Berita Daerah
Festival Bukit Seguntang 2020 yang bertema “Bersama FORWIDA Melestarikan Seguntang Sebagai Hulu Melayu” berlangsung dari tanggal 28 Februari – 1 Maret 2020.
Pelatihan menulis dan pengenalan aksara ulu dilaksanakan dua sesi. Sesi pertama dimulai dari pukul 08:00 sampai 11:00 WIB. Peserta yang mengikuti terdiri dari para guru, Pegawai Pemerintahan Daerah, dan Dosen. Dibimbing langsung oleh Bapak Rapanie, Drs. M. Hum (budayawan dan dosen). Untuk sesi kedua, dimulai dari pukul 13:00 sampai 14:00 dengan peserta guru sejarah (Asosiasi Guru Sejarah Indonesia -SUMSEL). Di bimbing oleh ketua Perkumpulan Pecinta Aksara Ulu Sumatera Selatan, Nuzulur Ramadhoni, S. Hum.
Selain melaksanakan pelatihan menulis aksara ulu. Stand juga menyediakan sovenir berupa gantungan kunci yang bertuliskan aksara ulu. Sehingga peserta dan pengunjung dapat membeli kenang-kenangan dari kunjungan mereka pada Festival Seguntang 2020. Hadirnya stand Aksara Ulu telah mempersembahkan cara pengenalan aksara tradisional Sumatera Selatan dengan kreatif pada masyarakat.
Selain itu, setiap pengunjung Festival juga memberikan dukungan dengan penandatanganan Petisi Aksara Ulu. Tujuan petisi untuk mendukung dijadikannya aksara ulu sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah di seluruh Provinsi Sumatera Selatan. Semoga perjuangan dari adik-adik Pecinta Aksara Ulu dan pihak terkait terwujud. Serta didengar oleh pemerintah. Terkhusus Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan.
Diwaktu berbed kami berbincang-bincang bersama Komunitas Pecinta Sejarah UIN Raden Fatah Palembang. Melalui ketua PESE, Suryo Arief Wibowo, menjelaskan bahwa Komunitas Pecinta Sejarah bekerjasama dengan Komunitas Pecinta Aksara Ulu dalam menyelenggarakan stand Aksara Ulu di Festival Seguntang 2020.
Secara pribadi Arief menyukai aksara tradisional Indonesia salah satunya aksara ulu. Dia yang berasal dari Provinsi Lampung sudah mengenal aksara tradisional tersebut sejak lama. Sebab di Provinsi Lampung sendiri sudah ada mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah mempelajari aksara tradisional Lampung. Dia merasa heran di Sumatera Selatan mengapa belum dijadikan mata pelajaran di sekolah-sekolah.
Beberapa waktu yang lampau adanya keterangan dari seorang masyarakat dari Provinsi Sumatera Utara. Kalau di wilayah mereka mata pelajaran budaya lokal dan aksara tradisional sudah dijadikan mata pelajaran sejak lama.
Agak aneh pungkasnya, di Sumatera Selatan sebagian besar masyarakatnya tidak tahu kalau di Sumatera Selatan memiliki aksara tradisional. Hal-hal demikian menurut hemat penulis, adalah pekerjaan rumah Pemerintah Daerah Provinsi Sumaera Selatan.
Pembangun kebudayaan adalah pembangunan bangsa yang sesungguhnya. Jangan kita berpikir pembangunan bangsa berupa pembangunan infrastruktur dan materi. Karena benda dan materi hanyalah saranah dan prasarana yang dapat hancur. Kebudayaan asli masyarakat adalah akar bangsa. Yang akan menjadi benteng yang sesungguhnya dari jatidiri anak bangsa.
Sebab, hancur dan hilangannya budaya suatu masyarakat. Maka kehancuran itu adalah kehancuran yang sehancur-hancurnya. Sudah saatnya diseluruh Sumatera Selatan, tulisan nama-nama jalan, tulisan nama-nama instansi pemerintah, atau nama-nama tempat umum lainnya disandingkan dengan tulisan aksara ulu (aksara ka-ga-nga). Serta disekolah-sekolah swasta atau negeri memberikan muatan lokal mata pelajaran aksara ulu (ka-ga-nga).
Sy. Apero Fublic
Terfavorit. Belajar dan Mengenal Aksara Ulu Sumatera Selatan pada Festival Seguntang 2020
Apero
Fublic.- Belajar dan mengenal Aksara Ulu atau aksara Ka-Ga-Nga
dalam Festival Seguntang 2020 menjadi stand favorit pengujung. Hadirnya stand
ini terselenggara atas kerjasama Komunitas Pecinta Aksara Ulu Sumatera Selatan
dengan Forum Wisata dan Budaya Sumatera Selatan (FORWIDA-SUMSEL).
Festival Bukit Seguntang 2020 yang bertema “Bersama FORWIDA Melestarikan Seguntang Sebagai Hulu Melayu” berlangsung dari tanggal 28 Februari – 1 Maret 2020.
Pelatihan menulis dan pengenalan aksara ulu dilaksanakan dua sesi. Sesi pertama dimulai dari pukul 08:00 sampai 11:00 WIB. Peserta yang mengikuti terdiri dari para guru, Pegawai Pemerintahan Daerah, dan Dosen. Dibimbing langsung oleh Bapak Rapanie, Drs. M. Hum (budayawan dan dosen). Untuk sesi kedua, dimulai dari pukul 13:00 sampai 14:00 dengan peserta guru sejarah (Asosiasi Guru Sejarah Indonesia -SUMSEL). Di bimbing oleh ketua Perkumpulan Pecinta Aksara Ulu Sumatera Selatan, Nuzulur Ramadhoni, S. Hum.
Selain melaksanakan pelatihan menulis aksara ulu. Stand juga menyediakan sovenir berupa gantungan kunci yang bertuliskan aksara ulu. Sehingga peserta dan pengunjung dapat membeli kenang-kenangan dari kunjungan mereka pada Festival Seguntang 2020. Hadirnya stand Aksara Ulu telah mempersembahkan cara pengenalan aksara tradisional Sumatera Selatan dengan kreatif pada masyarakat.
Selain itu, setiap pengunjung Festival juga memberikan dukungan dengan penandatanganan Petisi Aksara Ulu. Tujuan petisi untuk mendukung dijadikannya aksara ulu sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah di seluruh Provinsi Sumatera Selatan. Semoga perjuangan dari adik-adik Pecinta Aksara Ulu dan pihak terkait terwujud. Serta didengar oleh pemerintah. Terkhusus Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan.
Diwaktu berbed kami berbincang-bincang bersama Komunitas Pecinta Sejarah UIN Raden Fatah Palembang. Melalui ketua PESE, Suryo Arief Wibowo, menjelaskan bahwa Komunitas Pecinta Sejarah bekerjasama dengan Komunitas Pecinta Aksara Ulu dalam menyelenggarakan stand Aksara Ulu di Festival Seguntang 2020.
Secara pribadi Arief menyukai aksara tradisional Indonesia salah satunya aksara ulu. Dia yang berasal dari Provinsi Lampung sudah mengenal aksara tradisional tersebut sejak lama. Sebab di Provinsi Lampung sendiri sudah ada mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah mempelajari aksara tradisional Lampung. Dia merasa heran di Sumatera Selatan mengapa belum dijadikan mata pelajaran di sekolah-sekolah.
Beberapa waktu yang lampau adanya keterangan dari seorang masyarakat dari Provinsi Sumatera Utara. Kalau di wilayah mereka mata pelajaran budaya lokal dan aksara tradisional sudah dijadikan mata pelajaran sejak lama.
Agak aneh pungkasnya, di Sumatera Selatan sebagian besar masyarakatnya tidak tahu kalau di Sumatera Selatan memiliki aksara tradisional. Hal-hal demikian menurut hemat penulis, adalah pekerjaan rumah Pemerintah Daerah Provinsi Sumaera Selatan.
Pembangun kebudayaan adalah pembangunan bangsa yang sesungguhnya. Jangan kita berpikir pembangunan bangsa berupa pembangunan infrastruktur dan materi. Karena benda dan materi hanyalah saranah dan prasarana yang dapat hancur. Kebudayaan asli masyarakat adalah akar bangsa. Yang akan menjadi benteng yang sesungguhnya dari jatidiri anak bangsa.
Sebab, hancur dan hilangannya budaya suatu masyarakat. Maka kehancuran itu adalah kehancuran yang sehancur-hancurnya. Sudah saatnya diseluruh Sumatera Selatan, tulisan nama-nama jalan, tulisan nama-nama instansi pemerintah, atau nama-nama tempat umum lainnya disandingkan dengan tulisan aksara ulu (aksara ka-ga-nga). Serta disekolah-sekolah swasta atau negeri memberikan muatan lokal mata pelajaran aksara ulu (ka-ga-nga).
Ketua
Komunitas Pecinta Aksara Ulu Sumatera Selatan sedang memberi materi tata cara
penulisan pada audiens.
Foto
bersama tim Apero Fublic. Ketua Perkumpulan Pecinta Aksara Ulu dan anggota.
Memperagakan dan memperkenalkan, Salam Aksara.
Oleh. Joni Apero.
Editor. Ramadhani, S. Hum.
Foto. Dadang Saputra.
Palembang, 28 Februari 2020.
Oleh. Joni Apero.
Editor. Ramadhani, S. Hum.
Foto. Dadang Saputra.
Palembang, 28 Februari 2020.
Via
Berita Daerah
Post a Comment