Pariwisata
Palembang pernah mendapat julukan Venesia dari Timur. Karena Kota Palembang memiliki banyak sungai-sungai. Semasa Kedatuan Sriwijaya, masa Kesultanan Palembang Darussalam, sampai masa-masa penjajahan Kolonial Belanda sungai-sungai di tengah Kota Palembang masih mengalir dengan baik, arus deras dan berair jernih. Sungai juga menjadi jalur transportasi penduduk Kota Palembang. Rumah-rumah penduduk berbentuk panggung menghadap sungai-sungai. Sedangkan alat transportasi mereka menggunakan perahu dan rakit.
Seiring waktu, setelah kemerdekaan Bangsa Indonesia Kota Palembang terus maju dan berkembang. Urbanisasi ke Kota Palembang terus bertambah dari waktu ke waktu. Datang dari seluruh daerah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan atau pun dari seluruh Indonesia. Penduduk yang bertambah dan kepentingan pembangunan iprasrtuktur kebutuhan umum membuat berubahnya kondisi lingkungan hidup.
Kota Palembang yang sudah didiami penduduk mencapai dua juta jiwa tentu menghasilkan limbah yang luar biasa. Dari limbah rumah tangga, limba industri besar dan industri kecil. Yang tidak kalah luar biasa adalah limbah sisa, sampah plastik.
Limbah rumah tangga, terutama masalah air buangan kebutuhan sehari-hari. Seperti limbah mencuci dan mandi. Air limbah rumah tangga ini dialirkan ke selokan. Dari selokan air mengalir ke sungai kecil, terus ke sungai sedang, dan sampai di Sungai Musi.
Air limbah rumah tangga berwarna hitam, kotor dan berbauh busuk. Keteledoran pembangunan drainase pengaliran air dari waktu ke waktu telah melebar dan menghancurkan sungai-sungai di Kota Palembang. Selain itu, banyak juga sungai-sungai yang menemui ajalnya karena di timbun untuk pembangunan.
Tidak terkecuali sungai Sekanak yang sekarang di restorasi oleh Pemkot Kota Palembang. Dengan pembangunan pembatas dan penguatan tebing. Kemudian di cat warna-warni, adanya jembatan apung dikedua sisi kiri kana Sungai Sekanan. Kemudian jembatan penyemberangan dan hiasan-hiasan. Sekarang, tepian tebing Sungai Sekanan dijadikan tempat bersantai, bersepeda, pejalan kaki, dan olah raga. Hampir di setiap sore hari, terutama di akhir pekan. Sungai Sekanak menjadi tempat nongkrong warga Kota Palembang.
Namun restorasi hanyalah restorasi apabila kita menyaksikan air Sungai Sekanak. Hati kita akan teriris dan bersedih karena air Sungai yang berwarna hitam dan berbauh. Beruntung kalau kita berkunjung sewaktu air Sungai Musi sedang naik. Air akan berubah sementara waktu dan bauh busuk akan hilang.
Penataan drainase aliran air limbah rumah tangga dan limbah Industri sudah saatnya diusulkan dan dicanangkan. Baik oleh Pemerintahan Kota Palembang, Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan dan Instansi terkait. Untuk mengatasi permasalahan limbah rumah tangga ini. Suatu program berkelanjutan dalam menanggulangi air limbah rumah tangga ini. Selamatkan sungai, selamatkan ikan-ikan, maka selamatlah manusia.
Suasana Sungai Sekanak semasa Pemerintahan Kolonial Belanda. Dapat kita perhatikan, sungai lebar, berair bersih. Rumah panggung menghadap sungai, tangga rumah yang menuju sungai. Hampir setiap rumah terdapat beberapa perahu.
Monumen restorasi Sungai Sekanak dan Lambidaro.
Kondisi Sungai Sekanak sekarang (2 Maret 2020). Di balik tembok masih ada rumah panggung milik warga. Tampak air warna hitam karena limbah rumah tangga dan limbah industri.
Taman Wisata Sungai Sekanak Kota Palembang
Apero Fublic.- Palembang
sekarang memiliki lokasi Taman Wisata Baru Restorasi Sungai Sekanak dan
Lambidaro. Terletak di Kelurahan 28
Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Tidak jauh dari lokasi Pasar
Sekanak yang ramai.
Di muara sungai tertambat perahu motor yang berlabuh dan hiruk pikuk masyarakat belanja berlalu lalang. Dari sini kita masih dapat melihat tingginya gedung Kantor Walikota Palembang. Rumah-rumah panggung milik masyarakat yang berdiri di sepanjang tebing Sungai Sekanak mengingatkan kita dengan Palembang di masa lalu. Walau waktu dan keadaan sudah jauh berbeda.
Di muara sungai tertambat perahu motor yang berlabuh dan hiruk pikuk masyarakat belanja berlalu lalang. Dari sini kita masih dapat melihat tingginya gedung Kantor Walikota Palembang. Rumah-rumah panggung milik masyarakat yang berdiri di sepanjang tebing Sungai Sekanak mengingatkan kita dengan Palembang di masa lalu. Walau waktu dan keadaan sudah jauh berbeda.
Palembang pernah mendapat julukan Venesia dari Timur. Karena Kota Palembang memiliki banyak sungai-sungai. Semasa Kedatuan Sriwijaya, masa Kesultanan Palembang Darussalam, sampai masa-masa penjajahan Kolonial Belanda sungai-sungai di tengah Kota Palembang masih mengalir dengan baik, arus deras dan berair jernih. Sungai juga menjadi jalur transportasi penduduk Kota Palembang. Rumah-rumah penduduk berbentuk panggung menghadap sungai-sungai. Sedangkan alat transportasi mereka menggunakan perahu dan rakit.
Seiring waktu, setelah kemerdekaan Bangsa Indonesia Kota Palembang terus maju dan berkembang. Urbanisasi ke Kota Palembang terus bertambah dari waktu ke waktu. Datang dari seluruh daerah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan atau pun dari seluruh Indonesia. Penduduk yang bertambah dan kepentingan pembangunan iprasrtuktur kebutuhan umum membuat berubahnya kondisi lingkungan hidup.
Kota Palembang yang sudah didiami penduduk mencapai dua juta jiwa tentu menghasilkan limbah yang luar biasa. Dari limbah rumah tangga, limba industri besar dan industri kecil. Yang tidak kalah luar biasa adalah limbah sisa, sampah plastik.
Limbah rumah tangga, terutama masalah air buangan kebutuhan sehari-hari. Seperti limbah mencuci dan mandi. Air limbah rumah tangga ini dialirkan ke selokan. Dari selokan air mengalir ke sungai kecil, terus ke sungai sedang, dan sampai di Sungai Musi.
Air limbah rumah tangga berwarna hitam, kotor dan berbauh busuk. Keteledoran pembangunan drainase pengaliran air dari waktu ke waktu telah melebar dan menghancurkan sungai-sungai di Kota Palembang. Selain itu, banyak juga sungai-sungai yang menemui ajalnya karena di timbun untuk pembangunan.
Tidak terkecuali sungai Sekanak yang sekarang di restorasi oleh Pemkot Kota Palembang. Dengan pembangunan pembatas dan penguatan tebing. Kemudian di cat warna-warni, adanya jembatan apung dikedua sisi kiri kana Sungai Sekanan. Kemudian jembatan penyemberangan dan hiasan-hiasan. Sekarang, tepian tebing Sungai Sekanan dijadikan tempat bersantai, bersepeda, pejalan kaki, dan olah raga. Hampir di setiap sore hari, terutama di akhir pekan. Sungai Sekanak menjadi tempat nongkrong warga Kota Palembang.
Namun restorasi hanyalah restorasi apabila kita menyaksikan air Sungai Sekanak. Hati kita akan teriris dan bersedih karena air Sungai yang berwarna hitam dan berbauh. Beruntung kalau kita berkunjung sewaktu air Sungai Musi sedang naik. Air akan berubah sementara waktu dan bauh busuk akan hilang.
Penataan drainase aliran air limbah rumah tangga dan limbah Industri sudah saatnya diusulkan dan dicanangkan. Baik oleh Pemerintahan Kota Palembang, Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan dan Instansi terkait. Untuk mengatasi permasalahan limbah rumah tangga ini. Suatu program berkelanjutan dalam menanggulangi air limbah rumah tangga ini. Selamatkan sungai, selamatkan ikan-ikan, maka selamatlah manusia.
Suasana Sungai Sekanak semasa Pemerintahan Kolonial Belanda. Dapat kita perhatikan, sungai lebar, berair bersih. Rumah panggung menghadap sungai, tangga rumah yang menuju sungai. Hampir setiap rumah terdapat beberapa perahu.
Monumen restorasi Sungai Sekanak dan Lambidaro.
Kondisi Sungai Sekanak sekarang (2 Maret 2020). Di balik tembok masih ada rumah panggung milik warga. Tampak air warna hitam karena limbah rumah tangga dan limbah industri.
#Mari
datang dan kunjungi Taman Wisata Sungai Sekanak.
Oleh.
Joni Apero
Editor.
Ramadhani.
Palembang,
2 Maret 2020.
Sumber foto lama. Djohan Hanafiah. Palembang Zaman Bari: Citra Palembang Tempo Doeloe. HUMAS Pemerintah Kotamadya Daerah TK. II Palembang.
Sumber foto lama. Djohan Hanafiah. Palembang Zaman Bari: Citra Palembang Tempo Doeloe. HUMAS Pemerintah Kotamadya Daerah TK. II Palembang.
Sy. Apero Fublic
Via
Pariwisata
Post a Comment