Berita Daerah
Karena Palembang berkebudayaan Melayu mendapat dua pengaruh wilayah kebudayaan Cina dan Jawa. Maka muncul bentuk akulturasi budaya. Sehingga berpadu dalam arsitektur masjid Agung Palembang.
Berawal dari arsitektur Masjid Agung Palembang. Kemudian menyebar ke seluruh wilayah yang mengakui kedaulatan Kesultanan Palembang, terutama di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung. Tipologi atap masjid tradisional tersebut dikenal dengan istilah Tipologi Atap Mustaka Sumatera Selatan. Karena jenis atas mustaka hanya terdapat di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung.
Ciri umum dari tipologi atap masjid asli Sumatera Selatan adalah. Pertama dari tinggi leher atap yang sedang, tidak pendek dan tidak panjang. Atap atas berbentuk limas dengan dengan kemiringan sedang. Tidak terlalu curan seperti atap tajuk dan tidak terlalu landai seperti atap mustaka Jawa. Kemudian pada tutup leher atap berbentuk miring menggelembung. Apabila di perhatikan akan sangat jauh perbedaan dengan atap-atap masjid tradisional Indonesia.
Salah satu masjid tradisional dengan tipologi arsitektur asli Sumatera Selatan adalah Masjid Agung Sekayu. Masjid terletak di Kampung IV, RT. 02, RW. 01, Kelurahan Soak Baru, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin.
Namun sayang arsitektur asli Masjid Agung Sekayu sudah hilang. Karena saat melakukan renovasi tidak mengindahkan nilai budaya dan sejarah. Pelaku renovasi menghilangkan ciri khas tiang-tiang sakaguru yang terbuat dari kayu unglen atau kayu besi (ulin). Begitupun dengan ciri-ciri lain seperti mimbar asli, dan ukiran-ukiran seni Melayu-Islam. Satu-satunya yang masih tampak dari arsitektur yang masih asli adalah bentuk atap mustaka tipologi Sumatera Selatan bagian atas.
Semoga pihak pengurus masjid menyadari arti sejarah dan budaya Islam yang tersimpan pada bangunan masjid. Begitupun pihak pemerintah, terutama Dinas Pendidikan, Kebudayaan dan Pariwisata dapat memberikan perhatian pada arsitektur asli Masjid Agung Sekayu. Masjid Agung Sekayu dapat dijadikan lokasi wisata religi dan monumen kebudayaan asli Sumatera Selatan di Kota Sekayu.
Perhatikan bentuk atap, tutup leher atap bagian atas yang miring dan batang leher atap lurus. Kalau bentuk atap belum mengalami perubahan. Sisi persegi empat melentik ke atas dengan duri-duri berjajar disetiap sisi kerangka atap.
Sketsa di atas adalah sketsa jenis-jenis tipologi atap masjid tradisional Indonesia. Ditemukan dari Aceh sampai Papua. 1. Atap Mustaka. 2. Atap Undak atau Atap Tumpang. 3. Atap Tajuk. Untuk jenis atap mustaka terdiri dari tiga jenis atap. Amati gambar sketsa berikut ini.
Sketsa di atas adalah bentuk tipologi jenis-jenis atap mustaka. 1. Atap mustaka Sumatera Selatan. 2. Atap Mustaka Kalimantan. 3. Atap Mustaka Pulau Jawa. Pada atap mustaka Sumatera Selatan dapat anda amati kesamaan dengan atap Masjid Agung Sekayu di Atas.
Masjid Agung Sekayu. Monumen Sejarah dan Budaya Islam di Kota Sekayu
Apero Fublic.- Perjalanan
kebudayaan Islam di Sumatera Selatan telah memberikan suatu warisan budaya pada
masyarakat di Sumatera Selatan. Salah
satu bentuk hasil kebudayaan Islam adalah bangunan masjid. Bangunan masjid
tradisional asli arsitektur Sumatera Selatan. Bermula dari perkembangan
kebudayaan Islam semasa Kesultanan Palembang Darussalam.
Karena Palembang berkebudayaan Melayu mendapat dua pengaruh wilayah kebudayaan Cina dan Jawa. Maka muncul bentuk akulturasi budaya. Sehingga berpadu dalam arsitektur masjid Agung Palembang.
Berawal dari arsitektur Masjid Agung Palembang. Kemudian menyebar ke seluruh wilayah yang mengakui kedaulatan Kesultanan Palembang, terutama di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung. Tipologi atap masjid tradisional tersebut dikenal dengan istilah Tipologi Atap Mustaka Sumatera Selatan. Karena jenis atas mustaka hanya terdapat di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung.
Ciri umum dari tipologi atap masjid asli Sumatera Selatan adalah. Pertama dari tinggi leher atap yang sedang, tidak pendek dan tidak panjang. Atap atas berbentuk limas dengan dengan kemiringan sedang. Tidak terlalu curan seperti atap tajuk dan tidak terlalu landai seperti atap mustaka Jawa. Kemudian pada tutup leher atap berbentuk miring menggelembung. Apabila di perhatikan akan sangat jauh perbedaan dengan atap-atap masjid tradisional Indonesia.
Salah satu masjid tradisional dengan tipologi arsitektur asli Sumatera Selatan adalah Masjid Agung Sekayu. Masjid terletak di Kampung IV, RT. 02, RW. 01, Kelurahan Soak Baru, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin.
Namun sayang arsitektur asli Masjid Agung Sekayu sudah hilang. Karena saat melakukan renovasi tidak mengindahkan nilai budaya dan sejarah. Pelaku renovasi menghilangkan ciri khas tiang-tiang sakaguru yang terbuat dari kayu unglen atau kayu besi (ulin). Begitupun dengan ciri-ciri lain seperti mimbar asli, dan ukiran-ukiran seni Melayu-Islam. Satu-satunya yang masih tampak dari arsitektur yang masih asli adalah bentuk atap mustaka tipologi Sumatera Selatan bagian atas.
Semoga pihak pengurus masjid menyadari arti sejarah dan budaya Islam yang tersimpan pada bangunan masjid. Begitupun pihak pemerintah, terutama Dinas Pendidikan, Kebudayaan dan Pariwisata dapat memberikan perhatian pada arsitektur asli Masjid Agung Sekayu. Masjid Agung Sekayu dapat dijadikan lokasi wisata religi dan monumen kebudayaan asli Sumatera Selatan di Kota Sekayu.
Perhatikan bentuk atap, tutup leher atap bagian atas yang miring dan batang leher atap lurus. Kalau bentuk atap belum mengalami perubahan. Sisi persegi empat melentik ke atas dengan duri-duri berjajar disetiap sisi kerangka atap.
Sketsa di atas adalah sketsa jenis-jenis tipologi atap masjid tradisional Indonesia. Ditemukan dari Aceh sampai Papua. 1. Atap Mustaka. 2. Atap Undak atau Atap Tumpang. 3. Atap Tajuk. Untuk jenis atap mustaka terdiri dari tiga jenis atap. Amati gambar sketsa berikut ini.
Oleh. Joni Apero
Editor.
Desti. S. Sos.
Fotografer. Dadang Saputra
Fotografer. Dadang Saputra
Sekayu,
8 Maret 2020.
Referensi: Kajian Sosiologis Pada Transformasi Atap Masjid di Kota Palembang (Studi Atas Atap Tradisi dan Atap Kubah). Palembang: Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, 2018. Mustaka: Istilah ini diambil dari kata di dalam bahasa Jawa yang berarti kepala.
Referensi: Kajian Sosiologis Pada Transformasi Atap Masjid di Kota Palembang (Studi Atas Atap Tradisi dan Atap Kubah). Palembang: Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, 2018. Mustaka: Istilah ini diambil dari kata di dalam bahasa Jawa yang berarti kepala.
By. Apero Fublic
Via
Berita Daerah
Post a Comment