Syarce
Sy. Apero Fublic
Nia Pahrizul. Rindu Tak Bertuan.
Apero Fublic.- Syarce. Kemarin
aku disini dengan sepi-sepi temaram menyambut malam. Berjalan sambil menelisik
dalam remang pelita kecil. Kunang-kunang yang berlalu memberi arah. Bercahaya
seperti permata yang terbang. Kemudian malam berbisik tentang cerita keindahan
surga.
Berlangka kaki berhati-hati agar tidak tersangkut oleh duri godaan dunia. Menepis berbagai rayuan hitam anak-anak jalanan. Sehingga aku tidak banyak kawan dalam perjalanan ini. Aku memilih menjauh dari kehidupan orang-orang yang lupa dengan Allah. Tapi cobaan itu tetap datang.
Hati meronta ingin ikut mereka-mereka. Aku akan berusaha sabar dan kuat tekadku. Sehingga sepi tidak pernah jauh pergi. Namun tidak dapat mengusik hijrahku. Karena dengan cinta keluargaku lebih dari menggembirakan. Terkadang memang aku akui. Aku merindukan seseorang yang entah siapa, entah di mana, dan kapan dia datang menjemputku.
Rasa rindu yang aku abaikan ini, seakan kecewa denganku. Bersabarlah wahai hati yang lelah. Aku tahu, kau rindu dan ingin dirindukan. Dengarkan sabdaku: Wahai rindu, bersabarlah sebab dia yang berhak dirindukan belum datang dengan lamaran. Biarlah kau mengambang tinggi-tinggi di awan. Mengembara bersama hujan, lalu hanyut dalam keikhlasan. Rinduku yang tak bertuan.!!!
Berlangka kaki berhati-hati agar tidak tersangkut oleh duri godaan dunia. Menepis berbagai rayuan hitam anak-anak jalanan. Sehingga aku tidak banyak kawan dalam perjalanan ini. Aku memilih menjauh dari kehidupan orang-orang yang lupa dengan Allah. Tapi cobaan itu tetap datang.
Hati meronta ingin ikut mereka-mereka. Aku akan berusaha sabar dan kuat tekadku. Sehingga sepi tidak pernah jauh pergi. Namun tidak dapat mengusik hijrahku. Karena dengan cinta keluargaku lebih dari menggembirakan. Terkadang memang aku akui. Aku merindukan seseorang yang entah siapa, entah di mana, dan kapan dia datang menjemputku.
Rasa rindu yang aku abaikan ini, seakan kecewa denganku. Bersabarlah wahai hati yang lelah. Aku tahu, kau rindu dan ingin dirindukan. Dengarkan sabdaku: Wahai rindu, bersabarlah sebab dia yang berhak dirindukan belum datang dengan lamaran. Biarlah kau mengambang tinggi-tinggi di awan. Mengembara bersama hujan, lalu hanyut dalam keikhlasan. Rinduku yang tak bertuan.!!!
Rindu
Tak Bertuan
Hujan
adalah waktu,
Untuk
mengingatmu.
Hujan,
Juga
tidak pernah menyapaku lagi.
Tersenyumpun
enggan
Hujan,
Memberikan
arti
Sebuah
kesendirian.
Apakah
hujan begitu kejam?
Tidak
!!!
Mungkin
Aku.
Atau
mereka yang dulu
Menghakimi
kita.
Hujan
Selalu
membuatku merindu
Entah
pada siapa?
Mungkin.
Karena
rinduku,
Belum
Bertuan.
Seiring
jalan aku meresapi dengan jalan takdir. Aku mengikuti takdir Allah dalam
pencapaian apapun. Aku tidak pernah meminta semua dengan serakah. Termasuk
rindu ini yang telah mengambang meminta rumah perpaduan. Rindu-rindu yang tidak
lagi bersangkar itu membaur diantara embun pagi yang dingin.
Memutih diantara dedaunan dan bersembunyi di kelopak bunga-bunga. Bila menetes jatuh di rerumputan yang membisu karena beku. Tapi jalan-jalan itu terus aku tapaki. Sampai aku menemukan akhir dari jalan. Dimana ketentuan Allah berlaku untukku.
Semoga rindukan akan segerah memiliki rumah dimana kehangatan cinta memberikan nyaman di kereta takdir yang akan dilalui esok. Aku berharap roda-rodakeretaku akan kuat melalu jalan kerikil dan berlobang. Begitupun dengan rahmat dan nikmat dari Allah selalu tercurahkan. Dari kalbuku, dimana rinduku yang belum bertuan.
Memutih diantara dedaunan dan bersembunyi di kelopak bunga-bunga. Bila menetes jatuh di rerumputan yang membisu karena beku. Tapi jalan-jalan itu terus aku tapaki. Sampai aku menemukan akhir dari jalan. Dimana ketentuan Allah berlaku untukku.
Semoga rindukan akan segerah memiliki rumah dimana kehangatan cinta memberikan nyaman di kereta takdir yang akan dilalui esok. Aku berharap roda-rodakeretaku akan kuat melalu jalan kerikil dan berlobang. Begitupun dengan rahmat dan nikmat dari Allah selalu tercurahkan. Dari kalbuku, dimana rinduku yang belum bertuan.
Oleh.
Nia Pahrizul.
Editor. Selita, S.Pd.
Palembang,
21 Juli 2019.
Sumber
foto. Nia Pahrizul.
Kategori.
Syarce Fiksi.
Via
Syarce
Post a Comment