Surat Kita
Surat Kita. Restu Yang Tak Tergapai
Apero
Fublic.- Surat Kita. Angin bawalah kata hati ini pergi jauh. Jauh
di upuk yang terjauh. Lalu pantulkan pada dinding karang. Agar
memecah dalam pesan pada semua. Buah surat yang tak beralamat, ini.
Sering
hari yang cerah kita menyambutnya dengan ungkapan semua rasa kebahagiaan. Kita
menikmati pagi yang cerah, sejuk dan bersahaja. Kita persiapkan hari-hari itu
dengan bermacam rencana-rencana kita. Kita buat agenda yang sesuai dengan
keinginan kita. Kitapun melangkah dengan pasti tanpa merasa beban sedikitpun.
Sehingga
kita lupa membawa payung, dan kita kehujanan diperjalanan. Kita pikir dapat
menentukan waktu pada waktu dan jalan yang tepat, namun jalan macet, banjir,
dan sebagainya telah memakan waktu kita. Kita lupa membawa air minum, sehingga
kita kehausan dan terpaksa membeli dengan susa payah. Inilah, perumpamaan hidup
kita yang hanya dapat berusaha dan berencana.
Maka
aku tulis surat ini, bukan aku meminta simpati pada kalian yang membacanya.
Surat tanpa alamat ini aku tulis sebagai ungkapan hati dan ungkapan hidup. Aku
tidak meminta belas kasih pada siapapun. Dengan cara ini aku dapat menuangkan
semua keluh dan kesah u, setelah sepanjang malam aku berdoa pada Allah.
Disini
aku bercerita pada alam, pada dunia, pada angin, pada hati kalian semua.
Sesunggunya yang paling mengerti diri kita, hanyalah Allah dan diri kita
sendiri. Sedangkan semua orang hanya dapat berkata sabar, sabar, dan sabar.
Tapi terimakasih juga atas sedikit kepeduliannya, walau itu tidak menenangkan
jiwa.
Adilkah
dunia?, mungkin dunia tidak adil?, benar!!!. Hanya Allahlah yang maha adil itu.
Di dunia orang hanya dapat melihat kita dari luar, dan sesuai pemahaman mereka.
Aku tidak menyalakan siapapun akan hidupku yang sederhana ini. Tetapi aku
mengakui bahwa dalam hidup kita harus memiliki kedewasaan yang tinggi. Pernah
hati begitu mencintai seseorang, pernah harapan begitu besar dan sangat menutup
pintu imanku.
Aku
lupa dengan takdir yang telah ditulis oleh Allah, dan merasa akulah yang
menulis takdirku sendiri. Aku tulis dengan rencana-rencanaku, hayalan ku,
imejinasi ku. Tatapi itu kandas dengan satu bait restu, yang telah ditakdirkan
itu. Apakah itu, sebuah rhidoh dari orang tuanya, yang tidak aku dapatkan.
Sebuah restu dari orang tuanya, untuk menjadi pendampingnya, menjadi ibu-ibu
anak-anaknya.
Tetapi,
aku tidak marah atau membenci sebab memang selama ini aku menulis takdir
sendiri, dan melupakan takdir Allah SWT. Aku tidak kecewa, sebab aku sadar, aku
akan menjalani denga ikhlas jalan takdir Allah. Mungkin aku masih terlalu kekanak-kanakan,
dan belum pantas menjadi istri dan menantu.
Dalam
sebuah hubungan, restu itulah yang sebenarnya, menjadi takdir kita. Sesekali
aku putar kenangan petikan gitar jemarimu. Menikmati suara khas sendumu. Nada
sumbang yang aku suka, lalu kau Tersenyum. Mengingat kembali tentang teduh mu.
Bolah mata yang berbinar menjadi cahaya dalam malam-malamku. Kasih, kau menawan
kalah itu.
Yang
sekarang membuat aku terusik, ingatan ku terusik. Ada buku dairy yang selalu
aku tulis, khusus tentangmu dahulu. Sekarang, aku tutup buku itu, tak ingin
melanjutkan tulisan-tulisan itu lagi. Tapi dunia harus tahu, lalu
aku menulis dilembar jiwaku yang luka. Meski gemetar, berdebar,
kadang air mata yang menjadi tintanya. Aku kuatkan dan aku paksakan. Satu hal,
yang menjadi inti dalam hal ini, dan menjadi nasihatku adalah, “jangan
terlalu sayang lagi.”
Aku
tahu, pandangan hidup mereka tentang aku, mereka menerka, mereka menduga. Lalu
batinku bertanya, kenapa? Mengapa?. Berulang kali aku bertanya dan mencari
jawaban, tetapi tetap tidak dapat aku jelaskan!!!. Aku “sudah
berusaha, sudah menyakinkan, tapi tidak bisa.
Sekali,
duakali, atau sekali lagipun. Jawabnya tetap sama, tidak, Aku tidak
menerima, katanya. Hatiku bertanya, dapatkah penolakan sebelum dikenal,
bagaimana bisa. Oke, aku bertanya juga, perempuan seperti apa yang mereka mau
untukmu. Wanita macam apa yang mereka inginkan, mungkin aku dapat merubah
diriku demikian.
Tetapi
itu tidak dapat menjawabnya, aku kalah dan tersingkir dengan sendirinya. Sejak
itu, Aku musnah, Aku hancur. Tinggal kenangan dan cerita yang berakhir
dengan kenyataan yang tidak pernah aku bayangankan. Kekasih masa lalu, semakin
jauh. Berdosakah bilah hati berharap ada keajaiban.
Tetapi
sekaranga aku sudah bukan anak-anak lagi, gadis imut dengan keluguan hidup. Aku
kini kembali pada jalan semestinya sebagai seorang hamba, seorang muslimah.
Doa, dan memantaskan diri serta menanti yang sudah ditakdirkan untukku. Selamat
tinggal masa lalu, kau telah menjadikan aku seorang yang tanggu.
Pesan
ku, pada semua sahabat yang aku sayangi, juga pada semua gadis-gadis yang
sedang mencari pasangan sejatinya. Ingatlah, jangan terlalu dalam mencintai,
dan ukurlah batas bahwa kita masih bersahabat dengan orang yang kita cintai,
itu.
Ingat
ada tiga hal yang belum kita tahu, pertama takdir Allah yang sudah tertulis,
kedua rhidoh Allah akan jodoh kita, ketiga restua orang tua kita dan orang tua
dia yang dapat memisakan atau menyatukan.
Maka saat kita berjalin kasih, jangan
sampai melanggar norma-norma adat, norma-norma agama kita Islam, dan sebagai
Muslimah beriman. Yang paling penting jaga harga diri kesucian kita. Agar
apabila kita tidak berjodoh denganya, kita tidak menjadi sisa darinya.
Aku
bersyukur karena aku dapat menjaga norma-norma itu. Dan, kita tidak
mengecewakan orang yang mencintai kita dikemudian hari. Kita tidak mengecewakan
lelaki dan keluarganya yang mau menerima kita apa adanya. Agar kita tidak
mengecewakan seorang lelaki yang menua bersama kita, ia pengganti ayah kita, ia
akan memberikan kita anak-anak yang lucu dan cintanya, bukan sekadar janji atau
hubungan semu atau pacaran.
Intinya
kita tidak melukai orang yang mencintai kita nantinya, mungkin ia dapat
menerima kekurangan kita, namun jauh di lubuk hatinya teriris. Ia bersedih,
namun demi menyenangkan kita ia perlihatkan senyuman dan kebahagiaan. Maka dari
itu, kaum hawa cintailah seperlunya dan sewajarnya demi suami kita kelak.
Wanita
yang setia itu, bukan setia pada kekasihnya tetapi setia pada jodohnya yang
belum berjumpa, semoga kita semua setia pada jodoh kita, dan tetap istiqomah.
Ingat, lelaki mungkin dapat menerima kita apa adanya, namun ia tidak akan
pernah rhidoh dengan yang terjadi di masa lalu. Surga wanita
tergantung rhidonya suaminya.
Bahkan
lebih banyak lelaki akan meninggalkan kita saat dia tahu kalau kita tidak suci
lagi. Sebab seburuk-buruk lelaki dia tetap mencari istri yang baik dan
suci untuk ibu dari anak-anaknya. Apalagi lelaki baik-baik dan tidak pernah
berzina. Semoga kita kaum muslimah mulai sadar dari drama-drama cinta yang
tidak perlu. Kembalilah ke Islam wahai kaum muslimah. Aammiinnnn.
Oleh:
Purnama.
Editor.
Selita. S.Pd.
Palembang. 26 November 2018.
Sumber
foto. Nur Aisyah.
Sy. Apero Fublic
Via
Surat Kita
Post a Comment