Kisah Legenda
Legenda Kisah Cinta I Jayaprana dan Ni Layonsari dari Bali
Apero Fublic.- Berawal
dari sepasang suami istri yang tinggal di Desa Kalianget. Mereka memiliki dua
naka laki-laki, dan satu anak perempuan. Desa Kalianget diserang wabah
mematikan. Sepasang suami istri tersebut beserta dengan dua orang anaknya
meninggal dunia. Tinggal yang masih hidup anak bungsu mereka, namanya I Jayaprana.
Karena sudah yatim piatu kemudian I Jayaprana menghadap raja untuk menjadi abdi
istina. Seiring waktu I Jayaprana tumbuh besar. Dia rajin, patuh, jujur dan
bertanggung jawab. Sekarang umur I Jayaprana berumur dua belas tahun. Dia
tampak akan menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Senyuman yang menarik dan
pribadi yang baik.
Beberapa tahun kemudian berlalu. I Jayaprana sudah cukup dewasa ukuran
umur masa itu. Raja memerintahkan I Jayaprana untuk menikah. Dia dipersilahkan
memilih salah seorang dayang-dayang istana atau gadis-gadis di luar istana.
Pada awalnya Jayaprana menolak, dengan alasan dia belum begitu dewasa.
Tapi apa
kata raja tidak akan mudah berubah. Maka Jayaprana akhirnya menuruti perintah
raja untuk menikah. Jayaprana pergi keluar istana dan dan mengamati kehidupan
masyarakat. Banyak masyarakat yang berlalu lalang di jalanan kotaraja.
Jayaprana banyak mengamati gadis-gadis yang dia temui. Kemudian dia
menjumpai seorang gadis yang sangat cantik dan memikat hatinya. Gadis cantik
itu bernama, Ni Layonsari. Putri dari Jero Bendesa yang berasal dari Banjar
Sekar.
Ni Layonsari merasa malu dan salah tingkah diperhatikan dan diamati oleh
seorang pemuda tampan dari istina. Setelah mengetahui nama dan ciri-ciri si
gadis Jayaprana kembali ke istana dan mengahdap Sri Baginda Raja. Setelah
mendengar penjelasan Jayaprana, raja menulis surat.
Jayaprana kemudian pergi
menemui orang tua gadis yang dia cari tahu tadi, dan menyerahkan surat dari
raja. Setelah membaca, Jero Bandeso berkata setuju. Maka kembali Jayaprana
menghadap raja dan melaporkan kalau pernikahan direstui.
Baginda Raja mengumumkan tentang pernikahan Jayaprana dengan Ni
Layonsari, putri dari Jero Bandeso. Diumukan pada seisi istana bahwa: Pada hari
Selasa Legi wuku Kuningan, raja akan membuat upacara pernikahan antara I
Jayaprana dengan Ni Layonsari.
Dari itu, kemudian raja memerintahkan Perbekel
istana menyiapkan keperluan acara pernikahan, bansal-bansal tenda untuk
merayakan pernikanan I Jayaprana. Jayaprana diiringi tetua dan masyarakat desa
menghadap Jero Bendesa untuk memohon restu menyunting Ni Layonsari.
Di hari pernikahan itu semua melihat betapa cantiknya Ni Layonsari.
Lelaki
manapun pasti akan menyukai Ni Layonsari saat melihatnya. Saat melakukan sembah
setelah upacara pernikahan. Raja begitu terkesima memperhatikan kecantikan Ni
Layonsari. Sampai-sampai sang raja menjadi gugup dan lupa bersabda. Setelah
upacara selesai I Jayaprana dan Ni Layonsari meninggalkan paseban agung ke
rumah Ni Layonsari.
Setelah menyaksikan kecantikan Ni Layonsari. Baginda Raja berubah
pikiran dan timbul pikiran iri dan jahat di hatinya. Dia berkata pada para
perbekel semuanya, meminta saran bagaimana memperdaya untuk menyingkirkan I
Jayaprana. Raja ingin Ni Layonsari masuk istana dan dijadikan permaisurinya.
Raja berkata, apabila dia tidak memperistri Ni Layonsari maka dia akan mangkat
karena kesedihan.
Beberapa saat kemudian seorang perbekel bernama Saunggaling maju
memberikan saran. Baginda Raja memerintahkan I Jayaprana pergi dengan para
prajurit dan rombongan untuk pergi ke Celuk Terima. Untuk menyelidiki perahu
orang Bajo yang kandas di pantai. Orang-orang Bajo juga memburu hewan di
Kawasan Pengulon. Baru tujuh hari pernikahan Jayaprana dan Ni Layonsari. Mereka
hidup berbahagia dalam suasana bulan madu. Datang utusan raja memerontahkan
Jayaprana menghadap.
Jayaprana kemudian menghadap raja bersama para perbekel. Raja kemudian
bersabda agar mereka segerah pergi ke Celuk Terima untuk tugas penyelidikan
tersebut. Jayaprana pulang dan menceritakan semua titah sang raja. Maka dia
berpamitan dengan istri tercintanya.
Hari telah malam sekarang setelah selesai cerita Jayaprana. I Layonsari
tertidur dan bermimpi kalau rumah mereka dihanyuti banjir yang dalam. Dai
meminta keberangkatan Jayaprana agar dibatal besok sebab dia khawatir dengan
mimpinya. Jayaprana tidak mau menolak perintah raja yang sudah membesarkannya.
Dia juga beralasan kalau kematian adalah kehendak tuhan Yang Maha Esa. Keesokan
harinya I Jayaprana berangkat bersama rombongan perbekel kerajaan.
Sepanjang jalan Jayaprana selalu mendapat pirasat buruk. Sampailah
rombongan Jayaprana di hutan Celuk Terima. Sesampai di hutan Celuk Terima I
Saunggaling memberikan sepucuk sutar dari baginda raja, dan membacanya.
“Hai
kau Jayaprana, manusia tiada berguna. Berjalan, berjalanlah engkau. Akulah yang
memerintahkan membunuh kau. Dosamu sangat besar. Kau melampaui tingkah raja.
Istrimu sungguh milik orang besar. Kuambil kujadikan istri raja. Serahkan
jiwamu sekarang. Jangan engkau melawan. Layonsari jangan kau kenang. Ku
peristri hingga akhir zaman.”
Begitulah isi surat dari sang raja. “Yah, oleh karena titah dari raja,
aku tidak menolak. Sunggu semula baginda menanam dan memelihara hamba, tetapi
kini baginda ingin mencabutnya, yah silahkan. Hambah relah dibunuh demi
kepentingan baginda, meskipun aku tidak berdosa.” Begitulah ratapan Jayaprana
dan air mata melele di pipinya. Terkenang akan istri yang dia cintai. Lalu
memberi isyarat agar Saunggaling untuk menikamnya.
I Saunggaling memaklukan dirinya pada I Jayaprana. Dia melakukan ini
atas perintah raja dan bukan kehendak dirinya. Dengan rasa sedih dan berat I
Saunggaling menusukkan kerisnya ke perut Jayaprana. Dara dari luka Jayaprana
mengalir deras dan tidak lama kemudian meninggal dunia. Bau harum semerbak
meliputi jasad dan seantero tempat itu. Bersamaan dengan kejadian itu, gempa,
petir, angin topan berhembus, banyak bunga berhamburan bersama angin.
Setelah jenazah I Jayaprana di kebumikan. Semuanya kembali pulang ke
Kotaraja. Di tengah perjalanan pulang banyak kejadian aneh. Banyak perbekel
yang mati, seperti diserang harimau, di patuk ular berbisa, dan lainnya. Berita
kematian Jayaprana sampai ke I Layonsari. Tentu saja kematian Jayaprana bukan
dibunuh oleh perbekel raja. Mendengar dan yakin kalau suaminya telah tiada.
Maka I Layon sari menyusul suaminya. Dia menikamkam kerisnya di perutnya dan
dia pun meninggal dunia.
Demikianlah kisah cinta dari dua orang insan yang sedang berbulan madu
atas nama cinta. Kesetiaan yang benar-benar luar biasa. Namun cinta mereka
terhalang oleh nafsu dan kebusukan sang raja. Dengan demikian keduanya akhirnya
pergi bersama-sama untuk selamanya meninggalkan dunia yang penuh kekejaman dan
keserakahan manusia.
*****
Sebuah
kuburan yang terletak terpencil di tengah hutan sepi. Tampak terawat rapi dan
dikeramatkan masyarakat sekitar. Di sekitar kuburan selalu ada taburan
bunga-bunga berwarna-warni. Begitupun dengan lidi-lidi bekas dupa harum yang
masih terpancang di atas sesajen.
Keadaan alam sekeliling sepi, hanya suara burung-burung yang menyambut
para peziarah. Nisan yang berbentuk sederhana adalah kuburan I Jayaprana.
Sebelumnya hanya kuburan biasa. Kemudian oleh penduduk kuburan Jayaprana
dibangunkan sebuah bangunan makam. Cerita yang sungguh-sungguh terjadi di Bali
Utara. Merupakan sebuah cerita “duka-carita” sebagai bentuk protes terhadap
kesewenang-wenangan raja yang memerintah pada masa itu.
Rewrite.
Joni Apero.
Editor. Selita. S.Pd.
Palembang,
14 Januari 2020.Sumber:
Ketut Ginarsa. Geguritan Jayaprana. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1978.
Sy. Apero Fublic
Via
Kisah Legenda
Post a Comment