Berita Internasional
Laporan Internasional: Gejolak di Xinjiang dan Akar Permasalahannya
Apero Fublic.- Agama Islam sudah hadir di Cina sejak 1400
tahun yang lalu. Menurut catatan Islam sampai pada tahun 618 Masehi, semasa
pemerintahan Dinasti Tang.[1] Sahabat Rasulullah
SAW yang datang langsung berdakwah diantaranya, Saad bin
Abdul Qais, Qais bin Abu Hudhafah, Urwah bin Abi Uththan dan Abu Qais bin
Al-Harits.
Dari mereka dakwah Islam yang dilanjutkan para pedagang dan mubaliq
lokal terus berkembang. Sehingga melahirkan lebih dari 136 juta umat Islam di
seluruh dataran negara Cina. Namun Pemerintahan Cina menutupi jumlah umat Islam
yang sebenarnya untuk kepentingan politik mereka. Sebut saja misalnya pada
tahun 1990 Pemerintah Cina menyebutkan jumlah umat Islam hanya 17 juta saja.
Namun L. Stoddard memberi
penjelasan, bahwa jumlah umat Islam setelah pemadaman pemberontakan di
Turkestan dan Yunan tahun 1870 Masehi berkurang sangat drastis.
Setelah pembunuhan-pembunuhan yang mengerikan oleh Pemerintahan Tiongkok.
Sekarang kaum muslimin Tiongkok hanya tiggal 10 juta saja.[2] Dari
keterangan buku tersebut yang terbit pertama tahun 1921 jumlah umat Islam di
Cina tersisa 10 juta. Kemudian tahun 1990 apakah wajar jumlah hanya 17 juta
saja. Kecuali kalau ada pembantaian masal yang berkelanjutan pada masa Komunis.
Itulah para analis memperkirakan sekarang (2019) jumlah umat Islam Cina sudah
jauh lebih besar.
Muslim Uyghur adalah
kelompok masyarakat Islam Cina terbesar kedua setelah etnis Hui, mereka
mendiami wilayah Xinjiang (Turkistan Timur) sudah ribuan tahun lampau.[3] Di dalam perjalanan sejarah wilayah ini pernah
memerintah dataran luas Asia Tengah termasuk memerintah seluruh Cina, India,
Rusia, Eropa dan Timur Tengah. Zaman kemudian berbalik orang Cina yang
menguasai masyarakat Xinjiang. Berikut tiga pokok masalah Xinjiang yang rumit.
1. Permasalahan Sejarah
Masyarakat Xinjiang atau Turkistan Timur
memiliki sejarah besar pada masa-masa lampau. Nenek moyang mereka adalah
kelompok suku petarung yang ulung. Mereka memiliki sejarah-sejarah
penaklukan-penaklukkan. Suku Uyghur bangsa yang ganas dan sangat suka
berpetualang berperang. Mereka keturunan penakluk-penakluk dunia. Seperti
Jengis Khan, Kubilai Khan, Hulagu Khan, Timur Leng, Kaisar-Kaisar Mongol.
Atilah yang terkenal adalah salah satu nenek moyang dari orang-orang di daerah
Xinjiang ini.[4]
Wilayah ini dahulunya adalah
wilayah tanpa tuan, masyarakatnya dipimpin oleh Khan-khan yang merdeka. Khan
gelar pemimpin persatuan kepala suku. Sampai munculnya kekuatan komunis di
Rusia dan bangkitnya komunis di Cina. Wilayah khan-khan ini kemudian dianeksasi
oleh kedua kekuatan besar tersebut. Sehingga menjadi dua kawasan wilayah,
Turkistan Timur dikuasai Cina. Sedangkan Turkisatan Barat oleh komunis Rusia.
Masyarakat yang sudah hidup merdeka ribuan tahun kemudian harus tunduk pada
satu kekuatan politik.
Permasalahan Uyghur sudah
sangat lama bagi Cina. Penguasaan Cina dan aneksasi Rusia di daerah Xinjiang
telah membuat penderitaan berkepanjangan di kawasan ini. Seperti pada tahun
1933 Masehi penduduk Xinjiang memberontak dan memproklamasikan Republik
Turkistan Timur. Ketika kaum Komunis Cina memenangkan perang melawan Kaum
Nasionalis. Mereka kembali menganeksasi Xinjiang. Pada tahun 1949 Xinjiang
kembali dikuasi Cina Komunis dan menghapus Republik Turkistan Timur.
Kemudian ada exsodus suku
Kazakh kurang lebih 40.000 orang membawa semua ternak mereka. Dalam perjalanan
mereka diserang dan di bombardir oleh pesawat komunis Rusia. Sehingga tinggal
8.500 saja yang hidup. Kemudian sepanjang jalan mereka terus diburu pasukan komunis
Cina. Ditambah cuaca yang tidak bersahabat. Dari 8.500 muslim Kazak yang
tersisa berhasil mencapai Kasmir hanya sekitar 3.000 orang. Kemudian beberapa
tahun kemudian pelarian dari penguasaan komunis cina berlangsung. Sekitar 19
ribu orang Kazak di Xinjiang pergi menuju Turki. Tapi yang sampai ke Turki
hanya 400 orang saja.[5]
Wilayah Xinjiang yang terus
bergolak sudah lebih dua abad lamanya, sampai sekarang. Pergolakan sejak
masa-masa, dinasti Manchu. Berlanjut sampai Pemerintahan Komunis Cina sekarang.
Pergolakan Muslim sedikit terhenti semasa Pemerintahan Demokrasi Cina.
Permasalahan yang paling kental adalah pertarungan paham komunis dan Islam.
Ketahanan dan militannya orang-orang Xinjiang berlanjut. Begitupun dengan
saudara mereka muslim Turkistan Barat pada umumnya tidak menyerah menghadapi
Komunis Rusia. Sampai terbentuk negara-negara Islam Asia Tengah setelah
runtuhnya Uni Soviet. Seperti Republik Kazakhstan, Usbekistan, Tajikistan,
Kirgistan.
Sejarah panjang telah
membentuk identitas muslim Uyghur. Mereka punya akar sejarah yang tidak dapat
dihapus. Walau di hapus di Cina namun wilayah lain di dunia telah mencatatnya.
Mereka yang telah ditempa oleh sejarah akan menjadi sangat kuat.
Pada awal Dinasti Manchu
belum terjadi pergolakan. Tapi ketika dinasti Manchu Xinjiang mulai mengganggu
Islam pergolakan terjadi. Berawal dari larangan membangun masjid, melarang kaum
muslimin berangkat haji, melarang ulama masuk Cina. Terjadi pergolakan selama
107 tahun di daerah Xinjiang (1782-1889). Dinasti Manchu menumpas ganas,
membantai penduduk desa-desa kecil yang mereka temui.
Menurut keterangan Kolonel
Bell, akibat perang-perang tersebut telah mengurangi populasi Muslim daerah
Xinjiang yang diperkirakan sekitar 15.000.000 orang. Hanya tersisa 1.000.000
orang saja. Beberapa waktu kemudian penduduk Khokand dengan 40.000 orang
berhasil menguasai keadaan, Yaqub Khan. Membebaskan kota-kota di daerah
Xinjiang dan menjadikan Xinjiang di bawa kekuasaannya.
Kemerdekaan kemudian diakui
oleh Rusia pada tahun 1872 dan diikuti Sultan Turki dan Inggris. Ditahun 1877
kembali peperangan terjadi memperubutkan Xinjiang. Dinasti Manchu mengirim
jendral Tso Chung Tang dengan kekuatan 100.000 prajurit. Kekalahan disebabkan
Rusia menghianati perjanjian dan membantu Cina. Kemudian Yaqub Khan diracuni
oleh penghianat. Selama dinasti Manchu terjadi 490 pemberontakan kaum muslim
Cina. Kemudian terjadi revolusi demokratis tahun 1911. Pemerintahan demokratis
Cina ini membuat kedamaian di dataran Cina. Kaum muslimin mendapat kedudukan
dan perlakuan yang sama dari orang Cina non-muslim lainnya.
Terdapat lima golongan besar
masa demokratis, Tibet, Mongol, Manchu, Han, dan Muslim.[6] Orang-orang
Muslim Cina menempati kedudukan tinggi negara. Seperti Jendral Omar Pei Chung-hsi
yang menjadi Kepala Stapf Umum Angkatan Darat-Laut-Udara Tiongkok. Pada tahun
1912 Ma Lin Yee seorang Muslim dari Hunan diangat menjadi Mentri Pendidikan.[7] Suasana demokratis terus bergolak dengan ideologi
Komunisme-Leninisme. Hingga akhirnya komunis berkuasa dan keadaan kaum muslim
kembali berubah. Namun walau dizaman demokratis ini. Ketika politik tidak
menentu. Daerah Xinjiang tetap kemvali memberontak dan masyarakat mendirikan
Negara Republik Turkistan Timur (1933). Proklamasi kemerdekaan kedua Xinjiang.
2. Kesukuan dan Budaya
Orang-orang Uighur mereka merasa berbeda
dengan orang Cina. Kehidupan yang lebih dipengaruhi kebudayaan Asia Tengah.
Bentuk fisik yang berbeda dari orang Cina pada umumnya. Kehidupan yang bebas
kelompok suku-suku yang tidak bertuan dalam waktu yang lama. Kemudian mereka
sekarang pada masa moderen memiliki tuan yang harus dituruti dengan ketat.
Orang Uyghur memiliki bahasa
yang berbeda dengan bahasa Cina pada umumnya. Suku Uyghur kalau di Asia
Tenggara sama seperti orang Melayu. Dimana tradisi kehidupan sangat kental
dengan Islam. Bahasa mereka serumpun dengan bahasa Turki (Turko-Altaic). Mereka
juga lebih dekat dengan ras Asia Tengah. Telah memiliki sejarah sejak 300 tahun
sebelum Masehi. Cara berpakaian mereka berwarna warni dengan warna mencolok.
Kaum laki-laki memakai jubah panjang, celana besar, bersepatu boot.
Kaum wanita memakai gaun dan rok dengan jaket tanpa lengan yang dipadukan
dengan baju. Memakai topi bersegi empat empat bernama duopa dengan
hiasan sulaman dan berjahit tampal.[8]
Setelah Suku Uyghur yang
mendiami wilayah Xinjiang adalah suku Kazakh. Suku kazakh sama dengan orang
Kazakhtan di Turkistan Barat. Ciri fisik mereka, berambut kemerahan, bermata
biru, dan wajah cantik. Menurut perkiraan etnis Kazakh sudah mendiami Xinjiang
atau Turkistan Timur sejak abad ke dua sebelum Masehi. Kemudian etnis Muslim
DongXiang mereka mendiami wilayah Xinjiang dan Gansu. Mereka berbahasa Altaic
Mongolia. Kata Dongxiang berari Kampung Timur.
Mereka menyebut dirinya
dengan Santa.[9] Kemudian ada kelompok Kirghis yang
juga sama suku Kirghistan. Lalu suku Tajik yang juga mendiami wilayah Xinjiang
dan sama dengan orang Tajikistan. Mereka penganut syiah sama seperti di
Tajikistan dan Iran. Bahasa mereka juga bahasa pengaruh Parsi. Kemudian etnis
Usbek juga sama dengan saudara mereka di Usebekistan di Asia tengah atau bagian
dari Turkistan Barat dahulu dikuasai Komunis Rusia. Kelompok terakhir adalah
etnis Tatar. Mereka juga bagian dari etnis Tatar di Rusia.[10]
Apabila kita melihat dari
segi kebudayaan. Maka penduduk Xinjiang memang berbeda dari penduduk Cina.
Wilayah kebudayaan Xinjiang atau Turkistan Timur adalah wilayah kebudayaan Asia
Tengah. Xinjiang secara geografis memang masih masuk geografis wilayah Asia
Tengah. Perbedaan kemudian menjadi sangat kontras ketika Pemerintahan
Komunis-Leninisme Cina berkuasa. Dari sini kita juga dapat mengerti mengapa
Pemerintah Komunis Cina memindahkan etnis Han ke daerah Xinjiang untuk
mengimbangi jumlah penduduk dan menduduki secara politis.
3. Kesalahan Pendekatan Pemerintahan Cina
Agama Islam sesungguhnya tidak bermasalah
dengan jenis pemerintahan apapun. Tetapi Islam selalu digunakan sebagai bahan
bakar untuk tujuan tertentu. Islam sebagai agama selalu mengajarkan kebaikan
dan perdamaian. Komunitas Muslim Hui yang menjadi komunitas terbesar hidup
damai dengan Pemerintah Cina.
Muslim Hui yang memakai
mazhab Syafiih. Selain itu, mereka juga merasa orang Cina tulen. Sehingga
mereka tidak ada alasan melawan apalagi berperang. Dari pokok sejarah dan
budayalah masyarakat Xinjiang merasa berbeda dengan orang Cina lainnya.
Sehingga mereka terus melakukan perlawanan berabad-abad. Kalau melihat Muslim
Hui, muslim Yunan menunjukkan Islam tidak bermasalah dengan Pemerintahan Cina
sekarang. Beberapa aspek kesalahan Pemerintahan Cina dalam mendekati masyarakat
Xinjiang. Berikut empat kesalahan kebijakan dan pendekatan oleh Pemerintahan
Komunis Cina.
I. Revolusi Kebudayaan
Untuk melawan paham komunis Muslim
Xinjiang menggunakan agama Islam untuk kekuatan dan penentangan terhadap
doktrin komunisme. Komunisme sangat bertentangan dengan keislaman. Revolusi
kebudayaan yang dilakukan oleh komunis Cina tahun 1960-an tidak dapat
memadamkan Islam. Sementara kebudayaan lain dan agama-agama telah menyerah pada
tangan besi komunis. Akibatnya kaum Muslimin mendapat penindasan. Serta
upaya-upaya komunis untuk menghancurkan Islam. Menghapus sistem budaya
masyarakat, seperti sistem Khan.
Berusaha mengubah bahasa dan
semua kebudayaan masyarakat Xinjiang dengan radikal. Dari bahasa, sistem
tulisan, hukum, menghapus pendidikan Islam. Membatasi jumlah masjid atau
membongkar bangunan masjid. Tentu semua usaha ini akan menimbulkan perlawanan.
Upaya revolusi kebudayaan untuk menciptakan Cina yang satu tanpa retak oleh
budaya dan agama. Sesuai dengan doktrin Komunisme-Leninisme. Dimana menempatkan
negara sebagai borjuisme baru. Manusia menjadi mesin negara, alat negara. Bukan
makhluk hidup yang berbudaya dan beragama.
II. Menindas Islam
Menindas keislaman disini adalah
upaya-upaya paham komunis mengikis Islam dari masyarakat Xinjiang. Seperti
melarang berpuasa, melarang berhaji, tidak memberikan pendidikan Islam. Menutup
sekolah-sekolah Islam dan melarang atribut keislaman misalnya jilbab. Melarang
berorganisasi keislaman, menghilangkan pengadilan Islam dan sebagainya. Upaya
menindas Islam untuk melemahkan perlawanan masyarakat Muslim Xinjiang. Tapi
apakah program berhasil sudah 80 tahun Komunis Cina berkuasa.
III. Memindahkan Etnis Lain
Masyarakat Xinjiang merasa terancam
keberadaan mereka. Dengan banyaknya perpindahan penduduk dari daerah lain
membuat mereka menjadi minoritas di wilayah nenek moyang mereka. Timbul
kecemburuan sosial yang melahirkan perlawanan. Kemudian terjadi kesenjangan
ekonomi dan kesejahteraan. Yang membuat penduduk asli Xinjiang merasa dijajah
dan di nomor duakan.
IV. Cara-Cara Tangan Besi
Cara-cara tangan besi belum pernah
berhasil dalam mengendalikan manusia. Seumpama seorang anak yang nakal.
Kemudian didik secara keras belum tentu menjadi sesuai harapan. Manusia
memiliki sifat pembangkangan ketika dikeraskan. Saat dikeraskan akan timbul marah,
dendam, kebencian dan perlawanan. Jiwa manusia memerlukan tempat berlabu dalam
menenangkan jiwa yang terus bergolak. Cara-cara tangan besi ada baiknya dirubah
menjadi cara-cara berbudi luhur. Contoh tangan besi seperti memenjarakan imam
masjid. Memenjarakan orang yang tetap puasa di bulan ramadhan. Menghilangkan
nyawa orang yang dianggap memberontak. Membuat kamp konsentrasi tawanan, dan
lainnya.
Pemerintahan Cina mengira dengan menindas
Islam mereka akan mampu memadamkan api perlawanan masyarakat Xinjiang. Sehingga
bermacam-macam program mereka untuk menghancurkan Islam. Berharap dengan
hancurnya Islam maka akan berakhir perlawanan. Namun perlawan masyarakat
Xinjiang terus berlanjut walau Islam ditindas. Karena akar masalah bukan
pada Islam. Tapi pada sejarah, ras dan kebudayaan. Kalau permasalahan
Islam cukup diberikan kemerdekaan beragama sudah cukup.
Pemerintah Cina menindas
Islam adalah kesalahan kebijakan tidak tepat sasaran. Sebab Islam hanya menjadi
bahan bakar bagi perlawanan masyrakat Xinjiang. Bukan hanya di dalam negara
Cina khususnya di Xinjiang. Penindasan terhadap Islam juga menjadi bahan bakar
di luar negara Cina. Dapat kita saksikan sekarang, Amerika Serikat memantik
bahan bakar itu. Kemudian banyak umat Islam yang tersulut dan berdemolah di
seluruh dunia. Ada baiknya pemerintah Cina mulai menggandeng negara-negara
Islam untuk menyelesaikan masalah Uyghur.
Agama Islam hanya
diselesaikan oleh orang Islam. Hindari menegarakan manusia seperti selama ini.
Tapi negara membentuk kesatuan dengan rakyat. Memberikan hak sosial budaya dan
kemerdekaan beragama. Pemerintah Cina dapat berunding dengan tokoh muslim dunia
terutama ulama Indonesia. Kemudian menjadi mediasi dalam perdamaian. Menjadi
peninjau dalam pelaksanaannya. Para ulama dapat bermusyawara untuk menyadarkan
masyarakat Xinjiang. Tapi Cina lebih suka memvangun kamp kosentrasi. Lalu
menjejalkan paham komunisme-Leninisme. Beberapa waktu lalu Taliban datang
menemui ulama Indonesia. Itu menunjukkan adanya kepercayaan pada Ulama-ulama Indonesia.
Sebagai pendukung
rekonsiliasi Islam dan Pemerintah ada baiknya muslim Uyghur dan Pemerintah Cina
untuk saling bijaksana. Pemerintah Cina memberikan hak-hak beragama dan
berbudaya, pendidikan sesuai dengan Islam. Memberikan otonomi khusus, memiliki
pengadilan agama Islam, dan pemimpin wilayah orang Islam. Menghidupkan bahasa
asli, sistem Khan juga dikembalikan sebagai bentuk penghormatan
kebudayaan. Pemerintah Cina mendapat pengakuan atas wilayah Xinjiang
atau Turkistan Timur bagian dari Republic Rakyat Tiongkok.
Kalau masyarakat merasa
tidak terancam exsistensi mereka. Tidak semuanya akan mendukung pemisahan diri
atau pemberontakan. Tapi kalau semuanya ditindas. Dibuat program mengkomuniskan
pahan hidup masyarakat Xinjiang. Maka ini tidak akan pernah menemukan titik
temu antara Islam dan Komunis.
Pemerintah Cina mulailah
belajar dari sejarah, belajar dari Rusia yang menjadi kiblat mereka dahulu
mendapatkan paham komunis. Rusia sudah memberikan semua hak muslim dan
menghidupkan budaya etnis Muslim. Sehingga semua pemberontakan Muslim di Rusia
beransur-ansur berakhir dengan sendirinya. Rusia sekarang sudah
memasuki masa tenang dan damai. Seperti pemberontakan Muslim Chenya,
Muslim tatar Sudah surut dan berakhir di Rusia.
Karena peperangan, kekerasan
dan kekacauan tidak pernah melahirkan kemajuan selain kehancuran. Kerugian di
kedua belah pihak. Kehidupan muslim di Xinjiang yang hancur dan negara Cina
yang terus bergejolak. Masyarakat Xinjiang menjadi terbelakang dan terpuruk.
Lebih baik bekerja sama, antara Muslim Xinjiang dan Pemerintah Cina.
Untuk
terciptanya kemajuan di wilayah Xinjiang. Energi besar seharusnya digunakan
pada hal-hal positif bukan hal-hal yang berbau perang dan perlawanan. Bukankah
sudah lebih dua ratus tahun wilayah Xinjiang bergolak terus. Semuanya di atasi
dengan kekerasan dan pembantaian. Apakah semua itu dapat menyelesaikan masalah
sampai sekarang?. Begitupun rakyat Xinjiang apakah itu menyelesaikan masalah.
Untuk muslim Xinjiang
berjuanglah dengan cara-cara moderat. Tinggalkan cara-cara tradisional dan
bergeraklah pada bidang ekonomi, kebudayaan, pendidikan, dan dakwah. Karena
kalian memiliki tugas dakwah untuk seluruh Cina. Belajarlah dari perjanjian
hudaibiyah semasa Rasulullah SAW. Karena Islam adalah masa depan Cina yang akan
menggantikan Kong Hu Cu dan Komunisme. Sebab bangsa Cina selalu membutuhkan
kekuatan dari dalam untuk menegakkan Imperium besarnya.
Saya rasa pemerintah
Indonesia dan negara Muslim lainnya tidak salah membantu Cina dalam masalah
Uyghur. Disamping kerja sama ekonomi, teknologi. Jangan pula kita ikut skenario
Amerika Serikat yang berkepentingan menjatuhkan Cina. Tapi membantu bersifat
mediasi damai dan kemanusiaan. Kalau pemerintah tidak mau turun langsung. Bisa
melalui tangan para ulama-ulama, organisasi keislaman. Bukan membatu bersifat
politis yang bertentangan dengan piagam PBB. Sekian semoga bermanfaaf. Aminnnnnnn.
Oleh. Joni Apero
Editor. Desti. S. Sos.
Palembang, 2 Januari 2020.
Daftar Pustaka:
Lothrop Stoddard. Dunia Baru Islam.
Jakarta: Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat, 1965.
Ann Wang Seng. Rahasia Sukses
Muslim Cina: Kegemilangan Islam di Negeri Komunis. Jakarta: Hikmah, 2008.
Hans Kohn. Dasar Sedjarah Rusia
Moderen. Terj. Hasjim Djalal. Jakarta: Bhratara, 1966.
Leo Agung. Sejarah Asia Timur.
Yogyakarta: Ombak, 2012.
[1]An
Wan Seng, Rahasia Sukses Muslim Cina: Kegemilangan Islam di Negeri
Komunis, Jakarta: Hikmah, 2008, h. 23.
[2]Lothrop
Stoddard, Dunia Baru Islam, Jakarta: Menteri Kordinator
Kesejahteraan Rakyat, 1965, h. 60.
[3]Ann
Wang Seng, Rahasia Sukses Muslim Cina, h. 83.
[4]Rafiq Khan, Isam di Tiongkok. Terj.
Sulaimansah. Jakarta: Tintaemas, 1967, h. 55.
[5]Rafiq Khan, Isam di Tiongkok, h. 55-58.
[6]Rafiq Khan, Isam di Tiongkok, h. 14.
[7]Rafiq Khan, Isam di Tiongkok, h. 16-18.
[8]Ann Wan Seng, Rahasia Sukses Muslim di Cina,
h. 83-85.
[9]Ann Wan Seng, Rahasia Sukses Muslim di Cina,
h 88
[10]Ann Wan Seng, Rahasia Sukses Muslim di Cina,
h 83-93.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment