
sejarah dari Tanah Lot yang sangat terkenal itu? Mari kita simak bersama-sama,
tentang cerita Tanah Lot, sepengetahuanku.
Kisah berawal dari masa Kerajaan
Majapahit. Di ceritakan ada seseorang Bhagawan yang bernama Dang Hyang
Dwijendra, atau Dang Hyang Nirarta. Beliau dikenal sebagai tokoh penyebaran ajaran
Agama Hindu dengan nama, “Dharma Yatra.“
Pada waktu beliau datang ke Tanah Bali untuk menjalankan misi penyebaran
agama Hindu, di Bali saat itu berkuasa adalah Raja Dalem Waturenggong yang
menyambut beliau dengan sangat hormat. Beliau menyebarkan agama Hindu sampai ke
pelosok-pelosok Pulau Bali. Suatu ketika, pada saat beliau menjalankan
tugasnya, beliau melihat sinar suci dari arah tenggara dan beliau mengikutinya
sampai pada sumbernya yang ternyata adalah sebuah sumber mata air.
Tidak jauh
dari tempat itu beliau menemukan sebuah tempat yang sangat indah yang disebut,
“Gili Beo.” Gili berarti Batu Karang dan sedangkan Beo artinya Burung Beo. Nama
tersebut di ambil dari sebuah batu karang yang berbentuk burung beo.
Di tempat itulah, Dang Hyang Nirarta melakukan meditasi dan pemujaan
terhadap Dewa Penguasa Laut. Waktu itu, lokasi tempat Batu Karang mirip burung
beo tersebut, masuk dalam daerah Desa Beraban, dimana di desa tersebut dipimpin
oleh seorang suci yang disebut “Bendesa Beraban Sakti.” Sebelumnya masyarakat
Desa Beraban menganut ajaran monotheisme.
Monotheisme dalam pengertian ini
adalah percaya dan bersandar hanya pada satu orang pemimpin yang menjadi utusan
Tuhan, sperti Nabi. Dalam waktu yang singkat banyak masyarakat Desa Beraban yang
mengikuti ajaran Dang Hyang Nirarta. Tentu saja hal tersebut akan membuat
Bendesa Beraban Sakti sangat marah. Kemudian Bendesa membawa pengikutnya yang
masih setia untuk mengusir Bhagawan suci, Dang Hyang Nirarta.
Dengan kekuatan spiritual yang dimiliki Dhang Hyang Nirarta, beliau
melindungi diri dari serangan Bendesa Baraban Sakti dengan memindahkan batu
karang besar tempat beliau bermeditasi (Gili Beo), ke tengah lautan. Lalu
beliau menciptakan banyak ular dengan selendangnya, di sekitar batu karang sebagai
pelindung sekaligus penjaga tempat tersebut. Kemudian beliau memberi nama
tempat itu, Tanah Lot, yang berarti tanah di tengah laut.
Akhirnya Bendesa Beraban Sakti mengakui kesaktian dan kekuatan spiritual
dari Dang Hyang Nirarta, dan akhirnya Bendesa Beraban menjadi pengikut setia
dan ikut menyebarkan ajaran Agama Hindu kepada penduduk setempat.
Sebagai tanda
terima kasih sebelum melanjutkan perjalanan beliau memberikan sebuah keris
kepada Bendesa Beraban yang dikenal dengan nama “Keris Jaramenara atau Keris Ki
Baru Gajah.” Saat ini keris itu disimpan di Puri Kediri yang sangat
dikeramatkan dan di upacarai setiap hari raya Kuningan. Dan upacara tersebut di
adakan di Pura Tanah Lot setiap 210 hari sekali, yakni pada, “Buda Wage
Lengkir” sesuai dengan penanggalan Kalender Bali.
Begitulah kisah yang aku ketahui. Di sana memang terdapat adanya pura
besar di atas batu besar karang tersebut. Banyak hal-hal magis yang masyarakat
setempat percaya. Pada saat sebelum kami memasuki gua tersesbut, “Bli Kadek”,
seorang pemandu dari Bali, memeritahkan kami untuk melepaskan alas kaki dan
memberikan arahan terutama bagi wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan
masuk, dengan alasan karena orang yang sedang haid itu tidak suci sedangkan
tempat yang akan dituju adalah tempat yang suci.
Di tempat itu (Gili Beo)
terdapat tempat seperti gua yang di dalamnya ada sumber mata air seperti yang
di ceritakan sebelumnya. Konon masyarakat bali mempercayai bahwa itu adalah air
suci dalam cerita. Menurut keterangan mereka, jika ada yang melanggar
aturan-aturan tersebut, maka akan terjadi sesuatu hal (menurut kepercayaan).
Dengan, hati-hati kaki ini menyebrangi pinggiran laut yang kedalamannya
hanya sampai betis atau bisa sampai lutut terlebih ketika ombak kecil datang.
Sesampainya di Gua tersebut kami mengantri untuk diarahkan meminum air suci
tersebut kemudian di beri beras suci dan bunga kamboja.
Sebagai tanda hormat
saya hanya mencuci muka saja dari salah satu sumber mata air tersebut. Kemudian
aku berkata kepada Bli-nya, cukup memakaikan bunga kamboja saja, tidak untuk
beras sucinya. Kemudian aku ersenyum ramah dan bersahabat.
Banyak sekali
orang-orang yang mengunjungi tempat tersebut. Baik karena budayanya yang unik,
dan alamnyanya yang sangat indah. Bukan hanya turis lokal tetapi juga turis
internasional. Semoga suatu saat nanti aku dapat kembali berkunjung ke Pulau
Dewata ini. Saya akhiri, Wassalam.
Lokasi wisata Pantai Kuta Bali.
Oleh.
Ulandari.
Editor. Selita. S.Pd.
Tanah Lot, Maret 2017.
Sumber
foto. Ulandari.
Praktik
Kuliah Lapangan, FKIP-Biologi, Universitas Sriwijaya.
Sy. Apero Fublic
Via
Jurnalisme Kita
Post a Comment