Budaya Daerah
Mengenal Tradisi Kebudayaan Masyarakat Melayu Bangka Belitung
Apero
Fublic.
Provinsi Bangka Belitung, masuk dalam kawasan wilayah Batanghari sembilan.
Pepatah orang tua-tua: Batanghari Sembilan hulu di Bengkulu dan hilirnya di
Bangka Belitung. Sumatera Selatan dan Lampung menjadi tengahnya. Pengistilahan
itu masih tampak pada kebudayaan empat provinsi tersebut. Sehingga, budaya dan
adat istiadat hampir sama.
Provinsi
Bangka Belitung mayoritas beragama Islam dan beretnis Melayu. Ada banyak
pendatang, seperti orang Cina, dan dari berbagai wilayah Indonesia. Rekaman
kebudayaan tersebut memberikan informasi dan deskripsi kesamaan budaya. Berikut
ini sedikit informasi tentang tradisi kebudayaan masyarakat Melayu Bangka
Belitung.
1. Tradisi
Maras Taun.
Pesta rakyat Maras Taun adalah bentuk ungkapan rasa syukur kepada tuhan yang maha kuasa
atas rahmat dan nikmatnya pada kehidupan manusia. Selain ungkapan rasa syukur
Pesta Rakyat Maras Taun juga bermaksud meminta kebaikan dan perlindungan pada
sang pencipta alam untuk masa yang akan datang (Allah SWT). Pengertian secara
bahasa, kata maras berarti motong atau memotong dapat juga bermakna memanen.
Sedangkan kata taun berarti tahun.
Dapat
dikesimpulkan bahwa pesta rakyat maras tahun adalah suatu tradisi yang
dilaksanakan setahun sekali. Tradisi ini hampir sama
dengan tradisi sedekah rami di Musi Banyuasin dimana masyarakat di Kecamatan
Sungai Keruh mengadakan sedekah rami (sedekah bumi) setahun sekali setelah musim panen padi
ladang. Biasanya dilaksanakan antara bulan Maret-Mei.
Cikal
bakal tradisi maras tahun berawal dari sedekah panen masyarakat setelah memanen
padi di ladang atau sawa. Dalam perkembangannya tradisi budaya maras tahun ini
berkembang menjadi pesta rakyat bersama. Dimana masayarakat bersatu untuk melaksanakan
perayaan pesta panen bersama-sama. Keterlibatan pihak pemimpin dalam masak
kampanye biasanya sangat dominan. Karena disini akan tercipta panggung politik
dan jalan menarik simpati rakyat pada perpolitikan lokal.
Perayaan
maras tahun biasanya bertepatan masa cuaca bersahabat dimana laut tenang. Para
nelayan juga merayakan musim menangkap ikan di laut yang tenang. Adapun susuanan acara kegiatan yang
diadakan saat pelaksanaan tradisi budaya ini. Pertama, biasanya pembukaan oleh
panitia pelaksana. Kemudian diawali dengan penampilan seni budaya asli Bangka
Belitung seperti kesenian dambus. Lalu dilanjtkan tarian maras taun dan doa yang dipimpin ketua adat setempat. Mungkin setelahnya dilanjutkan kegiatan
yang lainnya.
2. Tradisi
Buang Jong.
Tradisi
Buang Jong adalah suatu aktivitas budaya dimana masyarakat membuat
sejenis persembahan pada laut. Berupa replika kapal jung yang dibuat sederhana
lalu dihannyutkan ketenga laut. Secara bahasa kata buang berarti sesuatu
yang di jauhkan dan tidak mau memilikinya atau menolak. Bermakna menjelaskan
suatu yang ditolak atau yang tidak mau melekat atau disertainya hal tersebut. Maka hal tersebut harus dibuang.
Dalam hal ini adalah
musibah saat mereka berlayar ke laut untuk menangkap ikan. Sedangkan kata jong
berarti perahu jung atau kapal jung. Kapal jung adalah jenis kapal layar zaman
dahulu yang digunakan untuk berdagang. Kapal Jung digunakan saudagar-saudagar
berlayar bedagang dari kerajaan satu ke kekerajaan lain. Sebagai contoh
misalnya kapal jung Cina zaman dahulu dan lainnya.
Tidak
heran apabila tradisi buang jong ini terdapat di tengah masyarakat Melayu yang
dikenal dengan kelompok Orang Laut. Mereka dijuluki orang laut karena kehidupan
mereka sangat dekat dengan laut. Mereka memang sudah sejak zaman Kedatuan
Sriwijaya, bahkan mungkin jauh sebelum era Sriwijaya mungkin mereka sudah dekat
dengan laut bahkan mungkin menjadi angkatan laut Kedatuan Sriwijaya.
Banyak juga yang berkata kalau kelompok mereka terbentuk dari angkatan laut Kedatuan Sriwijaya yang ditugakan mengawasi selat Malaka, selat Bangka. Kelompok orang laut ini tersebar seperti di Riau, Jambi, Bangka Belitung dimana wilayah sibuk yang selama ribuan tahun menjadi jalur perdangan Internasional sekaligus wilayah kekuasaan Kemelayuan. Orang Laut pada masa Kesultanan Riau Lingga juga menjadi kelompok masyarakat Melayu yang pandai berlayar.
Banyak juga yang berkata kalau kelompok mereka terbentuk dari angkatan laut Kedatuan Sriwijaya yang ditugakan mengawasi selat Malaka, selat Bangka. Kelompok orang laut ini tersebar seperti di Riau, Jambi, Bangka Belitung dimana wilayah sibuk yang selama ribuan tahun menjadi jalur perdangan Internasional sekaligus wilayah kekuasaan Kemelayuan. Orang Laut pada masa Kesultanan Riau Lingga juga menjadi kelompok masyarakat Melayu yang pandai berlayar.
Sementara di tarik ke hulu Sungai Musi atau daerah uluan Sumatera Selatan.
Masyarakat Kayu Agung yang hampir sama pola kehidupan pada masa lalunya. Dimana
orang-orang Kayu Agung atau sekitanya suka berdangan dengan perahu kajang yang
tidak jauh berbeda dengan perahu jung. Berbedanya perahu kajang adalah bentuk perahu perdagangan sungai. Kemungkinan adanya asal usul keturunan antara orang laut dengan masyarakat uluan Sumatera Selatan perlu untuk diselidiki.
Dalam
proses tradisi buang jong. Dimana replika perahu diisi dengan semacam sedekahan (sesaji).
Pelaksanaan tradisi buang jong dilaksanakan saat musim kemarau dimana angin
sudah mulai bertiup ke arah barat. Kemungkinan kebiasaan persembahan ini adalah
ritual dimana semasa pengaruh Hindhu-budha dahulu. Yaitu kebiasaan biksu atau
brahmana setiap mereka akan berangkat berlayar. Terlebih dahulu melakukan
upacara dengan menghantar sedekahan ke tengah laut. Mengingat kawasan ini
adalah jalur perdagangan dan bagian dari kekuasaan Kedatuan Sriwijaya.
Bertiupnya angin ke barat atau ke timur adalah bentuk ilmu pelayaran zaman dahulu. Dimana wilayah Sriwijaya menjadi kawasan bermukim untuk menunggu perubahan mata angin. Karena kapal layar membutuhkan angin untuk mendorong layar ke wilayah barat, meliputi Ceylon (mianmar), India, Persia, Arab. Untuk angin timur dan selatan digunakan untuk berlayar ke Cina dan Asia tenggara lainnya.
Bertiupnya angin ke barat atau ke timur adalah bentuk ilmu pelayaran zaman dahulu. Dimana wilayah Sriwijaya menjadi kawasan bermukim untuk menunggu perubahan mata angin. Karena kapal layar membutuhkan angin untuk mendorong layar ke wilayah barat, meliputi Ceylon (mianmar), India, Persia, Arab. Untuk angin timur dan selatan digunakan untuk berlayar ke Cina dan Asia tenggara lainnya.
Kemudian
ritual tersebut diikuti oleh masyarakat Melayu Bangka Belitung turun temurun.
Karena sistem sesaji adalah bagian dari pengaruh budaya India. Tradisi ini
dilaksanakan setahun sekali. Lama pelaksanaan tradisi tiga hari tiga malam.
Tradisi dipimpin langsung oleh tetua adat setempat. Saat sekarang harapan
teradisi telah bergeser. Yaitu, untuk kebaikan laut, terhindar dari bencana
seperti badai, dan selamat dalam pelayaran menangkap ikan di laut
3. Ngonggong
Dulang
Tradisi
ngonggong dulang adalah tradisi perayaan menyambut Isra’ Mi’raj. Atau
hari-hari besar Islam lainnya. Seperti saat bulan ruwa atau saat sedekah
roah dikenal di Musi banyuasin. Atau saat syukuran bersama, lebaran Muharam
dan penyambutan tamu agung (tamu kehormatan). Suatu tradisi yang sarat dengan
keislaman. Dalam tradisi ini, masyarakat bergotong royong membuat dan
menyumbangkan berbagai jenis kuliner ke masjid atau tempat kegiatan untuk
disantap bersama dalam acara tersebut.
Kata
ngonggong adalah kata dalam bahasa Melayu yang berarti membawa sesuatu
ke suatu tempat dengan tujuan tertentu. Menjelaskan juga kalau yang dibawa itu
banyak dan besar. Kalau diartikan seacara bahasa kata ngonggong adalah
sama dengan membawa. Namun pengertian membawa belum tepat karena kata membawa menunjukkan
keumuman makna hal yang dibawa. Dulang
sejenis wadah makanan yang besar atau sesuatu yang besar mirip baskom atau melebar.
Kata
dulang sendiri berkembang dari nama aktivitas pertambangan tradisional dan alat penambang yaitu dulang. Tidak
heran kalau ada tradisi yang terpengaruh dengan budaya pertambangan. Karena
Bangka Belitung adalah wilayah tambang timah sejak zaman Sriwijaya. Di Musi
Banyuasin Dulang dinamakan pada sejenis gong yang lebar dan besar. Sesungguhnya
pada masa-masa lampau tradisi ini hampir ada di seluruh Nusantara hanya berbeda
nama saja disetiap daerah. Namun seiring waktu dan perkembangan zaman tradisi
ini perlahan dilupakan.
Oleh.
Totong Mahipal
Editor.
Selita. S.Pd.
Palembang,
3 April 2020.
Sumber foto lama. Gadis Melayu. Pinterest.
Sumber foto lama. Gadis Melayu. Pinterest.
Sumber:
Skripsi.
Tri Astuti. Nilai-Nilai Islam Yang Terkandung Dalam Syair Kesenian Dambus Di
Kelurahan Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka (1950-2012). Palembang:
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang Fakultas Adab dan Humaniaora
(SPI). 2017.
Sy. Apero Fublic
Via
Budaya Daerah
Post a Comment