Daratan
Menimbun lekukan-lekukan tanah agar tanah menjadi rata. Semua timbunan tersebut tidak menghilangkan tuntutan air hujan untuk jatuh dan menempati alam. Sehingga air yang dulu telah jatuh di setiap tahun seumur bumi ini. Akan bergeser menggenangi kawasan lain.
Mengenal Kawasan Tanah Renah
Apero Fublic.- Memahami ilmu geografis
suatu wilayah sangat diperluka untuk pembangunan-pembangunan jangka panjang.
Selain itu, pemahaman geografis permukaan bumi suatu kawasan juga berguna untuk
pertahanan negara. Untuk mendukung strategi perang tentara.
Dalam hal ini, akan
membahas tentang geogfafis wilayah tanah yang diistilahkan oleh masyarakat
Melayu dengan tanah renah. Dalam penyebutan penduduk mengistilahkan
dengan hutan renah, tanah renah, daerah renah atau renah saja.
Untuk pemahaman penulisan, dibakukan dengan kawasan renah.
Pemilihan kata kawasan karena mewakili suatu tempat di daerah tersebut. Sebab
belum tentu di daerah tersebut semuanya tanah renah. Kalau pemakaian kata
daerah renah pengertian akan bertabrakan dengan penyebutan administrasi. Kata
renah digunakan sebagsi nama tempat terletak di daerah provinsi Jambi, yaitu
Renah Kemumu.
Kawasan renah adalah suatu
kawasan tanah yang cukup luas. Terletak diantara sungai-sungai besar, sedang
atau kecil. Dimana saat musim hujan kawasan ini sering tergenang banjir. Tapi
banjir tersebut adalah banjir alami. Karena curah hujan tinggi, yang membuat
air tidak tertampung lagi oleh badan sungai.
Juga tidak lagi tertampung oleh
tempat-tempat penampungan air alami lainya, seperti lebung, rawa-rawa,
paya, benca dan bencani di kawasan renah. Sehingga air naik kedaratan,
lalu menyatu dengan air sungai dan tempat-tempat penampungan air alami.
Terbentuklah kawasan banjir yang luas, atau kawasan renah.
Banjir alami ini akan surut
dan kering saat sungai induk surut. Lama banjir bisa sehari, kadang sampai satu
minggu, tergantung cuaca. Apabila cuaca terus hujan berskalah luas, air akan
bertahan. Banjir hujan atau banjir alami biasanya terjadi empat sampai lima
kali dalam satu bulan. Karena pola cuaca tropis bilamana satu minggu hujan
curah tinggi, maka air akan banjir. Siklus banjir alami terjadi, mulai dari
masuk musim penghujan sampai mejelang musim kemarau. Umumnya terjadi antara
bulan September-Juli.
Polah banjir alami:
Diawali dengan hujan yang berkelanjutan dan deras. Baik hujan di daera hilir,
setempat, hulu sungai, perbukitan dan pegunungan. Kemuidan air sungai induk
naik. Lalu diikuti oleh air, rawa-rawa, Lebak dan sungai lainnya. Air terus
naik ketika suplai air hujan terus datang. Di kawasan tenah yang terletak di
antara sungai-sungai akan terjadi banjir seiring air hujan yang terus turun.
Sehingga terciptalah lautan air yang luas. Seluruh kawasan tanah renah terendam
air banjir alami.
Setelah banjir terhampar
luas menggenangi. Cuaca akan menjadi panas atau cerah. Saat ini terjadi
penguapan air. Sungai induk surut dan diikuti sungai-sungai lainyya. Maka
kawasan renah yang sedang banjir airnya juga menyusut dan kering. Setelah itu,
akan terjadi hujan-hujan kembali dan selalu diikuti banjir lagi. Ukuran banjir
tidak selalu sama, kadang meluas dan dalam. Kadang juga tidak terlalu dalam,
sedang dan kecil. Sangat tergantung pada curah hujan. Kalau hujan selama
sepuluh hari tidak berhenti-henti. Alamat banjir besar di kawasan tanah renah.
Kawasan renah bentuk
permukaan tanahnya datar dan subur. Banyak terdapat sungai-sungai kecil dan
sedang. Jenis penampungan air alami seperti paya-paya,[1] lebung,[2] benca,[3] bencani.[4] Selain
itu, di tengah kawasan renah ada satu tempat tanah agak tinggi. Luasnya kurang
lebih satu atau dua hektar.
Oleh masyarakat Melayu dinamakan dengan tanah
kempungan. Dinamakan kempungan karena saat terjadi banjir alami (hujan), tanah
tersebut terkepung air. Mirip pulau di tengah lautan. Masyarakat saat terjadi
banjir sering mendatangi tanah kempungan, untuk berburu.
Biasanya ada hewan
buruan yang terkurung, seperti kancil, kijang atau rusa. Hewan yang terkurung
belum sempat pindah ke tanah pematang saat akan banjir. Kosa kata kempungan
berasal dari kata kepung. Kalau dicermati berarti kata kepung adalah kosah kata
asli dari kebudayaan Melayu atau Indonesia.
Perbedaan kawasan renah
dengan kawasan rawa-rawa. Yaitu, kawasan renah terendam air dan terendam banjir
hanya saat intensitas curah hujan tinggi sehingga badan sungai tidak lagi dapat
menampung air hujan. Lama terendam air banjir hujan sehari atau paling lama
satu minggu. Kemudian air surut dan kering kembali. Sehingga dapat dijadikan
tempat bertani oleh penduduk. Perkebunan karet, kelapa sawit, berladang menanam
padi dan lainnya.
Kalau rawa-rawa terendam air
selama musim penghujan dan tidak mengering kecuali saat musim kemarau dimana
hujan terhenti. Selagi masih ada hujan rawa-rawa tidak kering. Ada juga istilah
antonim dari kawasan renah, yaitu pematang. Pematang adalah kawasan tanah yang
tidak terkena banjir alami atau banjir hujan. Pematang boleh juga disebut
dataran tinggi. Yang bersebelahan dengan kawasan renah.
Kawasan renah ini menyebabkan
salah paham dari penduduk di kota atau orang yang lahir dan besar diperkotaan.
Sebab mereka tidak mengenal geografis alami tempat tersebut. Mereka hanya tahu
banjir saja. Tapi tidak mengenal yang dinamakan kawasan renah. Banjir alami ini
bukan disebabkan rusaknya hutan atau lingkungan. Tapi bentuk kenormalan dan
siklus alami musim hujan. Justru kalau tidak ada lagi banjir dikawasan renah
ini. Berarti alam sudah rusak secara global.
Karena sangat berkaitan
dengan sistem normal cuaca bumi. Tidak ada gunanya mengatasi banjir alami atau
banjir hujan ini, dengan cara menanam pohon disekitar tempat tersebut. Apalagi
menanam pohon di hulu atau perbukitan, gunung. Semua itu sangat salah kapra.
Para awak media pun selalu menuduh pembuang sampah sembarang, kerusakan
lingkungan dan sebagainya, drainase dan dijadikan senjata politik. Memang
pembuangan dan penumpukan sampah di sungai ada andil dalam banjir. Kalau sampah
sudah menyebabkan sungai tersendat dan buntu. Walau sungai di bersihkan, tetap
tidak akan menyelesaikan masalah banjir alami atau banjir hujan.
Hampir semua kota-kota di
Indonesia terletak di kawasan renah dan rawa-rawa. Di perkotaan kawasan renah
ini dijadikan tempat pembangunan. Mulai dari pembangunan pasilitas umum, rumah
penduduk, perkantoran dan jalan. Celakanya lagi bangunan zaman sekrang adalah
bentuk depok. Atau langsung dibangun diatas permukaan tanah.
Masyarakat Melayu
masa lalu pada umumnya membangun rumah tinggal menggunakan bangunan panggung.
Untuk mendiami kawasan renah yang subur. Namun budaya ini tidak dimengerti oleh
masyarakat kota terutama di daerah Pulau Jawa. Sebab mereka mengikuti pola
depok bangunan orang di Jawa yang tinggal di dataran tinggi (pematang).
Sebagai contoh banjir yang
tidak sudah-sudah adalah Kota Jakarta. Sebab pemimpin dan warga masyarakat
tidak mengerti dengan istilah kawasan renah. Dari mulai masa Kolonial sampai
sekarang. Kawasan renah dibangun, kemudian tempat penampungan air alami
ditimbun dengan tanah. Meliputi sungai-sungai, rawa-rawa, paya, lebung,
benca, bencani.
Saat masa datangnya banjir
alami dari curah hujan tinggi. Maka banjir itu meminta kawasan renah untuk
ditempati. Ketika kawasan renah banjir itu adalah hal alamiah. Apabila ada
penimbunan maka akan ada pergeseran air banjir alami ke wilayah sekitar. Teori
rendaman batu, coba ambil air setengah baskom. Kemudian masukkan batu satu demi
satu. Maka air baskom akan bergerak naik.
Mengapa masyarakat membangun
di kawasan renah??. Sebab saat intensitas hujan sedang dan ringan. Keadaan kawasan
tanah renah, tidak terendam air. Walau hujan lebat tapi tidak berkelanjutan
juga tidak akan menimbulkan banjir. Tidak ada yang salah dan aneh di kawasan
renah. Ketika intensitas hujan tinggi dengan curah hujan besar.
Saat itulah fungsi kawasan renah dipakai alam untuk menampung air hujan yang sangat banyak itu. Penduduk pun kemudian mengetahui kalau tempat itu sering banjir. Maka mulailah pembangunan dengan minimbun pondasi yang tinggi. Ada juga yang menimbun lebung, sungai kecil, lubang-lubang, rawa-rawa, benca dan bencani
Saat itulah fungsi kawasan renah dipakai alam untuk menampung air hujan yang sangat banyak itu. Penduduk pun kemudian mengetahui kalau tempat itu sering banjir. Maka mulailah pembangunan dengan minimbun pondasi yang tinggi. Ada juga yang menimbun lebung, sungai kecil, lubang-lubang, rawa-rawa, benca dan bencani
Menimbun lekukan-lekukan tanah agar tanah menjadi rata. Semua timbunan tersebut tidak menghilangkan tuntutan air hujan untuk jatuh dan menempati alam. Sehingga air yang dulu telah jatuh di setiap tahun seumur bumi ini. Akan bergeser menggenangi kawasan lain.
Tidak dapat dibayangkan saat
seluruh kawasan renah, dan tempat-tempat penampungan air alami telah ditimbun.
Maka dua kali lipat pola air alami yang bergerak atau bergeser. Lalu
masyarakat, pemerhati lingkungan, pemerintah, awak media berkata, "lingkungan
benar-benar telah rusak. Terkadang saling menyalakan padahal mereka semua
tidak tahu. Ada yang berkata: "Dahulu disini tidak banjir, sekarang telah
banjir. "Dahulu hanya sebelah sana banjir, sekarang sudah sampai kesini."
Mengapa terjadi demikian, karena air dikawasan renah, meliputi sungai-sungai
kecil, lebung, benca, bencani, paya, dan seluruh kawasan renah tempat penampung
alami luapan air sungai sudah di timbun dengan tanah dan pondasi bangunan. Masa
atau volume air hujan itu sama sejak seumur bumi ini. Tidak bertambah dan tidak
berkurang. Hanya waktu siklusnya yang berbeda.
Hanya satu metode untuk
mengatasi banjir kawasan renah. Dengan membangun tempat penampungan-penampungan
air. Lalu dipadukan dengan drainase yang terkoneksi. Seperti dari selokan,
saluran-saluran air dan kanal-kanal yang lancar dan terpadu. Lalu dialirkan ke
suatu penampungan raksasa.
Dari pada pemerintah membangun kawasan taman dengan
pohon-pohon. Dengan maksud untuk resapan air mengandalkan hisapan akar pohon.
Yang tepat adalah membangun lebung-lebung atau danau-danua
kecil di kawasan-kawasan yang terdeteksi kawasan renah (sejarah geografis).
Untuk pengganti tempat penampungan air alami yang telah ditimbun oleh
pembangunan.
Kawasan renah di Indonesia
harus dipetakan. Bermanfaat, untuk BMKG memberikan peringatan apabila
intensitas hujan akan tinggi untuk warga yang tinggal di kawasan renah. Membuat
UU pembangunan dengan sistem bangunan panggung di kawasan renah. Demi kebaikan
dan pelestarian lingkungan hidup. Untuk peta geografis pertahanan dan keamanan
oleh TNI. Untuk mengecek kelayakan pemberian bantuan bencana banjir.
Kadang karena awak media
yang awan situasi kawasan. Saat mereka melihat banjir di sebuah pemukiman
penduduk di kawasan renah yang luas. Mereka akan memberitakan bencana banjir.
Saat video dan foto muncul di media. Maka yang tampak seakan-akan bencana
banjir besar. Yang sangat merugikan, akhirnya Pemerintah Daerah merasa malu.
Sehingga mengucurlah bantuan yang salah kapra pada kawasan itu. Sehingga
peluang korupsi juga terbuka.
Untuk pemerintah pusat yang
akan membangun kawasan ibu kota negara baru di Kalimantan. Dimana pola alam
sama dengan alam Sumatera. Agar meneliti kawasan sebelah mana yang menjadi
kawasan renah, di lokasi calon ibu kota negara. Sehingga menghindari
pembangunan di tempat tersebut. Studi penelitian kawasan renah dapat dilakukan
selama musim hujan.
Jangan hanya berpatokan misalnya bekas pemukiman, apalagi
pemukiman rumah panggung. Jangan melihat misalnya bekas perkebunan karet,
sawit, buah-buahan. Karena tanaman tersebut tidak terganggu oleh banjir alami
tersebut. Banyak yang tertipu dengan kawasan renah.
Karena pada umumnya keadaan
geografis Indonesia yang tropis memiliki kesamaan pola alam. Studi pada tulisan
ini saya ambil di kawasan renah di Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi
Banyuasin, Sumatera Selatan. Dipelajari sebagai anak desa yang akrab dengan
lingkungan tanah renah.
Oleh. Joni Apero
Editor. Desti. S. Pd.
Palembang, 22 Desember 2019.
[1]Paya
adalah tempat penampungan air alami yang terletak dikawasan renah. Berbentuk
memanjang seperti sungai. Tapi airnya dangkal dan tergenang. Air baru mengalir
saat hujan lebat. Paya juga dialiri oleh air banjir alami di kawasan renah.
Kata paya pengindonesiaan dari kata paye.
[2]Lebung
adalah bentuk penampungan air alami di dalam hutan-hutan torpis terutama di
kawasan renah. Bentuk lebung melingkar cukup luas. Berisi air saat musim hujan
dan kering saat kemarau. Lebung mirip danau tapi kecil dan airnya tergantung
dengan air hujan. Lebung juga dilalui banjir alami saat musim hujan. Sehingga
lebung selalu banyak ikan-ikan.
[3]Benca
juga tempat penampungan air alami. Berbentuk melingkar atau memanjang. Lebar
dari ukuran satu meter sampai lima meter persegi. Terletak di kawasan hutan
renah. Ada yang dilalui banjir alami kawasan renah ada yang hanya dilalui oleh
aliran air hujan. Juga banyak ikan-ikan yang datang.
[4]Bencani
juga tempat penampungan air alami di hutan-hutan renah. Berbentuk memanjang
seperti sungai tapi surut dan dangkal. Lebarnya biasanya kurang lebih satu
meter. Kedalaman hanya dari sepuluh senti menter sampai satu meter. Airnya
mengalir jerni menuju anak-anak sungai di sekitar kawasan tersebut. Kalau sudah
di ujung atau hulunya, bencani biasanya hanya berupa mata air yang mengalir di
celah-celah akar pohon.
By. Apero Fublic
Via
Daratan
Post a Comment