Sejarah Kecamatan Sanga Desa (Bagian Tiga)
Peristiwa Konflik Sosial Masarakat
Masa
pemerintahan Mangkurebin ada arus migrasi dari daerah Jambi berasal dari Dusun
Gurun. Mereka menetap di muara Sungai Rawas dan membangun Dusun yang dinamakan
Tusan. Tusan berarti tempat pintasan air mengalir saat banjir. Mereka bergabung
ke Marga Singa Desa dengan pemimpin keria. Keria pertama dengan nama Denguan.
Adanya
sengketa warga Dusun Muara Lakitan dengan warga Dusun Prabumulih membuat
sebagian warga pindah dan berperahu ke hilir. Lalu menambatkan perahu-perahu
mereka di batang pohon Ujud tumbuh di sisi tebing sungai Musi. Disana mereka
membangun pemukiman yang kelak bernama Talang Jud. Posisi Talang Jud berada di
hilir Dusun Nganti tapi pemerintahan tetap bagian dari Dusun Muara Lakitan.
Peristiwa Akibat Kepercayaan Kuno
Perlu
diberi catatan tentang mitos Burung Jauh. Kepercayaan masyarakat masa lalu
terhadap adanya sejenis burung yang berbunyi jauh-jauh. Ketika burung ini
datang ke pemukiman dan berbunyi jauh-jauh maka penduduk setempat akan pergi.
Menurut masyarakat burung tersebut merupakan utusan Puyang Burung Jauh (istilah
tuhan yang maha esa) memberi peringatan pada mereka agar segerah pergi dari
tempat itu. Karena akan ada marabahaya yang akan menimpa mereka.
Peristiwa
sebuah pemukiman di sisi Sungai Keruh anak Sungai Punjung bernama Dusun Irik
dan Dusun Tinggalam. Pelarian dua dusun tersebut kemudian membentuk Dusun
Panggage dan Dusun Sugiwaras. Masa-masa berikut akan terbentuk kembali
Pemerintahan Marga yang berpusat di Dusun Sugiwaras.
Pergantian Dinasti Lagi
Setelah
Depati Mangkurebin wafat dia mewariskan jabatan Pesirah ke Depati Ismail
anaknya. Depati Ismail tidak memiliki anak laki-laki. Dia kemudian dan atas
dukungan rakyat mewariskan jabatan Pesirah ke menantunya bernama Muhammad
Rasip. Depati Rasip berasal dari Dusun Tusan yang warganya pindahan dari daerah
Jambi (Dusun Gurun).
Dalam
kepemimpinan Depati Muhammad Rasip inilah terjadi peristiwa perang antara
Belanda dengan Sultan Palembang di Palembang. Kemudian Kesultanan dikuasai oleh
Belanda. Kesultanan dihapus pada tahun 1824 dan tahun 1825 mulai terjadi
perubahan administrasi. Terutama para Depati yang awalnya sebagai raja vassal
sekarang menjadi petugas Kolonial Belanda bertanggung jawab ke Kontroleur.
Perubahan Nama Marga Singa Desa (Dusun)
Pada
masa Pemerintahan Kolonial Belanda Marga Singa Desa masuk wilayah Onderafdeling
Musi Ulu yang beribukota di Muara Beliti. Onderafdeling dikepalai Controleur
(Pengawas) pejabat orang Belanda. Controleur bertugas mengawasi marga-marga
yang berada dalam Onderafdeling yang dia pimpin.
Beberapa
tahun setelah berlakunya administrasi Pemerintahan Kolonial Belanda, Depati M.
Rasip menerima gelar Pangeran dari Residen Palembang. Kepemimpinan Depati Rasip
dilanjutkan oleh anaknya bernama Abu Jalil. Abu Jalil juga dipilih oleh rakyat
marga secara langsung.
Dalam
Pemerintahan Abu Jalil inilah terjadi perubahan administratif pemindahan
pemindahan desa sesuai keadaan geografis. Dusun Prabumulih dimasukkan ke dalam
Muara Lakitan, dan dusun Jud dimasukkan ke Marga Singa Desa. Dusun Penggage
dimasukkan ke dalam Marga Singa Desa sementara Dusun Serekah dimasukkan kedalam
Marga Punjung (Sugiwaras).
Maka
di dalam Marga Singa Desa; 1. Dusun Ngulak (tetap ibu kota marga), 2. Dusun
Ngunang. 3. Dusun Penggage. 4. Dusun Jud. 5. Dusun Nganti. 6. Dusun Air Balui.
7. Dusun Terusan. 8. Dusun Kemang. 9. Dusun Keban.
Dalam
pemerintahan Abu Jalil dan administrasi Kolonial Belanda inilah perubahan nama
Marga Singa Desa (Dusun) menjadi Marga Sanga Desa. Hal demikian merujuk pada
jumlah desa yang berjumlah sembilan. Kata sanga merupakan kata bilangan dalam
bahasa Sanskerta yang berarti sembilan. (Oedji Anang: 1985).
Sebelumnya
jumlah desa di Marga Sanga Desa juga sembilan. Yang terjadi hanya pertukaran
administrasi dua dusun saja. Mengapa Pemerintah Kolonial Belanda merubah nama
marga. Hal ini dikembalikan pada intrik politik masa depan Belanda.
Orang
Belanda menyadari pengaruh sastra dan cerita-cerita Depati Samsudin yang
dihafal rakyat dan sering diceritakan di tengah keramaian masyarakat melalui
seni sastra lisan andai-andai. Akan memberi inspirasi pada generasi muda
tentang ambisi perang dan pembangunan pemerintahan sendiri. Maka dirubahlah
kata Singa menjadi Sanga.
Nama-Nama Depati
1.Depati
Pangeran Samsudin atau dikenal juga dengan sebutan Depati Uding. Pendiri dari
Marga Singa Desa (1740-1770). 2. Depati Sudarta anak Depati Samsudin
(1770-1775).
3.
Depati Pangeran Mangkurebin berkuasa antara tahun 1775-1790. 4. Depati Pangeran
Ismail bekuasa antara tahun 1790-1810 anak Depati Mangkurebin. 5. Depati
Pangeran M. Rasip berkuasa 1810-1835. 6. Depati Pangeran Abu Jalil berkuasa
antara tahun 1835-1845. 7. Kemudian Depati Mubin 1845-1849. 8. Depati Manali
1850-1852.
9.
Depati Pangeran M. Umar berkuasa 1853-1882. 10. Depati Bakup berkuasa
1883-1889. 11. Pangeran M. Agus berkuasa 1889-1923. 12. Pangeran Anang Mahidin
1924-1953. 13. Pasirah M. Sahil berkuasa 1954-1968. 14. Pasirah Den Oni
berkuasa 1969-1984.
Perhatikan
gelar, yang bergelar depati dan pangeran menandakan menjabat sampai akhir yang
terhormat. Gelar pangeran pemberian penghargaan Sultan Palembang dan Residen
Belanda. Gelar depati saja menandakan pemerintahan yang tidak stabil. Gelar
pasirah saja itu tandanya dalam pemerintahan Republik Indonesia.
Kisah-Kisah Depati
Pemilihan
Pesirah terjadi setelah berhentinya Depati Abu Jalil, terpilih Depati Mubin
anak dari Depati ABu Jalil. Empat tahun kemudian pemilihan baru dimenangkan
oleh anak seorang Punggawa Ajir Tusin bernama Manali. Tapi tidak lama berkuasa
karena meninggal sakit.
Pemilihan
berikutnya dimenangkan oleh M. Umar, dia adik Depati Abu Jalil. Dia seorang
pedagang dan petani sukses. Setelah Depati M. Umar, pemilihan pesirah
dimenangkan M. Bakup anak Depati M. Umar. Masa ini Pemerintahan Kolonial
Belanda membuka jalan raya melintasi Marga Sanga Desa tembus ke Muara Beliti.
Sepeninggal
M. Bakup pemilihan pesirah dimenangkan oleh Depati M. Agus adik dari Depati M.
Bakup bin Depati M. Umar. Pemerintahan Depati M. Agus didirikan sekolah di
Sanga Desa. Pada tahun 1923 Depati M. Agus mengundurkan diri. Setelah itu,
pemilihan pesirah dimenangkan oleh Depati Anang Mahidin, dia anak dari Depati
M. Agus.
Depati
Anang Mahidin merupakan depati terlama menjabat pesirah yaitu mencapai 29
tahun. Banyak peristiwa yang terjadi semasa Depati Anang Mahidin. Seperti
adanya perkembangan bertambahnya jumlah desa yaitu Dusun Tanjung Raya dan Dusun
Ulak Mbacang.
Pada
masa Depati Anang Mahidin rakyat Sanga Desa keadaan perumahan sangat sederhana,
dinding dari bambu, kulit pohon dan beratap daun serdang. Pemerintah Kolonial
Belanda melarang menebang pohon-pohon. Depati Anang Mahidin memperbolehkan
penduduk menebang pohon untuk membuat kerangka rumah, seperti papan dan tulang
bangunan. Mereka tidak boleh melaporkan pada pihak Belanda. Kemudian dia juga
meminta masyarakat mengganti atap rumah dengan genting.
Zaman
krisis ekonomi atau Malaise bagi Dunia Barat, tapi di Indonesia dan di Marga
Sanga Desa dan wilayah lain di Sumatera Selatan tidak berdampak apa-apa. Karena
rakyat hidup bertani ladang, sawa dan berkebun. Menenun pakaian sendiri dan
memproduksi makanan sendiri, mulai dari gula aren, tebu, tenak ayam, sapi,
kambing dan kerbau.
Pemekaran
wilayah dusun Ngulak. Pada tahun 1923 di dusun Ngulak III didirikan pusak
kesehatan masyarakat sekelas Puskesmas zaman sekarang. Tahun 1934 Depati Anang
Mahidin mendapat Anugerah gelar Pangeran dari Residen Palembang.
Pada
tahun 1937 Belanda membagikan kupon kepada pemilik kebun karet. Sejenis surat
berharga atau kuota pembelian jumlah hasil karet. Dari membeli kupon tersebut
pihak Perusahaan ekspor dapat menjual jumlah karet ke luar negeri sesuai jumlah
kupon yang mereka beli di masyarakat.
Sebelum
kedatangan Jepang, Depati Pangeran Anang Mahidin sempat menggalang dukungan
rakyat untuk membangun masjid lama yang hampir roboh akibat longsor tebing
sungai Musi. Awal tahun 1942 kota Palembang jatuh ke tangan Jepang.
Pemerintahan Marga Sanga Desa masih diakui dan bertahan.
Tahun
1951 diadakan pemilihan ulang pesirah Marga Sanga Desa karena mengikut
peraturan Pemerintah Indonesia. Depati Pangeran Anang Mahidin masih terpilih
kembali menjadi pesirah. Masa akhir kepemimpinan beliau mengkordinir
pembangunan sekolah madrasah di tanah wakaf beliau.
Tahun
1953 Depati Pangeran Anang Mahidin mengundurkan diri meletakkan jabatan dengan
hormat. Pemilihan pasirah kemudian dimenangkan oleh Pesirah Sahil bin Jafar
merupakan masa yang bergolak. Masa meletusnya PRRI dan banyak warga bergabung
serta markasnya juga berada Di Marga Sanga Desa. Begitu juga saat meletusnya G
30/S PKI yang menyebabkan ketidakstabilan.
Pada
tahun 1969 dilakukan kembali pemilihan pesirah Marga Sanga Desa dan terpilih M.
Den bin H. Oni. Masa ini masuknya pemukiman transmigrasi di Sanga Desa. Pesirah
M. Den mengakhiri jabatannya karena berlakunya Undang-Undang NO. 5 Tahun 1979.
Undang-undang
ini menghapus stelsel Marga dan Jabatan Pesirah dari struktur Pemerintahan
Daerah Provinsi Sumatera Selatan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
1984.
Marga
Singa Desa atau Marga Sanga Desa sekitar tahun 1740 Masehi. Zaman Kesultanan
Palembang dalam Kepemimpinan Sultan Mahmud Badarudin I 1724-1758. Melewati tiga
masa kekuasaan; masa Kesultanan Palembang, kemudian masa Kolonial Belanda,
Pemerintahan Militer Jepang, melewati zaman Orde Lama dalam Pemerintahan
Republik Indonesia dan dihapus tahun 1984 semasa Orde Baru.
Nama
Marga Sanga Desa bertahan sampai Pemerintahan Orde Baru. Kemudian dirubah lagi
sesuai administrasi pemerintahan Indonesia, Kecamatan Sanga Desa. Pemimpin
bergelar Camat, dan pemimpin desa bergelar Kades, singkatan dari Kepala Desa.
Masuk Administrasi Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Sekarang di Kecamatan Sanga Desa terdapat 17 desa dan 2 kelurahan. Desa Ngulak
dahulu sekarang sudah menjadi kelurahan, sementara pecahan Desa Ngulak II dan
Ngulak III.
Zaman
Depati Anang Mahidin yang memindahkan pemerintahan di lokasi yang sekarang
menjadi Desa Ngulak III. Tempat Pasirah dan Kantor Marga Sanga Desa. Sebagian
penduduk ada juga yang pindah membangun pemukiman baru yang kelak akan menjadi
Desa Ngulak II.
Daftar
Desa 2024: 1. Air Balui. 2. Nganti. 3. Jud I. 4. Jud II. 5. Penggage. 6.
Ngunang. 7. Ngulak II. 8. Ngulak III. 9. Ulak Embacang. 10. Terusan. 11.
Kemang. 12. Tanjung Raya. 13. Air Itam. 14. Keban I. 15. Keban II. 16.
Kelurahan Ngulak I. 17. Panai. 18. Macang Sakti. 19. Kelurahan Ngulak.
Marga Singa Desa (Dusun), berubah Marga Sanga Desa dan berganti Kecamatan Sanga Desa. Dari Depati ke Camat. Sensus tahun 2020 penduduk berjumlah 33.012 Jiwa. Kode post 30759. Perbatasan: Utara dengan Kecamatan Batanghari Leko. Selatan: Babat Toman. Timur: Babat Toman. dan Bagian Barat dengan Kabupaten Musi Rawas.
Baca: Bagian 1. dan Baca Bagian 2.
(Tulisan ini juga telah di terbitkan di Majalah Kaghas. Volume 1. No. 8. 2024).
Post a Comment