Budaya Daerah
Identifikasi Identitas Wilayah Secara Tradisional: Studi Sumatera Selatan
Apero Fublic.- Dalam
pengidentitasan kehidupan masyarakat, sering kali penulis membuat penyebutan
salah kapra. Begitupun masyarakat secara awam, mereka akan mengidentitaskan
diri berdasarkan pemahaman singkat saja. Masyarakat tidak memiliki pemahaman
akademisi yang baik. Mereka masyarakat dan sebagian besar penulis.
Tidak dapat
membedakan antara suku bangsa dengan pengidentitasan wilayah secara
tradisional. Dapat dikatakan suatu suku bangsa ketika masyarakat tersebut telah
memiliki perbedaan secara kebudayaan dan antropologis. Misalnya bahasa tidak
lagi serumpun serta tidak lagi memiliki akar kebudayaan yang sama.
Sebagai
contoh seumpama Suku Bangsa Melayu Indonesia dengan Suku Bangsa Han di Cina.
Suku Arab di Timur Tengah dengan Suku bangsa Viking di Eropa, dan sebagainya.
Dari sini dibandingkan dimana bahasa sudah tidak lagi serumpun, kebudayaan yang
jauh berbeda, wilayah dan geografis berbeda, adat istiadat jauh berbeda. Baru
dapat disebut dengan suatu Suku Bangsa.
Kasus di Indonesia yang memiliki keadaan geografis wilayah berbeda-beda.
Membuat identikasi diri juga berbeda-beda. Di Indonesia orang tinggal di setiap
pinggiran sungai menjadi suku sungai itu. Yang tinggal di pegunungan menjadi
suku gunung. Yang tinggal di dekat danau jadi suku danau. Yang tinggal di pulau
tertentu jadi suku pulau tersebut. Padahal mereka satu suku bangsa, yaitu
Melayu.
Pada zaman dahulu jalur transportasi melalui perairan, sungai, laut, dan
danau. Jalur transportasi sungai menyebabkan masyarakat pada zaman dahulu
tinggal di pinggir sungai, danau, atau pantai. Mereka juga menetap di dekat
sungai atau sumber air untuk memenuhi kebutuhan air, seperti mandi, mencuci,
memasak, menangkap ikan, dan untuk transportasi.
Maka hampir semua pemukiman
penduduk terletak di pinggir-pinggir sumber air. Setiap sungai ini kemudian
mereka berikan nama. Lama semakin lama, mengembangkan kebudayaan setempat dan
memiliki kebiasaan berbeda. Lalu melalui interaksi keluar daerah mereka dikenal
dengan suku dari wilayah dimana mereka tinggal. Seandainya menereka tinggal di
pinggiran sungai tertentu, mereka di kenal dan mengidentitaskan diri dengan
nama sungai tersebut.
Misalnya suatu masyarakat itu tinggal di daerah pinggiran sepanjang
Sungai Keruh. Maka kemudian mereka di sebut Suku Sungai Keruh. Orang Sungai Keruh
menyebut orang yang tinggal di pinggir Sungai Musi disebut Suku Musi (Sekayu).
Sekarang perlahan masyarakat menamakan dengan suku Sekayu atau Orang Sekayu.
Kemudian ketika masyarakat itu tinggal di daerah Sungai Rawas. Maka mereka
mengatakan kalau mereka Orang Rawas atau Suku Rawas.
Kemudian masyarakat yang
tinggal di sepanjang aliran Sungai Komering, dinamakan Suku Komering. Kemudian
masyarakat tinggal di daerah Danau Ranau dinamakan Suku Ranau. Misalnya Suku
Lematang karena tinggal di sepanjang Sungai Lematang. Orang yang tinggal di
Palembang di sebut Suku Palembang.
Nama Palembang itu baru muncul berabad-abad
setelah Kedatuan Sriwijaya runtuh. Padahal mereka semua adalah orang Melayu
tulen. Hendaknya, pengidentifikasian suku bangsa bukan dari tempat tinggal.
Harus melalui dari kajian mendalam.
Penyebutan nama-nama tersebut misalnya Suku Musi tidak tepat. Para
penulis baik cetak atau elektronik terlalu buru-buru menafsirkan suku
masyarakat suatu tempat tersebut. Tanpa menguasai ilmu kebudayaan, ilmu
antropologi dan sejarah dengan baik.
Nama-nama itu, Suku Maranjat, Suku Ogan,
Suku Musi, dan sebagainya. Nama-nama tersebut sesunggunya adalah nama tempat
tinggal atau nama wilayah masyarakat secara tradisional, bukan nama suku. Suku
bangsa masyarakat Sumatera Selatan adalah Melayu.
Keberadaan orang Melayu
Sumatera Selatan memiliki bukti sejarah. Dari berupa data arkeologi dari zaman
purba, zaman kebudayaan batu (megalitikum), dan bukti tertulis seperti prasasti
peninggalan Kedatuan Sriwijaya dan prasasti berupa tulisan aksara Kaganga,
beserta artepak, mantifak, dan keserumpunan bahasa.
Dalam penulisan atau pernyataan dan sebagai penjelas kewilayahan ada
baikanya di gabungkan kata Melayu. Seperti Melayu Meranjat yang berarti orang
Melayu di daerah Maranjat, Ogan Ilir.
Melayu Basemah yang berarti orang Melayu
yang tinggal di Basema atau Pagaralam. Begitupun yang lain misalkan, Malayu
Musi, Melayu Ogan, Melayu Ranau, dan sebagainya. Sehingga masyarakat tidak
terjadi terkotak-kotak.
Dengan pemahaman yang salah. Jangan kita terjebak terus
oleh taktik pecah belah peninggalan Belanda.Atau menjadi penulis atau
paham neoblandaisme atau orang-orang Indonesia yang terus
menjadi kepanjangan tangan orientalis Belanda dalam melakukan pecah belah di
tengah masyarakat Indonesia.
Secara nasional juga terjadi begitu, misalnya
masyarakat mengidentitaskan dengan suatu kelompok masyarakat orang laut atau
Suku Laut. Padahal mereka Orang Melayu yang tinggal di perairan pantai atau
bermukim di atas permukaan laut. Kemudian mereka dinamakan orang Laut atau Suku
Laut.
Bagaimana mengidentipikasi suatu suku bangsa. Dalam hal ini
mengidentipikasi suku bangsa Melayu. Yaitu melalui identifikasi kebudayaan dan
identifikasi antropologis, semisalnya bentuk kerajinan, pola hidup, bentuk
tempat tinggal, adat-istiadat, dari seni sastra baik itu lisan atau tertulis,
seni musik (seruling dan gendang), dan keserumpunan bahasa.
Keterkaitan rumpun
bahasa, bentuk bahasa Austronesia (rumpun Melayu). Sistem kepercayaan: seperti
ketahayulan dan upacara-upacara adat tradisional. Bentuk fisik secara umum,
misalnya bentuk hidung dan bentuk mata.
Pola hidup beradat terutama penjagaan
terhadap norma adat dalam melindungi wanita. Masyarakat Papua merasa berbeda
dengan masyarakat Indonesia di bagian barat. Karena tidak hidup dalam kesukuan
seperti mereka. Padahal orang Indonesia di bagian Barat sebelum tersentuh
kebudayaan Hindhu-Budha dan Islam juga hidup berpola seperti mereka.
Orang
Melayu juga menjadi kanibal masa-masa lampau. Begitupun pola pakaian, senjata,
dan bersistem kepala suku. Di Sumatera Selatan sistem kesukuan bertranspormasi
menjadi Marga. Marga adalah sistem pemerintahan di suatu wilayah dimana
masyarakatnya masih keterkaitan satu keturunan.
Identifikasi secara kebiasaan dan kewilayahan tidak dapat menjadi
pembeda suku bangsa. Karena pola kebiasaan atau tradisi tergantung dari
pengaruh kebudayaan di daerahnya. Untuk kewilayahan manusia hidup menyebar
dalam perjalanan sejarah mereka.
Contoh dari kedua itu, seperti suku Anak Dalam
atau Suku Kubu di hutan-hutan Sumatera Selatan, Jambi, Riau. Mereka adalah orang
Melayu dimana pengaruh kebudayaan belum menyentuh mereka sehingga mereka
menjadi berbeda dari orang Melayu lainnya. Pada zaman sebelum berbudaya orang Melayu juga suku bangsa primitif pemburu kepala.
Di zaman sekarang pengidentitasan
diri sudah mulai bergeser menggunakan administrasi wilayah. Pengidentitasan
kedaerahan menggunakan nama kecamatan. Identatas secara derah provinsi
menggunakan nama kabupaten. Untuk identitas secara nasional menggunakan nama
provinsi. Nama negara menjadi identitas internasional. Maka sistem identitas
kesukuan dan kewilayahan perlahan menghilang.
Oleh.
Joni Apero
Editor.
Selita. S.Pd.
Palembang,
13 September 2019.
Sy. Apero Fublic
Via
Budaya Daerah
Post a Comment