Cerita Bersambung
Mata Cantik Aisyah Part III: Aisyah dan Geng Mio
APERO FUBLIC.- Bulan
Ramadhan 1439 Hijriah telah berlalu, sekitar sebulan lalu. Aktivitas
perkuliahan Aisyah dalam libur smester. Kampus sepi, hanya mahasiswa smester
akhir yang datang mengurus tugas akhir, seperti skripsi, kompre, ujian
munaqosah yang datang ke kampus. Mereka dengan sabar menunggu untuk
bimbingan skripsi atau ujian komprehensip. Libur smester, Aisyah juga pulang ke
kampung halamannya di Kota Lahat. Desa Aisyah sangat indah, banyak sawah
terhampar dan perbukitan yang tinggi.
Suatu pagi Aisyah pergi kepasar sayur dengan berjalan kaki. Aisyah sengaja
tidak membawa sepeda motor. Dia ingin melepas rindu dengan tanah kelahirannya.
Karena sudah lama tidak pulang ke desa jadi Aisyah ingin menikmati suasana desa
yang asri, sejuk dan damai. Sambil berjalan Aisyah menikmati pemandangan alam
daerahnya yang indah. Awan putih nampak bergumpal di atas bukit salero.
Memanjakan matanya, yang sudah berbulan-bulan hanya melihat kendaraan dan
gedung-gedung di Kota Palembang.
Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi. Dengan santai Aisyah pulang dari
pasar membawa belanja sayurannya di dalam keranjang rotan yang dianyam indah.
Hasil kerajinan anyaman dari ibunya. Ada dua kilogram ikan sungai, setengah
kilo tomat, dua ikat sayur kangkung, dua kilo kentang, dan bumbu-bumbu dapur.
Saat pulang, agar tidak terlalu jauh Aisyah mengambil jalan pintas. Sebuah
jalan setapak menuju rumahnya.
Selain itu Aisyah juga ingin melihat lebih
banyak hamparan sawah dan pepohonan di perbukitan. Dulu jalan setapak itu
adalah jalan pulang Aisyah dari sekolah sewaktu SMA. Aisyah berpapasan dengan
beberapa ibu-ibu yang pulang dari sawah. Semuanya tersenyum hangat menyapa
Aisyah. Kedua ibu-ibu itu suka Aisyah semakin sholehah. Saat bertegur sapa
mereka memuji Aisyah, sehingga Aisyah jadi malu.
Pertengahan perjalanan menyusuri jalan setapak itu. Melewati tanah
lapang yang ditumbuhi rerumputan hiaju. Sekelompok anak perempuan nampak
berkumpul. Mereka duduk dan bermain disekitar itu. Perbincangan yang seru,
terkadang mereka tertawa terbahak-bahak. Semuanya tampak begitu ceria dan
gembira. Entah apa yang membuat mereka begitu semangat. Seharusnya mereka
kesekolah hari ini. Tapi mengapa tidak bersekolah. Ternyata mereka bersepakat
untuk bolos.
Semuanya berbaju kaos mini yang hampir terlihat pusarnya dengan celana
pendek sebatas paha. Ada juga yang memakai rok mini. Tiga orang remaja
rambutnya dipotong pendek sebahu. Duduk di sisi jalan setapak yang di cor
beton, beralas sendal. Lima gadis lagi duduk diatas sepeda motor, dua tegak di
sisi motor dengan tangan di lipat kedada. Bahkan ada yang duduk diatas sepeda
motor degan cara kakinya diletakkan diatas setir motor.
Kaki dan pahahnya
terpampang jelas. Tubuhnya ramping semampai, berkulit putih, alis hitam halus,
wajah oval dengan lesung pipit. Wajah cantik dengan bibir merah tanpa lipstik.
Namanya Zulaihah, dia pemimpin Geng Mio di desa Aisyah. Memang semua
kelompoknya memakai sepeda motor mio. Aisyah memperhatikan sekumpulan
gadis-gadis remaja itu.
Kalau dilihat dari umurnya mereka masih anak SMA. Dua
tahun lebih muda dari Aisyah. Kemudian salah seorang diantara mereka berseru.
Melihat Aisyah melangkah perlahan menuju kumpulan mereka. Aisyah yang memakai
cadar, bergamis, dan berhijab syariah tentu menjadi perhatian mereka. Bila
dibandingkan dengan mereka seperti langit dan bumi.
“Eh,
lihat siapa itu !!!.” Serly berseru, dia tegak dengan tangan dilipat di dada.
“Entahlah,
ada juga sok alim di desa kita.” Kata Arum yang rok mini.
“Orang
baru mungkin.” Yang berambut pendek sebahu, dan dicat kuning kekuningan
dibagian depan menimpali. Namanya Via.
“Baru
lihat. Kata yang duduk di belakang Arum.
“Itu
Aisyah sepertinya. Rumahnya tidak jauh dari rumahku.” Yang duduk di motor
menambahkan.
“Dulukan
dia tidak bercadar dan berpakaian begitu.
“Oh.
Aisyah. Ku pikir siapa. Sok sekali itu cewek. Baru kulia beberapa smester sudah
begitu pakaian kayak orang Arab.” Kata Zulaihah.
Aisyah sampai di dekat mereka. Gadis di atas motor memberi kode pada
gadis remaja yang rambutnya di cat warna kuning untuk menghalangi jalan.
Kemudian dua temannya juga ikut pura-pura berbincang di tengah jalan. Sehingga
jalan setapak terhalangi oleh mereka bertiga. Setelah Aisyah dekat dan tinggal
beberapa langkah. Aisyah menyadari kalau dia bertemu remaja-remaja nakal.
Sebagai seorang mahasiswi dia tetap tenang. Menganggap mereka semua sebagai
adik-adiknya.
“Waduh,
gayanya macam ustazah saja ya. Kemaren pakai hijab saja terpaksa, sekarang baru
kulia beberapa smester sudah pakai cadar. Anehhh...
“Munafiq
juga, ini orang ya.
“Tau,
aah...
“Macam
orang Arab saja. Ini Indonesia yee.” Kata Via sambil mulut di dowerkan.
“Mirip
ibu-ibu yah.!!! Mirip sekali ya. !!! Pakek gamis, pakek cadar. Eh, itu ditangan
mirip tempat bawang merah ya.” Mereka meledek handshock Aisyah.
Semua
kemudian tertawa terbahak-bahak. Aisyah mendidih sampai keatas ubun-ubun kepalanya.
Tapi dia kemudian beristiqfar dan bersabar. Dia diam saja mendengar perkataan
remaja-remaja itu. Aisyah walau baru masuk semester empat dia sudah benar-benar
dewasa. Dia tahu kalau ini anak remaja yang perlu dia rangkul. Banyak celoteh
mereka membuat kuping Aisyah panas. Sesungguhnya kelompok Geng Mio ingin
membuat Aisyah marah dan ribut dengan mereka. Setelah itu Aisyah kemudian
berkata lembut.
“Adik,
sudah bicaranya. Kakak mau lewat pulang.
“Adikkkk.
Sok dekat ini cewekkk.” Kata Zulaihah yang paling sangar.
“Lewat
saja sendiri apa urusan kami. Sok baik, emang kami adik kamu.” Kata si pirang
ketus. Aisyah kemudian mengalah dan dia keluar dari jalan setapak dan melewati
rerumputan tanah lapang. Dia terus berjalan tanpa menghiraukan celoteh nakal mereka.
Aisyah benar-benar di uji imannya pagi ini. Bukan ahlak seorang muslimah
sejatih apabila berkata-kata kasar.
Satu bulan berlalu dari kejadian itu. Suatu hari Aisyah pergi bersantai
jalan sore bersama seorang sepupunya, Muslimah. Di perbatasan desa ada tempat
penjualan kuliner. Di sana masyarakat sering datang bersantai, menikmati
pemandangan Bukit Salero, tepian Sungai Lematang berbatu dan berair jernih,
Kawasan Merapi Barat. Daerah Aisyah adalah dataran tinggi.
Banyak jalan yang
berliku-liku karena jalan berbukit dan menghindari jurang. Di kelokan, agar
aman pengendara membunyikan klakson dan melaju perlahan-lahan. Ada lembah yang
cukup dalam dan curam di sisi jalan. Aisyah melaju dengan perlahan dan sabar.
Sepupunya yang rewel selalu manja mengajak berbincang terus. Aisyah sabar
meladeni adik cantiknya itu.
“Kak,
nanti kaka yang traktir, besok baru aku?
“Ahh,
kamu ini, besok terus. Datang besok traktir hari ini, besok dia
besak lagi.
“Iyalah
akukan adik. Adikkan memang nomor satu.
“Oh.
Mentang-mentang adik kamu yaaa, zolim ke kakak, durhaka tau.
“Kak
gimana kabar cowok kakak.
“Eh,
jangan sebut lagi. Kakak sudah hijrah dan istiqomah. Menjemput jodoh tanpa
pacaran. Dulu kakak belum tahu saja tentang hukum Islam. Setelah kakak tahu
jadi kakak tidak mau pacaran lagi. Dosa besar.
“Benar
dosa besar kak.?
“Iyalah,
itu jelas tertulis di dalam Al-Quran. Tidak boleh mendekati zina.
“Kak
bole aku juga ikut hijrah.
“Eh,
kamukan masih kecil, belum pernah pacaran. Jadi bukan hijrah namanya. Tinggal
menutup aurat dan memperdalam pengetahuan ilmu agama.
“Ohhh.
Begitu, makasi kak aku yang cantik. Semoga kak Ali cepat melamar Yah.
Aisyah melihat bekas ban mobil mengerem. Tapi itu biasa kalau di jalan
raya. Kali ini ada rambu-rambu lalu lintas yang memberi tahu kalau jalan
tikungan tajam dan menurun. Saat melewati pertengah tikungan tanpa sengaja
Aisyah melihat ke samping kirinya. Aisyah terkejut dan setengah tidak percaya.
Tiga motor mio tergeletak, sedangkan ada delapan orang gadis dengan busana
seksi sekali tergeletak disekitaran itu, terluka parah. Sepertinya mereka ada
yang bonceng tiga. Ada yang berdara di hidung, tangan, kaki. Aisyah berhenti
mendadak. Membuat Muslimah tersentak kaget. Muslimah menggerutu kenapa
tiba-tiba berhenti. Aisyah dengan sigap menepikan motor dan turun.
Muslimah
yang baru melihat juga terlonjak dengan kaget. Merekapun buru-buru menolong
delapan orang yang tergeletak itu. Erangan dari mulut mereka terdengar kalau
mereka masih hidup. Untung sesaat kemudian ada mobil pickup kosong lewat. Masih
mobil penduduk di desa Aisyah. Sehingga keenam gadis itu dibawak kerumah sakit
Kota Lahat.
*****
Sejak kejadian sore itu. Dimana Aisyah membantu, merawat dan sekaligus
mengantar mereka ke rumah sakit. Membuat Geng Mio terharu. Mereka tidak menyangka
kalau Aisyah masih baik dan membantu mereka. Seandainya Aisyah dan Muslimah
tidak membantu. Entah apa yang terjadi, mungkin mereka meninggal atau diperkosa
orang.
Kejadian itu membuat Geng Mio sadar. Mereka datang menemui Aisyah dan
meminta maaf. Mereka berterimah kasih dan mengakui kalau mereka salah. Aisyah
memaafkan mereka dan sekarang bersahabat. Aisyah sering berkumpul dan berbagi
dengan mereka. Terutama tentang kewajiban seorang muslimah menutupi auratnya.
Berbagai alasan mereka dalam menanggapi ajakan menutupi aurat. Ada yang bilang
masih jarang shalat. Ada yang buta ilmu agama, ada yang beralasan bukan anak
pesantren. Aisyah menjelaskan kalau itu semua dapat diperbaiki seiring waktu.
Aisyah menceritakan saat pertama dia memakai hijab syariah dan bercadar masih
pacaran. Kemudian setelah dia tahu kalau tidak bole mendekati zina seperti
pacaran. Maka dia memutus pacaranya, si Ahmad.
Sekarang Aisyah juga sedang belajar tentang ilmu piqh muslimah.
Mereka akrab, dan menjadi seperti adik dan kakak. Suatu hari Aisyah mengundang
mereka, buat acara rujakan. Aisyah tidak lagi membicarakan tentang hijrah.
Ternyata Geng Mio juga sudah mendapat hidayah. Saat makan ruajak bersama itu
mereka berkata kalau mau hijrah karena Allah. Selama ini mereka tidak tahu sehingga
mereka hanya ikut-ikutan sifat remaja di televisi, novel, youtube, medsos.
Sehingga akhirnya mereka mencoba dengan syarat kalau tidak tahan boleh dilepas.
Aisyah bilang coba saja dan hanyati dengan iman. Sepuluh orang anggota Geng Mio
memakai hijab syaraiah. Mereka membeli hijab secara online, lengkap dengan
cadar, dan hand shock. Geng Mio memakai cadar dan pakaian syariah.
Dua anggota yang tidak ikut kecelakaan juga ikut hijrah.
Setelah semua seragam busana muslim. Suatu hari, mereka mutuskan untuk
bersantai bersama. Geng Mio yang baru mulai menampakkan diri. Desa Aisyah heboh
dan beragam tanggapan masyarakat. Ada yang bilang radikal, teroris, budaya
Arab, sok suci, kayak ibu-ibu.
Tapi mereka semua tidak peduli. Sebab mereka
hijrah karena Allah. Allah mengampunkan semua dosa hambanya yang taubat. Suatu
sore, Geng Mio, Aisyah, Muslimah melanjutkan niat beli bakso yang tertunda
dulu, sebab mereka membantu kecelakaan. Sekarang sudah ada enam motor mio.
Kebetulan motor Aisyah juga motor mio. Ada duabelas orang bersepeda motor
mengenakan busana muslimah. Penduduk desa terperanga melihat semua itu. Saat
tiba ditempat jajanan, semua penduduk terdiam dan tidak percaya. Si ibu penjual
bakso beberapa kali bertanya apakah benar kalau itu Geng Mio pimpinan Zulaihah.
“Dunia terbalik apa?. Si ibu itu berguman.
Geng Mio merasa nyaman memakai pakaian muslimah. Mereka merasa aman dan
terlindungi. Laki-laki tidak melihat mereka dengan renda dan penuh pandangan
nakal. Mereka merasan menjadi wanita yang mulia. Sehingga akhirnya Geng Mio
benar-benar berubah total, lahir dan batin.
Di malam hari mereka belajar
mengaji di masjid. Sepulang sekolah mereka latihan berbagai kegiatan
bermanfaat. Seperti bermain musik robana, mendesain busana muslim, bermain
volly ball. Ternyata walau berbusana muslim tidak menghalangi mereka
berolahraga.
Orang tua Geng Mio merasa bangga dengan mereka. Sehingga anggota
Geng Mio menjadi terharu. Mereka tidak menyangka kalau orang tua mereka menjadi
bangga dan bahagia melihat anak gadis mereka menjadi gadis shalehah. Kalau
selama ini mereka dimarahi setiap hari. Sekarang ayah dan ibu mereka jadi
tersenyum bahagia selalu.
Suatu festival olahraga di adakan di Kecamatan Merapi Barat, Lahat. Desa
Aisyah menjadi tuan rumah. Geng Mio dan Aisyah ikut bertarung dalam kompetensi
itu. Enam orang Zulaihah dan teman membentuk tim volly.
Dua orang beradu di
busana muslim. Aisyah dan Musliman di tim kasidah. Tanpa disangka-sangkah
mereka mendapat juara pertama semua. Keharuan kembali terjadi saat Pak Bupati
yang memberikan hadia. Para orang tua Geng Mio yang menonton menyaksikan mereka
jadi terharu.
Berurailah air mata mereka. Tak disangkah anak nakal dahulu
sekarang berubah menjadi anak berprestasi dan shalehah. Geng Mio berlari
menemui ibu–ibu mereka masing-masing. Memeluk dengan rasa mengharu-biru, sambil
menangis. Mereka sekarang benar-benar menyadari alangkah indah hidup dengan
kebaikan ahklak.
Begitupun ibu Muslimah juga bangga padanya. Aisyah tersenyum melihat
ibunya. Dia memeluk sang ibu. Ibu Aisyah juga sangat sayang dengan Aisyah.
Ibunya juga bangga putrinya sekarang menjadi gadis shalehah dan mampu merubah
teman-temannya.
Di keramaian sore itu, penduduk melepas kepulangan Pak Bupati,
dan tim-tim kecamatan lain. Sebelum pulang Pak Bupati berpesan agar anak muda
menjadi agen perubahan bangsa, jauhi narkoba, rajinlah belajar, dan pelajari
ilmu agama, Islam. Aisyah berjalan di kerumunan masyarakat di dampingi ibunya.
Dia bermaksud belanja jajanan. Lalu Aisyah bertemu dengan teman-temannya. Orang
tua para Geng Mio sangat bahagia bertemu Aisyah. Bagi mereka Aisyah adalah
pahlawan anak-anak mereka. Eh, ada yang menawarkan untuk menjadi menantunya.
Aisyah bilang Insyaa Allah nanti setelah selesai kuliah.
******
Libur semester telah berakhir. Aisyah pamit untuk kembali ke kampus.
Pagi yang cerah dan penuh haru. Sebelumnya Aisyah sudah pamit dengan
teman-temannya. Muslimah dan tentunya Geng Mio yang sudah hijrah itu, menjadi
sedih. Tas dan barang bawaan Aisyah sudah di siapkan ayahnya di pinggir jalan.
Agar kenek bus mudah mengangkat nanti. Aisyah memeluk ibu dan ayahnya.
Begitupun dua adik kecilnya, Khadijah yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Dua adik laki-lakinya yang sudah SMP dan SMA juga berpamitan pagi tadi sebelum
berangkat ke sekolah. Setelah siap Aisyah menunggu bus lewat di depan rumahnya.
Bus lewat pukul 09:00 WIB biasanya. Beberapa tetangga Aisyah juga sedih Aisyah
kembali ke Kota Palembang. Terasa sepi kalau tidak ada Aisyah, kata mereka.
Aisyah melangkah keluar diiringi ibunya. Saat Aisyah keluar membuka pintu.
Betapa terkejut Aisyah halaman rumahnya sudah ramai.
Geng Mio datang untuk melepas keberangkatan Aisyah ke Kota Palembang.
Tapi yang paling Aisyah terkejut. Ada ratusan wanita yang berbusana muslimah
sesuai syariah. Aisyah tidak menyangka kalau semua gadis di desanya sudah
menyadari menutup aurat adalah wajib bagi wanita muslim.
Semuanya tahu dan
mengenal puncaknya saat pestival olah raga kemarin. Sehingga semua penduduk
desa mengetahui.Teriak panggilan kakak memanggil Aisyah menggema di halaman
rumah. Aisyah hampir menjerit haru dan menutup mulut dengan kedua tangannya.
Begitupun ibu, ayah, tetangga, dan penduduk yang melintas menjadi terharu. Air
mata mereka mengalir dengan sendirinya. Geng Mio memberikan Aisyah sebuah boneka
berungan besar sebagai hadiah. Mereka memeluka Aisyah satu demi satu. Dalam
haru dalam tangais mereka merasakan kedamaian dalam iman Islam.
Bus yang di tunggu datang juga. Ayah Aisyah memberi tanda agar bus
berhenti. Bus mengerem, berhenti tepat di depanrumah. Seorang anak perempuan
umur tujuh tahun menangis meminta Aisyah jangan pergi. Ibu si anak berusaha
menangkan. Dia bilang Kakak Aisyah mau kuliah, mau belajar, nanti kalau dia
libur dia akan pulang lagi.
Anak itu namanya Fatimah, selalu belajar mengaji
dengan Aisyah. Kepergian Aisyah diiringi air mata haru dan cinta kasih semua
orang desanya. Lambaian tangan mereka dapat Aisyah lihat dari jendela bus.
Aisyah merasa bahagia sekali. Seperti mimpi rasanya. Dalam hati Aisyah
berkata.
Terimah kasih Ya Allah telah menganugerahkan kasih
sayang diantara kami. Kau telah membuka pintu hidayah sehingga kami dapat
menikmati rahmatmu dengan baik. Untuk menghilangkan bosan Aisyah membuka
handpone samsung miliknya. Dari facebook, instagram,
sampai twitter. Aisyah tidak pernah membuka konten yang buruk
apalagi amoral.
Tidak pernah menulis status yang tidak baik di dinding media
sosialnya. Perjalanan yang membosankan dengan lama mencapai tujuh jam
perjalanan, Lahat ke Kota Palembang. Mau tidak mau harus di jalani dengan
sabar. Sebua pesan dari whatsApp masuk. Itu pesan dari seorang
pemuda blogger yang pengangguran, Kak Joni tertulis namanya.
“Assalamualikum
dek?
“Waalaikum
salam, Kak.” Jawab Aisyah.
“Adik
apa kabar? “ Masih libur apa?
“Alhamdulillah,
baik Kak. Sudah kembali kulia kak. Ini adik sudah di jalan menuju Kota
Palembang. Senin ini adik sudah mulai kuliah aktif.
“Adik
di bus sekarang.
“Iya
kak?
“Kakak
dimana, lagi apa?
“Kakak
di rumah. Sedang mengetik cerpen. “Oh, yah. Puisi adik sudah kakak upload di blogger.
“Terimah
kasih, kak. Coba kirim lingnya.” Balas Aisyah.
Seorang
anak muda duduk di kursi di sebalah kursi Aisyah. Rambut agak gondrong, mata
sipit, kulit berwarna putih. Memakai switter berwarna biru langit. Kepalanya
dia tutup dengan topi switternya sehingga terlihat wajahnya saja. Celana jean
hitam, bersepatu karet berwarna biru.
Ada tas kecil berwarna coklat, yang
berisi Al-Quran saku, handpone, sisir dan handuk kecil. Pemuda itu duduk
bersebelahan dengan seorang bapak-bapak berumur empat puluhan tahun. Si pemuda
membuka smartphone xiomi miliknya. Dia sedang
mengirim pesan entah pada siapa.
Kemudian si pemuda melihat ke arah kursi
Aisyah. Seringgai aneh mengulas di bibirnya. Tatapan mata si anak muda juga
penuh tanda tanya. Aisyah melirik dan hatinya bertanya-tanya tentang si pemuda
itu. Namun semua tanya hatinya dia abaikan sebab tidak berbuah jawaban.
Oleh.
Joni Apero.
Editor.
Desti. S.Sos.
Palembang,
28 Juli 2019.
Sumber gambar
kartun. http://kartunmuslimah.com
Sy. Apero Fublic
Post a Comment