Hukum Islam
Beberapa Cara Proses Menikah Adat Melayu
1.
Adat Menikah Sunnah
Adat
menikah sunnah adalah bentuk pernikahan yang berlandaskan syariat dan adat.
Adat menikah sunnah bentuk kesepakatan menikah dengan cara sederhana. Misalnya
seorang laki-laki dan seorang perempuan datang menghadap wali perempuan meminta
untuk dinikahkan. Karena keduanya sudah sepakat atau sudah ta'aruf, atau memang
saling mengenal sebelumnya.
Namun dalam proses pernikahan tersebut tidak dirayakan berlebihan
mengikuti terlalu banyak syarat adat dan tradisi setempat. Kedua pasangan
tersebut ingin segerah berumah tangga dan tidak perlu bermewah-mewah. Biasanya
adat menikah sunnah ini dilaksanakan oleh orang-orang yang mengerti
kebaikan-kebaikan dalam berumah tangga. Adat menikah sunnah bukan berarti, saat
menghadap wali wanita langsung dinikahkan. Tapi adanya musyawarah sederhana
antara kedua belah pihak keluarga.
Dari menetapkan hari aktivitas pernikahan dan waktu dan tempat
akad nikah dilangsungkan. Menetapkan mahar dan bersiap-siap menyediakan
keperluan hari pernikahan. Kalau zaman sekarang tentu mengurus surat-surat ke
KUA. Biayah pernikahan secukupnya, memberitahu keluarga kedua belah pihak.
Mengundang sahabat-sahabat sekolah, teman kulia dan lainnya.
Kalau zaman sekarang menikah sunnah memerlukan biayah antara lima sampai
sepuluh juta rupia. Baju pernikahan tidak perlu dengan baju adat yang sewanya
mahal-mahal. Cukup dengan busana muslim atau busana adat setempat. Misalnya
pengantin laki-laki cukup memakai celana panjang, lalu memakai baju teluk
belanga, dan ada kain yang dililitkan di pinggang seperti adat Melayu. Memakai
kopia atau tanjak. Tanjak adalah ikat kepala tradisional orang Melayu.
Adat menikah sunnah di Indonesia masih berlangsung dibawah tahun
1990-an. Memasuki tahun 2000-an pengaruh budaya barat yang memamerkan
pernikahan mewah kemudian dicontoh orang Indonesia. Pernikahan yang sederhana
kemudian berkembang sesuai keinginan masyarakat Indonesia yang feodalisme.
Adat menikah sunnah sudah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW. Di
kisahkan, suatu ketika Rasulullah menghadiri pernikahan seorang pemuda pada
masa itu. Sehingga Rasulullah menyarankan untuk menyembeli beberapa ekor
kambing untuk hidangan. Pernikahan itu sederhana saja tidak berlebihan.
Tetangga dan keluarga datang menyaksikan pernikahan lalu makan bersama. Setelah
itu pulang dan kedua mempelai memulai kehidupan baru.
Adat menikah sunnah hannya di Asia Tenggara dan di Indonesia yang tidak
populer. Kalau di Timur Tengah, Afrika, Turki, Rusia, Eropa, Amerika, Asia
Tengah, adalah hal biasa. Masyarakat Muslim disana melakukan pernikahan mereka
sesuai dengan sunnah. Memang ada yang melakukan acara pernikahan yang besar dan
mewah.
Tapi itu dilakukan oleh orang-orang yang memang benar-benar sudah sangat
kaya raya. Kalau masyarakat yang biasa-biasa saja, misalnya hanya seorang
sekelas bupati, walikota atau Prajurit, PNS, apalagi rakyat biasa. Mereka
menikah selalu dengan Adat Menikah Sunnah.
Karena menurut mereka ketahanan rumah tangga bukan dari seberapa mewah
saat prosesi pernikahan. Tapi dari kesungguhan diri dalam mencintai ikatan
keluarga yang suci. Adanya kesetiaan dan kasih sayang yang besar dari kedua
belah pihak. Adanya komitmen yang bersungguh-sungguh untuk berkeluarga. Bukan
Pernikahan yang ikut-ikutan.
Pernikahan di Indonesia dari tahun 1990-an kebawa kebanyakan menikah
secara sunna. Bahkan mahar hanya uang sepuluh ribu atau seperangkat alat
shalat. Namun ketahanan keluarga mereka sangat kuat. Jarang sekali
terjadi perceraian. Pernikahan di atas tahu 2000-an sangat rentan dengan
perceraian. Walau pernikahan mereka dilaksanakan dengan mewah. Dari sepuluh
pernikahan empat diantaranya bercerai muda.
Di Indonesia menikah sunnah adalah hal yang memalukan bagi para wanita atau
gadis. Sebab wanita Indonesia merasa dirinya dibeli saat menjadi istri orang.
Padahal di dalam rumah tangga tidak ada yang membeli atau dibeli. Standar
wanita Indonesia masih diukur dengan materi dan tampilan-tampilan.
Bukti cinta
di Indonesia ditunjukkan dengan materi dan simbol-simbol. Tidak diukur dengan
nilai-nilai luhur dan kebersamaan. Tidak diukur dengan kesetaraan mereka dengan
laki-laki. Rumah tangga adalah tanggung jawab bersama-sama antara pria dan
wanita. Sesungguhnya satu milyar dollar untuk harga seorang wanita itu masih
sangat murah. Harga wanita tidak diukur dengan materi. Oke, misalnya
wanita melayani seks suami.
Bukankah saat itu wanita juga merasakan kenikmatan. Justru
wanitalah yang paling ingin mendapatkan seks. Tidak ada yang dirugikan dalam
berumah tangga. Tidak ada yang untung dan tidak ada yang rugi. Justru wanitalah
yang beruntung apabila dia menikah dan bersuami. Karena dia mendapat tempat
bergantung dan hidupnya menjadi berarti. Kehidupan ini sesungguhnya milik
wanita bukan milik laki-laki.
Di Indonesia menikah sunnah sudah didukung pemerintah. Seperti
diwajibakan menikah di kantor KUA dan mendapat buku nikah gratis. Menikah
sunnah memiliki syarat sah secara Islam. Pertama adanya wali perempuan. Kedua,
pembayaran mahar atau mas kawin. Ketiga, adanya dua orang saksi.
Setelah itu,
bolehlah dilakukan perayaan kecil. Misalnya makan bersama dengan tetangga,
keluarga dari kedua belah pihak, sahabat-sahabat yang diudang. Guna dari
perayaan kecil tersebut untuk mempublikasikan pada masyarakat. Kalau yang
bersangkutan telah menikah. Jadi jangan di ganggu lagi.
Menikah sunnah di Indonesia rusak labelnya. Karena sering ada pasangan
yang menikah mendadak, karena hamil diluar nikah. Sehingga sering ada anggapan
yang tidak baik. Lalu, sekarang apakah muslimah Indonesia siap menikah secara
sunnah?.
2.
Menikah Secara Adat
Adat
menikah secara adat ini adalah hal yang lumarah di Indonesai dan Asia Tenggara.
Pernikahan yang menghambur-hamburkan uang untuk acara pernikahan.
Bermacam-macam syarat dan gaya yang dilakukan. Sesungguhnya pada zaman dahulu
dibawah tahun 1990-an menikah secara adat tidak jauh berbeda dengan cara
menikah sunnah.
Hanya saja menikah secara adat ditambah dengan syarat-syarat adat.
Misalnya pelangkah, genti duduk, punjung, dan jojoh. Tapi syarat adat itu tidak
berlebihan dan tidak memberatkan. Hanya saja di zaman sekarang masyarakat
banyak menambah-nambahkan sesuatu sesuai keinginan mereka. Semakin banyak model
dan pernak-pernik yang dibuat-buat.
Mengikuti hal-hal yang sedang trend atau mengikuti hal-hal yang
megah-megah. Sehingga banyak yang memaksakan diri. Lalu membuat membebani
ekonomi keluarga baru tersebut dalam waktu lama. Kalau yang mampu tidak
mengapa, malahan dianjurkan. Yang tidak baik itu adalah yang memaksakan diri.
3.
Adat Marasan
Adat
marasan adalah istilah melamar anak gadis seseorang dalam tradisi masyarakat
Indonesia khususnya orang Melayu. Marasan dalam bahasa Melayu Sumatera Selatan
bermakna menginginkan atau meminta milik orang dengan cara baik-baik serta
mengikuti tatacara yang baik.
Dengan artian meminta tapi tidak memberatkan yang
dipinta. Yang dipinta juga harus memberi dengan ikhlas atau menolak dengan
baik-baik. Dalam bahasa Indonesia adat marasan sama makna dengan melamar atau
taaruf. Namun melamar atau lamaran pastilah sudah dalam perencanaan atau sudah
ada persetujuan antara laki-laki dan si perempuan yang dilamar.
Kalau adat
marasan ada persetujuan atau tidak ada dapat dilangsungkan. Karena jawaban
tergantung keputusan nanti. Keputusan gadis juga tidak boleh dicampuri.
Haruslah keputusan yang ikhlas dari hatinya.
Adat marasan adalah gabungan antara taaruf dan melamar. Karena dalam
adat marasan, boleh orang yang tidak mengenal secara pribadi. Misalnya si
laki-laki tinggal di tempat yang jauh. Kemudian ada keluarga yang memberitahu
ada gadis yang baik. Kemudian si laki-laki tertarik untuk menikahinya.
Maka dengan cara adat marasan inilah dia mendekati si gadis. Adat
marasan juga boleh dua orang yang saling mengenal atau perjodohan, orang yang
bersahabat, berteman atau keluarga yang sudah tidak sedarah lagi, misalnya
sepupu dari pihak keluarga perempuan. Kalau zaman sekarang mungkin sudah
pacaran.
Adat marasan berjalan selama tiga bulan. Dalam kurun waktu tiga bulan
tersebut si gadis yang di dalam adat marasan diberikan waktu untuk berpikir. Dia
boleh menerima dan boleh menolak lamaran si laki-laki. Apabila ditolak maka si
laki-laki tidak berhak kecewa atau merasa sakit hati. Sebab adat marasan adalah
tanggungan si laki-laki yang melamar.
Dia yang memulai dan harus siap
menerima resikonya. Kalau si wanita menerima kemudian laki-laki mengingkari dan
tidak mau bertanggung jawab. Maka si laki-laki harus membayar denda adat sesuai
yang disepakati. Kalau tidak dia harus berurusan dengan hukum, kalau sekarang
ke polisi.
Kedua belah pihak boleh memutuskan secara sepihak, misalnya si laki-laki
cacat hukum atau menipu. Begitupun pihak laki-laki boleh memutuskan secara
sepihak ketika si wanita misalnya hamil diluar nika oleh laki-laki lain. Atau
ketahuan berbuat tidak senono. Adat marasan tidak boleh menipu status, misalnya
sudah punya istri tapi mengaku bujangan. Walau sudah punya istri harus jujur
pada si wanita yang dilamar.
Pelaksanaan adat marasan pertama dimulai dengan musyawarah bersama tetua
setempat, pemerintah setempat, dan keluarga inti laki-laki. Barang yang wajib
di bawak adalah tepak siri sebagai tanda adat yang bersimbol persaudaraan dan
musyawarah. Bermacam kue, seperti kue tradisonal setempat, gula, kopi dan teh.
Nantinya kue-kue dan gula kopi dan teh di hidangkan setelah acara adat marasan
selesai. Maksud membawa kue-kue dan gula kopi dan teh tersebut supaya tidak
memberatkan pihak perempuan dalam menjamu tamu yang melaksanakan adat marasan.
Apabila ternyata lamaran diterimah. Maka pernikahan boleh
dilaksankan sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Adat marasan terdiri dua
cara. Pertama, adat marasan dengan cara datang langsung diketahui oleh umum.
Semuanya memakai busana adat dan langsung membawa tepak siri.
Kedua, adat
marasan yang tersembunyi atau diam-diam. Misalnya sejumlah keluarga inti pihak
laki-laki datang secara diam-diam kerumah keluarga perempuan. Kemudian
memberitahu kalau mereka ingin menjadikan anak gadis mereka sebagai menantu
mereka.
Lalu dalam waktu tiga bulan mendapat jawaban. Apabila diterimah maka
akan langsung dengan tahap melamar. Sebab sudah ada kesepakatan dalam adat
marasan tersembunyi sebelumnya, diterimah. Biasanya yang melakukan adat marasan
tersembunyi ini laki-lakinya kurang satria.
Merasa malu kalau ditolak. Setelah
musyawarah keluarga dilaksanakan prosesi pernikahan. Boleh mengikut menikah
secara sunnah, yang sederhana. Atau melaksanakan pernikahan secara adat
yang banyak syarat dan banyak permintaan materinya.
4.
Adat Malarai
Adat
Malarai adalah jalan menuju pernikahan. Kata ma menjelaskan
melakukan sesuatu. Sedangkan kata larai berarti berlari. Namun
berlari disini memiliki makna pergi atau pindah ke tempat yang baru. Malarai dalam
artian fhilosofis adalah menuju kehidupan baru atau awal yang baru.
Malarai dapat
juga diartikan seorang membawa sesuatu yang bukan miliknya dengan maksud
mendapatkannya (melarikan). Sehingga laki-laki yang membawa anak gadis orang ke
rumah pemerintahan setempat di sebut malaraike anak si A.
(malaraike berarti melarikan).
Adat malarai terdiri dua jenis. Pertama, adat malarai biasa dimana
seorang laki-laki (single) membawa atau mengajak seorang wanita (single) ke
rumah pemerintahan setempat (RT. RW. Kepala Desa, P3N), dengan tujuan meminta
dinikahkan. Alasan suka sama suka dan tidak ada pemaksaan dari si laki-laki.
Setelah keduanya di tempat pemerintahan setempat dan selesai membuat
surat pernyataan melaksanakan adat malarai. Wanita yang melaksanakan adat
malarai akan dititipkan ditempat mereka melaksanakan adat malarai. Terkadang
ada juga keluarga meminta agar segerah di jemput dan dibawak kerumah laki-laki.
Namun dengan pengawasan pihak keluarga tersebut agar tidak terjadi perzinahan.Kemudian
keluarga pihak laki-laki akan mendatangi pihak keluarga perempuan. Lalu memberi
tahu kalau kedua anak mereka sudah melaksanakan adat malarai. Yang diistilahkan
masyarakat dengan ngilim.
Adat malarai biasanya selalu dinikahkan
tanpa harus banyak hal yang dipenuhi.Karena
seorang gadis yang melaksanakan adat malarai dianggap masyarakat tidak suci
lagi. Karena dikhawatirkan mereka sudah berzinah. Membuat para pemuda tidak mau
lagi mendekatinya. Maka orang tua si perempuan terpaksa menikahkan anak mereka
walau syarat-syarat tidak dipenuhi semuanya oleh pihak laki-laki. Kedua, adat
malarai terang.
Adat malarai terang adalah tata cara pelaksanaannya lebih
lunak dari adat malarai biasa. Kalau adat malarai biasa si wanita dititipkan di
pemerintah setempat (RT. RW. Kepala Desa, Kadus, P3N). Baru dijemput ketika
sudah ada kesepakatan kedua belah pihak keluarga. Sedangkan
untuk adat malarai terang si wanita yang sudah melapor ke pemerintahan setempat
dalam melaksanakan adat malarai.
Pulang kembali kerumah orang tuanya. Barulah
kemudian dilakukan musyawarah keluarga dari kedua belah pihak. Adat malarai terang
agak lebih lunak dalam berurusan. Tidak terlalu menekan pihak wanita dan tidak
terburu-buru untuk segerah dinikahkan.
Setelah musyawarah keluarag, maka dilaksanakan prosesi pernikahan. Boleh
mengikut adat menikah sunnah yang sederhana. Atau melaksanakan pernikahan
secara adat yang banyak syarat dan banyak permintaan materinya.
Oleh.
Joni Apero
Editor. Desti. S.Sos.
Palembang, November 2019.
Sy. Apero Fublic
Via
Hukum Islam
Post a Comment