Dongeng
Apero Fublic.- Pada
suatu masa yang lampau. Berkisah tentang dua sahabat, si kera dan si bangau.
Keduanya berencana berladang bersama membuat kebun pisang. Pohon pisang tumbuh
subur dan berbuah, masak. Namun setiap ada buah pisang yang masak selalu
dipetik dan dimakan oleh si kera. Buah pisang di tandannya selalu berkurang dan
berkurang. Si bangau tidak pernah sekalipun memakan buah pisang yang
dia tanam bersama kera.
Dongeng si Kera dan si Bangau. Dari Sulawesi Utara
Bangau
tahu kalau kera selalu memakan buah-buah pisang tersebut. Tidak pernah memberi
dia barang sebiji pun. Tapi kera selalu beralasan kalau bukan dia yang
mengambil buah-buah pisang yang masak. Bangau diam saja setiap kera
berkata-kata membelah diri. Bangau berpikir bagaimana caranya memberi pelajaran
buat si kera yang selalu berakal-akal, bulus. Untuk itu, suatu hari
bangau mengajak kera memancing di laut. Bangau beralasan untuk bersantai-santai
menghilangkan rasa capek karena selalu beraktivitas selama ini, refresing
istilah sekarang.
“Kera,
mari kita memancing ikan di laut. Tentu kita akan mendapat ikan dan dapat
menikmati ikan bakar yang lezat. “Ya, baiklah. Kata kera, dia tidak tahu kalau
bangau akan memberinya pelajaran setimpal dengan kelicikannya. Mereka berlayar
ketengah laut lepas. Perahu mereka terbuat dari kuali bekas, dayung dari senduk
besar, tiang layar terbuat dari lidi enau. Sedangkan layar dari bekas pengipas
api yang dibuat dari anyaman bambu.
Mereka
membawa bekal sebuah kelapa muda. Saat keduanya sudah di atas perahu. “bawak
parang bangau, untuk mengupas kelapa. Ujar kera. “Bagaimana ini, kalau kembali
ke rumah kita bisa terlambat memancing dan hari keburu malam. Jawab burung
bangau. Mereka pasrah, lalu mulai mendayung ke tengah lautan.
“Cukup
di sini saja kita memancingnya. Saran kera.
“Tak
seru, kera agak kelautan lagilah. Kamu takut ya?. “Ahhh, tidak.“ Jawab kera
merasa berani.
Mereka mendayung lebih ketengah laut lagi. Sekarang mereka
seperti di tungkam baskom raksasa. Tidak lagi dapat melihat daratan. Air laut
dan lengkungan langit. Kera juga sudah tidak mungkin lagi berenang ke tepian
pantai dengan jarak yang sudah sejauh itu. Mereka membuang jangkar dan mulai
memancing. Beberapa ikan telah dapat dan mereka mulai lapar dan haus. Kera
menyarankan agar membuka buah kelapa dan segera minum makan dengan yang lezat.
“Saya
sudah lapar, dan haus. Ujar kera.
“Aku
juga.” Kata bangau.
“Bagiaman
membuka buah kelapa agar kita dapat memakan degan dan meminum air kelapa.”
Tanya kera. Sambil meneteskan air liur.
“Parang
tidak ada. Coba pukulkan pada tepi perahu yang keras.” Saran bangau.
Kera yang sudah tidak sabar dan tergiur nikmatnya air kelapa muda.
Membuat dia lupa kalau hantaman buah kelapa akan merusak kapal mereka yang
terbuat dari kuali. Kera memukulkan buah kelapa dengan kuat ke tepi perahu
mereka. Seketika itu juga, perahu retak memanjang dan air laut masuk. Tampak
memercik dari retakan perahu. Tidak perlu waktu lama perahu mereka tenggelang.
Bangau melompat ke angkasa, terbang. Dia tidak dapat menarik untuk membawa kera
terbang. Karena tenaga terbang bangau tidaklah kuat. Maka terpaksa bangau
meninggalkan kera di tengah lautan.
Kera berenang-renang mencoba bertahan hidup. Seekor hiu lapar datang
menghampiri kera yang hampir sekarat. Kera menangis dan menjerit menyesali
nasibnya yang malang. Terbayang akan keserakahannya pada kebun pisang. Tentu
dia berdosa pikirnya pada si bangau. Dia telah menghianati sahabatnya sendiri.
Sekarang dia akan menebus semua kesalahannya di lautan ini.
“Syukur
aku bertemu makanan empuk hari ini.” Kata hiu sambil berenang mengelilingi kera
yang megap-megap. Gigi hiu tampak runcing dan lidah hiu menggosok-gosok giginya
yang tajam. Seakan-akan dia sedang mengasa mata giginya. Kera begitu ketakutan
dan nasibnya akan berakhir di perut hiu.
“Mau
memakanku, kawan. Tapi aku tidak enak saat ini. Sebab hati dan ususku tidak
ada.” Kata kera.
“Di
mana hati dan ususmu.” Tanya ikan hiu.
“Di
daratan, aku sembunyikan di hutan bakau.” Jawab kera. Kemudian dia melanjutkan.
“Antarkan aku ke tepian pantai. Nanti akan aku berikan hati dan usuku dan saat
itu kau makanlah aku.” Jelas kera pada ikan hiu lapar itu. Ikan hiu percaya dan
mengantar kera sampai di tepian pantai di hutan bakau.
“Tunggu
di sini, kawan. Aku akan mengambil hati dan ususku. Kata kera. Kera melompat
naik ke pohon-pohon bakau dan terus melompat dari dahan ke dahan dan sampai di
hutan daratan. Sementara ikan hiu terus menunggu dan menunggu. Sampai akhirnya
dia bosan dan tahu kalau dia ditipu si kera. “Kera yang suka menipu.” Guman
ikan hiu. Air tepian bakau bergerak surut. Karena disana ada waktu air pasang
dan surut. Membuat ikan hiu harus pergi mengikuti alur air ke tengah laut. Hiu
pun pergi dan tidak pernah kembali lagi. Begitulah kehidupan si kera yang
banyak akalnya. Tapi selalu penuh tipuan.
Rewrite.
Joni Apero.
Editor.
Desti. S. Sos
Palembang,
18 Januari 2019.
Dongeng
ini diceritakan oleh P. Mahaganti. Dia seorang pensiunan guru dan pemuka agama.
Dongeng ini diceritakan oleh ibunya sewaktu dia berumur enam
tahun. Sumber. Paul Nebarth, dkk. Sastra Lisan Sangir Talaud.
Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jakarta: Skala Indah, 1985.
Sy. Apero Fublic
Via
Dongeng
Post a Comment