Legenda Putri Bulan. Kesetiaan Yang di Abadikan Menjadi Sungai Sake
*****
Pada zaman dahulu kalah, Pedatuan Bukit
Pendape adalah sebuah negeri yang makmur. Di pimpin oleh seorang yang bergelar Depati Puyang Maha Datu atau pemimpin dari
semua puyang dan datu-datu, namanya Bagunara. Tempat
pemerintahan di Kota Pedatuan, bernama Salikutanjung.
Talang Bulan salah satu
wilayah Pedatuan Bukit Pendape. Rakyatnya banyak, rumah berbentuk panggung. Hidup dari berternak dan juga berladang berpindah. Dinamakan Talang Bulan karena di talang ini banyak sekali wanita cantik. Masa lalu
kecantikan wanita diibaratkan bulan purnama. Itulah sebabnya dinamakan dengan
Talang Bulan. Talang Bulan dipimpin oleh seorang datu, bernama Bagaru.
Bagaru kemudian diberi bergelar Datu Puyang Bulanan.
Bagaru atau
Puyang Bulanan memiliki tabiat serakah, sombong, dan keras kepala. Dia banyak
harta berupa keping emas, perak, batu muliah, dan hewan ternak. Puyang Bulanan
badannya tinggi besar, kulit sawo matang, rambut ikal bergelombang. Akalnya
cerdik dan licik sekali. Puyang Bulanan sudah beristri dan memiliki lebih dari
sepuluh orang anak.
Datu Puyang Bulanan menyukai seorang gadis miskin yang
sangat cantik, namanya Masana. Dia tinggal di tepi Talang Bulan di rumah yang
sederhana, berdinding bambu dan beratap daun sedang. Ibunya sudah tua dan sakit-sakitan.
Ayahnya sudah lama meninggal dunia. Sekarang dia tinggal bersama ibunya saja.
Masana yang sangat cantik menjadi kembang Talang. Banyak yang jatuh cinta
padanya. Karena dia sangat cantik dan paling cantik. Maka Masana dijuluki Putri
Bulan.
*****
Mentang-mentang seorang Datu dan kaya dia dengan remeh
memperlakukan orang-orang. Suatu hari datanglah Datu Puyang Bulanan ke rumah Putri
Bulan dan
menyatakan niatnya melamar Putri Bulan pada ibunya.
Dia mengenakan baju
kurung, celana panjang, kain melilit di pinggang, pibang terselip, dan memakai
ikat kepala tanjak songket. Banyak hadiah dan hantaran dia
bawak. Puyang
Bulanan bejanji akan membahagiakan Putri Bulan, akan membuatkan rumah yang
bagus dan baru. Akan menuruti semua permintaan Putri Bulan. Asalkan Putri Bulan
bersedia menjadi istrinya.
“Maaf Datu, Aku
belum mengizinkan Masana menikah sebab dia masih terlalu muda.” Jawab Ibu Putri
Bulan. Kesombongan dan meremehkan keluarga miskin membuat dia tertampar.
Padahal dia sangat yakin dengan harta banyak dia akan diterima.
Hanya karena keluarga Putri Bulan
miskin Datu Puyang Bulanan mengira akan dapat membeli cinta Putri
Bulan. Mereka adalah wanita yang mulia dan terhormat. Memiliki harga diri
yang tinggi. Tidak ternilai oleh materi. Apalagi sampai merebut suami orang.
Itu tidak mungkin bagi Putri Bulan.
*****
Sementara itu seorang bujang yang baik
hatinya. Berbudi luhur dan rendah hati. Yang rupanya Putri Bulan juga
menyukainya. Nama pemuda itu, Larasipan. Dipanggillah Larasipan oleh ibu Putri
Bulan, lalu menceritakan tentang kejadian beberapa hari yang lalu. Kalau Datu Puyang Bulanan melamar Putri Bulan. Karena takut akan
Puyang Bulanak yang buruk tabiatnya. Maka menikahlah Larasipan dan Putri Bulan
segerah. Pernikahan sederhana, namun membuat bahagia keduanya termasuk keluarga
Larasipan.
Puyang
Bulanak merasa sakit hati sekali. Namun rasa sukanya telah ditunggangi setan.
Dia tidak berpuas hati dirinya di tolak. Padahal dia orang terkaya dan seorang
Datu di Talang
Bulan. Yang menambah jengkel Putri Bulan menikah dengan
pemuda miskin sederhana juga. Apabila dibandingkan dengan dirinya, jauh lebih
kaya. Maka dia
merasa gengsi dan tidak berpuas hati kalau belum memiliki Putri Bulan.
“Untuk apa jadi
Datu dan kaya, kalau tidak mampu mendapatkan gadis muda dan miskin.” Kata
seorang warga.
“Kalah sama
bujang miskin.” Ujar warga lainnya. Kata-kata warga sampai ke telinga Datu
Puyang Bulanan. Betapa mendidih dan marah dirinya. Dia menyimpan dendam kesumat
pada Putri Bulan.
*****
Sekarang, bukan lagi rasa suka tapi
bentuk kesombongan diri yang menguasai Datu itu. Dicarilah cara untuk menyingkirkan
Larasipan suami Putri Bulan. Sebulan kemudian ibu Putri Bulan meninggal dunia karena
sakitnya bertambah parah. Lalu kuburkan di samping makam ayahnya. Ibu
Putri Bulan wanita yang setia. Walau ayah Putri Bulan sudah lama meninggal. Dia
masih muda dan banyak yang melamar. Tapi ibu Putri Bulan tidak mau menikah
lagi. Sifat kesetiaan itu juga dimiliki oleh Putri Bulan. Betapa sedih Putri Bulan. Hanya sang suami
tempat dia bergantung sekarang.
Suatu hari
Larasipan akan pergi ke pasar di Pasar Pedatuan. Dia seorang diri, hendak
membeli garam dan bibit padi. Sebab sebentar lagi musim berladang tiba.
Sedangkan mereka belum memiliki benih padi. Maklumlah mereka baru menikah jadi
harus dari awal semuanya.
“Dinda kanda
pergi.” Kata Larasipan.
“Iya Kanda,
hati-hati di jalan. Kalau sudah belanja segerah pulang.” Kata Putri Bulan, dia
begitu mencintai suaminya yang sederhana dan baik. Pagi sekali Larasipan berangkat dengan menggendong
bunang. Matahari belum muncul di langit timur, hanya warna
merah yang tampak.
*****
Larasipan
pulang, dia menggendong bibit padi. Keringatnya bercucuran dan kelelahan. Dia
terkejut saat muncul lima belas orang bertopeng dari balik semak-semak di sisi
jalan.
“Larasipan,
kami akan membunuhmu dengan upah yang besar sekali.” Kata oang bertopeng
menghadang di jalan pulang. Larasipan meletakkan keranjang bunangnya, dan
mencabut pibang kidau dan pibang kanan miliknya. Tidak ada pilihan lain, selain
melawan.
“Traanggg.
Traanggg.” Senjata beradu, Larasipan melawan mati-matian. Dia berhasil membunuh
tiga belas orang pengeroyoknya. Tapi dia manusia biasa dan dia tewas tertusuk
senjata lawan akhirnya.
“Dinda Putri Bulan,
maafkan kanda. Kanda pulang terlambat sepertinya.” Kata Larasipan dan dia
meninggal. Dua orang bertopeng tampak tertatih-tatih menyeret mayat Larasipan.
Keduanya juga terluka pada sayatan di bahu dan betis mereka. Keduanya
membiarkan mayat-mayat teman mereka. Tapi menyembunyikan mayat Larasipan.
“Ahkkkk.”
“Uggkkk.” Kedua
orang bertopeng tiba-tiba roboh.
“Senjata
Larasipan ternyata beracun bisa ular.” Ujar salah satunya, lalu mereka muntah
darah dan tewas juga.
*****
Hari menjelang malam, tapi Larasipan
belum pulang. Masakan sudah dingin dan perut Putri Bulan juga sudah lapar. Tapi
dia belum makan karena menunggu suaminya untuk makan malam bersama. Putri Bulan memanaskan kembali gulai
pindang jamur kuping kesukaan Larasipan. Namun sampai besok pagi belum juga
pulang. Hari demi hari Putri Bulan menunggu dan menunggu.
Saudara dan
keluarga mencari Larasipan ke Pedatuan. Tapi mereka tidak menemukannya. Bulan
berlalu, tahun berganti, namun Larasipan masih belum pulang. Kini sudah empat
tahun berlalu. Tapi Putri Bulan masih menunggu suaminya pulang. Tabah dan sabar
dirinya sebagai seorang istri yang setiah dan berbudi luhur. Setiap malam Putri Bulan tidur di depan
pintu, doa terus dipanjatkan pada yang maha kuasa.
*****
Waktu yang direncanakan Datu Puyang Bulanan tiba. Dia ingin melamar
Putri Bulan kembali. Beralasan suami Putri Bulan sudah lama tidak pulang. Jadi
sudah dianggap janda atau gugur pernikahan mereka. Datu Puyang Bulanan kembali mengganggu Putri Bulan.
Kembali merayu dan mendekati, memberi hadia baju dan kain tenun songket yang
indah. Memberikan perhiasan dan bermacam-macam makanan. Dia berkata tidak ada
gunanya lagi Putri Bulan menunggu suaminya. Tidak ada gunanya lagi setia dengan
laki-laki tidak bertanggung jawab seperti Larasipan.
“Suamimu
kabarnya sudah menikahi wanita lain di daerah jauh.” Ujar seorang wanita
menghasut Putri Bulan. Tapi dia tidak percaya dengan kata-kata orang tidak
berdasar.
Bermacam-macam
isu tentang Larasipan tersebar. Entah siapa yang menyebar isu-isu tersebut. Ada
yang bilang Larasipan telah pergi ke negeri jauh dan menikah. Ada yang bilang
kalau Larasipan diambil suban atau sejenis mahluk halus. Ada
juga yang bilang mungkin di terkam harimau. Tapi Putri Bulan tetap setia dan
setia. Dia bilang kalau dia seorang istri yang menunggu suaminya pulang.
“Putri Bulan, terimahlah lamaran
kakanda. Kakanda berjanji akan menceraikan istri kakanda nantinya kalau kita
sudah menikah.” Kata Datu Puyang Bulanan suatu hari.
“Maafkan saya, Paman Datu. Bukan
menolak tapi Aku ini istri seseorang. Maka tidak patut kalau menikah lagi.
Apalagi menikah dengan suami orang.” Jawab Putri Bulan. Datu Puyang Bulanan masih sabar dan terus berusaha dengan
lembut. Sampai batas kesabaran itu habis. Maka mulailah berkata-kata kasar pada
Putri Bulan.
“Dasar wanita keras kepala. Suamimu
sudah mati dimakan cacing tanah. Masih saja menunggu pulang.” Kata Datu Puyang Bulanan kesal dan marah.
“Tidak, kakanda Larasipan masih hidup.
Setidaknya dia hidup di hatiku. Tidak akan ada lagi yang lainnya. Walau pun
seandainya Aku tidak mencintainya lagi. Tapi Aku tetap perempuan terhormat sebagai
istri. Sebab sebuah kehormatan bagi seorang istri ketika dia tetap setia pada
suaminya yang jauh darinya. Kapanpun dan dimanapun." Jawab Putri Bulan marah dan
menangis.
“Baiklah kalau kau begitu keras kepala.
Dasar wanita tidak sadar diri. Kau pikir siapa dirimu. Kalau begitu tunggulah
akibat dari penolakanmu ini. Aku mau memuliakanmu, tapi kau sombong sekali.
Tanggunglah akibatnya atas kekerasan kepalamu ini. Ingat itu, kau akan menyesal
nanti.” Kata Puyang Bulanak dengan berapi-api. Kemudian dia pergi entah kemana.
Tinggal Putri Bulan yang malang meratapi nasibnya yang penuh cobaan. Saudara dan
keluarga sudah pergi semua. Dia kini hidup sebatangkara di Talang Bulan.
Putri Bulan
menangis pilu seorang diri. Dia tetap berpegang pada kesetiaan untuk suaminya. Dia
bersumpah lebih baik dia mati dari pada berkhianat pada suaminya. Walau dia
akan menangis sampai air matanya berair kuning lalu mengalir seperti sungai.
Dia tidak akan menyerahkan dirinya pada lelaki manapun. Dia tetap menjaga
kehormatan dirinya sebagai seorang istri.
*****
Sementara itu, Datu Puyang Bulanan terus marah-marah dan sangat marah.
Dia mencaci maki dan menghina-hinakan Putri Bulan. Datu Puyang Bulanan mengancam akan membuat Putri Bulan
menyesal dengan keputusannya itu. Dalam gusarnya dia minum tuak
sampai mabuk. Membanting-banting barang, cangkir, piring, kendi, guci dan apa
saja yang ada di dekatnya.
Putri Bulan yang pilu hatinya. Untuk
menenangkan pikirannya Putri
Bulan berdundai untuk mengobati kesedihannya.
"Ayah dan ibuku, sudah pergi. Mertua juga sudah lama pergi. Suami yang
aku tunggu belumlah pulang. Saudara-saudara juga tiada lagi. Mengapa aku begitu
malang. Wahai pencipta langit dan bumi. Kapan aku juga menyusul pergi. Hidup
miskin tiada mengapa. Asalkan tidak miskin saudara."
Itulah suara
badundai Putri Bulan. Badundai adalah kesenian tradisional masyarakat Melayu
Sungai Keruh.
*****
Datu Puyang Bulanan yang tidak menerimah penolakan cintanya di tolak terus oleh Putri
Bulan menjadi dendam. Dia merasakan sangat sakit hatinya. Sudah berbagai cara
dia lakukan untuk mendapatkan cinta Putri Bulan. Tapi itu sangat mustahil
pikirnya. Kemudian dia menyusun rencana jahat. Akan memfitnah Putri Bulan
dengan kejam. Dia kemudian mengumpulkan puluhan warga yang berpihak padanya.
Lalu dia mengarang cerita bohong. Menuduh Putri Bulan telah berzinah dan
bercinta gelap. Itulah mengapa Putri Bulan selalu menolak cinta dan lamarannya.
Warga percaya dan termakan hasutan Datu Puyang Bulanan. Selain hasutan juga ada hadiah-hadiah
uang untuk mereka.
Datu Puyang
Bulanan membayar seorang laki-laki. Tugas laki-laki itu adalah
mendatangi rumah Putri Bulan. Lalu anak-anak buah Datu Puyang Bulanan mengajak warga mengintip. Suatu hari rencana fitnah dimulai. Diatur,
seorang laki-laki bertopeng bayaran Datu Puyang Bulanan mendatangi rumah Putri Bulan.
Laki-laki itu terlihat mengetuk pintu rumah Putri Bulan. Kemudian warga yang
bersembunyi mendatangi rumah. Melihat banyak warga, laki-laki itu berlari
dengan cepat.
“Putri Bulan, siapa yang datang tadi.
Apakah dia laki-laki yang menjalin hubungan gelap denganmu.” Tanya seorang
warga. Putri bulan begitu kaget dan tidak mengerti. Dia bilang tidak tahu
menahu. Keluarga suaminya juga ada yang ikut dan termakan hasutan.
Warga tidak percaya dan terus mendesak
agar mengakui siapa laki-laki itu. Karena belum ada bukit kuat.
Untuk sementara warga menahan amarahnya. Datu Puyang Bulanan terus menerus memanasi-manasi warga.
Keluarga besar Larasipan juga sangat kecewa pada Putri
Bulan.
Suatu hari, warga berkumpul dan beramai-ramai
mengintai rumah Putri Bulan. Kembali seorang lelaki bertopeng
bayaran Datu Puyang Bulanan datang. Mengetuk pintu, kemudian Putri
Bulan membuka pintu.
Putri Bulan
terkejut dan ketakutan. Kemudian laki-laki itu menerobos masuk dan memeluknya.
Warga melihat semua itu, salah menduga. Padahal pelukan itu adalah paksaan.
Warga tidak sabar lagi. Lalu menyerbu kerumah Putri Bulan. Kembali si laki-laki
bertopeng berlari
menghilang. Maka Putri Bulanlah yang menjadi sasaran. Dia dipukul, disiksa dan
rambutnya dipotong. Putri Bulan diarak di tengah talang. Warga yang terhasut begitu
marah. Membuat Putri Bulan sepanjang jalan menjadi bulan-bulanan pukulan,
lemparan batu, dan caci maki.
Darah
membasahi sekujur tubuh Putri Bulan. Putri Bulan diikat di sebuah tingan kayu
yang terdapat di lapangan berumput di pinggir Talang Bulan. Tanah lapangan itu memang tempat warga berkumpul dan
musyawarah dan tempat menghukum warga yang bersalah. Hanya menangis pilu dan
sedih yang dapat Putri Bulan lakukan. Kemudian datang Puyang Bulanak dan
kembali membujuk agar mau menjadi istrinya.
“Kalau kau mau menuruti Aku. Tidak akan terjadi hal seperti
ini." Ujar Puyang Bulanak.
“Ternyata ini ulah busukmu, wahai orang
jahat. Aku tidak akan mau menyerahkan diriku padamu. Aku punya suami walau Aku tidak tahu di mana dia berada sekarang. Sudah mati
atau masih hidup. Aku wanita bersuami dan akan tetap setia pada suamiku sampai
kapan pun. Tidak perduli seberapa menderitanya Aku. Tidak perduli betapa buruknya jalan
nasibku. Jangankan orang jahat sepertimu. Orang baikpun Aku akan tetap setia pada suamiku.”
Jawab Putri Bulan dengan tegas.
Datu Puyang
Bulanan sebagai Datu Talang Bulan memutuskan menghukum mati Putri Bulan.
Alasannya dia tidak mau menyebutkan laki-laki yang menjalin hubungan gelap dengannya. Putri Bulan
telah mengotori Talang dan harus dihukum. Agar tidak ada lagi yang berbuat
zinah. Serta menjadi pelajaran bagi yang lainnya. Fitnah Datu Puyang Bulanan berhasil dengan baik. Maka Putri Bulan
di hukum gantung oleh warga Talang Bulan. Tidak ada yang membelah sebab semua benci
pada Putri Bulan yang dituduh berzinah. Sebelum dia meninggal terbayang wajah
suaminya, ayah dan ibunya. Kemudian dia pasrah dan menerima ketentuan dari
sang pencipta. Sebelum dia dihukum gantung, dia berkata.
“Aku tidak perlu menjelaskan tentang Aku. Sebab kebenaran dan kesalahan
selalu terlihat dikemudian setelah semuanya usai. Seandainya Aku pernah bersalah, maka maafkan Aku. Selamat jalan semuanya. Aku
habiskan kemarahan dan Aku tidak membenci kalian semua. Sebab
kalian tidak tahu apa-apa. Hanya satu manusia yang bertanggung jawab. Maka
satu juga yang dihukum. Tapi kalian juga tetap terkena imbasnya.” Kata
Putri Bulan untuk terakhir kalinya.
Dia pun
meninggal di tiang gantungan. Tubuh Putri Bulan dikubur di sebuah lembah.
Setelah itu, warga pulang kerumah masing-masing seperti biasa. Beberapa saat
kemudian cuaca buruk sekali. Angin dan mendung datang, yang dilanjutkan hujan
dan petir. Bagi warga itu adalah hal biasa. Jadi tidak dipermasalahkan. Memang
musim hujan. Warga juga tidak merasa bersalah atas Putri Bulan. Yang mereka
tahu Putri Bulan telah berbuat dosa yang sangat besar, berzina. Warga benar-benar tertipu sekaligus
terhasut oleh Datu Puyang Bulanan.
Namun hujan
mulai dirasakan aneh ketika tidak kunjung berhenti. Sehari, dua hari, seminggu,
sebulan. Ada seorang kerabat Larasipan bermimpi bertemu dengan Larasipan dan
Putri Bulan di sebuah taman yang indah. Putri Bulan meminta mereka segera pergi
ke Bukit Pendape. Sebuah tempat tertinggi di kawasan
Pedatuan
Bukit Pendape. Setelah diceritakan hal itu, satu demi satu warga pergi
mengungsi ke Bukit Pendape.
Penduduk
mengungsi ke atas Bukit Pendape. Tidak lama kemudian tenggelamlah Talang Bulan.
Datu Puyang
Bulanan yang kasar, sombong, kejam, angkuh tidak mau pindah. Hanya anak
istrinya yang pergi. Puyang Bulanak tidak mau pindah karena tidak mau
meninggalkan harta bendanya yang banyak. Dia sibuk memindahkan ternak, harta
benda, ke bukit-bukit sekitar Talang Bulan. Tentu saja para pengawal dan
beberapa penjilat dan orang bayaran memfitnah Putri Bulan tetap tinggal. Mereka yakin
kalau hujan akan berhenti. Mereka juga membuat perahu untuk berjaga-jaga.
“Kita buat
perahu besar, untuk mengangkut semua harta kita, sapi dan semua ternak.” Kata
Datu Puyang Bulanan. Mereka tidak mau mengungsi.
*****
Pada zaman kehidupan Putri Bulan. Masih banyak hidup ular-ular naga yang panjang dan besar-besar. Nun jauh di Samudera Hindia, beratus-ratus ular naga besar itu sedang berenang menuju Samudera Pasifik. Keadaan banjir besar membuat air laut dan daratan Pulau Sumatera Bersatu. Maka tersesatlah ratusan ular naga itu. Tanpa sadar berenang menuju Pedatuan Bukit Pendape.
Ular naga yang lapar tentu saja mencari-cari makanan di dalam perjalanannya. Saat menemukan banyak sapi, kerbau, kambing yang berkumpul di atas bukit-bukit kecil yang hampir tenggelam. Ular-ular naga itu langsung memakan semuanya. Bahkan anak buah dan Datu Puyang Bulanan juga dimakan oleh ular naga itu. Mereka tidak dapat melarikan diri karena terkepung air.
Karena kekenyangan ular-ular naga itu istirahat di kaki Bukit Pendape yang tidak tenggelam. Penduduk yang mengungsi termasuk Depati Puyang Maha Datu. Melihat banyaknya ular naga itu. Ada yang masih membawa sapi atau kerbau di mulutnya. Ada juga yang mengunyah dan memuntahkan baju manusia. Tahulah mereka kalau itu baju Datu Puyang Bulanan dan para pengikutnya.
Ada seorang penduduk yang terjatuh dan hanyut. Mereka mengira akan dimakan oleh naga-naga itu. Tapi ternyata tidak, justru ditolong dan di antar ke daratan. Penduduk Talang Bulan kemudian menceritakan semua itu pada Depati Puyang Maha Datu. Maka tahulah mereka kalau semua itu adalah hukuman dari sang pencipta. Memang kata beliau, satu orang berbuat dosa kemungkinan semua juga terdampak dari azab itu.
Ular-ular naga itu, tertidur cukup lama membuat mereka lupa kembali ke laut. Hujan telah redah dan air telah surut. Ratusan ular naga itu berenang di sisa banjir yang membuat lumpur memanjang. Karena gesekan tubuh ular-ular naga yang besar itu membuat semacam jalur mirip sungai. Karena ular naga beriringan, membuat jalur itu menjadi dalam dan seperti sungai kecil. Ular naga itu tiba di Sungai Keruh dan terus berenang ke hilir sampai ke Sungai Musi dan menuju Selat Malaka.
Jalur berlumpur dan mirip sungai kecil tersebut tergenang air. Akibat pengikisan tanah saat hujan maka jalur itu semakin dalam dan dalam. Saat hujan air hujan mengalir deras di dalamnya terus mengalir sampai ke Sungai Keruh. Dalam kurun waktu ribuan tahun kemudian. Aliran air semakin deras, yang terus mengikis dasar tanah ke kiri ke kanan. Membuat badan sungai menjadi lebar dan dalam. Sehingga terbentuklah sebuah sungai yang berair kuning mirip air Sungai Keruh. Penduduk Talang Bulan yang telah kembali beberapa bulan kemudian. Menamakan sungai baru itu dengan, Sungai Sake.
Penamaan Sungai Sake karena ada fhilosofisnya. Pengertian dari kata sake adalah bentuk dari suatu akhir perjalanan kehidupan yang buruk. Kata sake dalam bahasa Melayu diistilahkan untuk menyebut pohon yang sudah terlampau tua sehingga sebagian dahannya, batangnya sudah lapuk, atau mati. Sebagian lagi masih hidup dan berdiri. Kata sake bermakna hidup jangan sombong dan angkuh apalagi melampaui batas. Sebab kekuatan, kekuasaan di dalam hidup itu ada akhirnya. Ada hukumannya dan ada yang berkuasa atas alam semesta.
Ingatlah, Sungai Sake maka kamu tidak akan menjadi sombong. Pesan orang tua-tua di Kecamatan Sungai Keruh. Kalau kamu menikah nak, ingatlah Putri Bulan yang setiah dan mulia. Jangan pernah menghianati suamimu walau dia sendiri kurang baik terhadapmu. Apalagi kalau dia memang baik. Jadilah wanita sesungguhnya, setia adalah harta termahal seorang istri.
Editor. Selita. S. Pd.
Palembang, 10 November 2019.
Arti Kata:
Puyang: Gelar kehormatan untuk pimpinan atau panggilan untuk orang tua atau saudara dari kakek nenek kita. Datu: Pimpinan Talang/Desa/Dusun. Kata datu bahasa asli Melayu sebelum dipengaruhi oleh kebudayaan hindhu-budha dan Islam.
Dataran Negeri Bukit Pendape adalah nama wilayah tradisonal yang meliputi tiga kecamatan dan seluruh wilayah di seberang Kota Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin. Yaitu, Kecamatan Sungai Keruh, Kecamatan Pelakat Tinggi, Kecamatan Jirak Jaya. Selain itu banyak bagian-bagian dari kecamatan lain seperti sebagian Kecamatan Sekayu dan lainnya.
Cerita rakyat asli Dari kecamata Sungai keruh musi banyuasin, Sudah lama Aku Cari persi tuliskan seperti ini, soalnya Aku selama ini cuma dengardari cerita Lisan Saja, Terimakasih
ReplyDelete