Islam dan Masyarakat
Untuk dapat mengendalikan penelitian dan memperjelas ruang lingkup penelitian, dengan tujuan mendapatkan hasil uraian penelitian secara sistematis.Pembatasan yang dimaksudkan agar peneliti tidak terjerumus ke dalam banyaknya data yang ingin diteliti.[10] Agar tidak menimbulkan terlalu luasnya penafsiran dan agar penelitian ini menjadi fokus, maka di sini penulis perlu memberi batasan masalah sehingga penelitian ini nantinya akan terpusat pada permasalahan yang diteliti dan juga lebih terarah. Dalam penelitian ini, Penulis berfokus kepada Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang dalam Strategi melestarikan budaya lokal kota Palembang.
Harnojoyo mengungkapkan, Lembaga Pemangku Adat ini sangat dibutuhkan fungsinya di tengah-tengah masyarakat, karena adat istiadat memegang peran yang sangat penting dan dapat memberikan dampak yang positif dalam kehidupan masyarakat:
Lembaga Pemangku Adat Kota Palembang sudah tersebar di 16 kecamatan yang ada di kota Palembang.Palembang banyak memiliki kebudayaan yang harus dilestarikan di antaranya Baso Palembang, Kesenian Dul Muluk, Tarian Gending Sriwijaya, Lagu Daerah (Dek Sangke), Rumah Limas, Kain Songket, Batik Palembang, Adat Perkawinan, dan lain sebagainya.[13] Inilah sebagian kebudayaan yang perlu dilestarikan oleh seluruh lapisan masyarakat Kota Palembang.
Peranan Lembaga Pemangku adat kecamatan seberang telah menerapkan strategi–strategi untuk melestarikan adat isitidat dan budaya lokal Palembang, Melestarikan tidak berarti membuat sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama. Jadi upaya pelestarian warisan budaya lokal berarti upaya memelihara warisan budaya lokal untuk waktu yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan.
2. Menyusun Program Kerja
Program kerja biasanya disebut dengan agenda kegiatan merupakan sebuah rencana kegiatan organisasi yang disusun untuk jangka waktu tertentu dan telah disepakati oleh seluruh pengurus.“Program kerja lembaga pemangku adat dibuat satu tahun sekali yang melibatkan jajaran lembaga pemangkut adat yang dihadiri oleh dewan pembina adat serta dinas kebudayaan dan pariwisata”.[26]
PRANATA PEMBERDAYA SOSIAL (Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I).
PROGRAM STUDI S2 SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
Abstrak
Pranata sosial memiliki bentuk dan keragaman sesuai dengan peran dan
fungsinya. Keragaman tersebut harus dilihat
sebagai khasanah sosial yang dapat dijadikan sebagai modal sosial
(social capital) di dalam proses pembangunan masyarakat. Permasalahannya
adalah bagaimana keragaman pranata sosial dapat sinergi
sehingga mampu memberikan kontribusi pada Pembangunan Kesejahteraan Sosial.
Secara substansi tujuan Makalah ini mengkaji “strategi Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I dalam melestarikan adat istiadat serta peran Lembaga Pemangku Adat sebagai salah satu pranata perawatan sosial dalam Membangun Kesadaran Masyarakat Tentang Arti Pentingnya Melestarikan Adat istiadat dan budaya Lokal Palembang“adalah mencoba mengidentifikasi dan menganalisis tiga unsur penting dalam mewujudkan pengembangan pranata sosial dalam Masyaratkat Seberang Ulu 1 yakni: adanya kesamaan persepsi dan kesadaran; komitmen bersama dan aksi bersama. Strategi Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang Dalam Melestarikan Budaya Lokal Palembang.
Strategi yang pertama adalah memberdayakan Lembaga Pemangku Adat, dan masyarakatnya, program pengembangan sumber daya manusia tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti mengadakan penataran–penataran adat istiadat dan budaya lokal dan mengadakan studi banding, Kedua, menyusun program kerja, Ketiga, melakukan perlindungan budaya lokal Palembang, Keempat, melakukan pengembangan budaya lokal Palembang, Kelima, melakukan pengelolaan dan pemanfatan budaya lokal Palembang dan Keenam, melalukan sosialisasi adat istiadat dan kebudayaaan lokal.
Secara substansi tujuan Makalah ini mengkaji “strategi Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I dalam melestarikan adat istiadat serta peran Lembaga Pemangku Adat sebagai salah satu pranata perawatan sosial dalam Membangun Kesadaran Masyarakat Tentang Arti Pentingnya Melestarikan Adat istiadat dan budaya Lokal Palembang“adalah mencoba mengidentifikasi dan menganalisis tiga unsur penting dalam mewujudkan pengembangan pranata sosial dalam Masyaratkat Seberang Ulu 1 yakni: adanya kesamaan persepsi dan kesadaran; komitmen bersama dan aksi bersama. Strategi Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang Dalam Melestarikan Budaya Lokal Palembang.
Strategi yang pertama adalah memberdayakan Lembaga Pemangku Adat, dan masyarakatnya, program pengembangan sumber daya manusia tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti mengadakan penataran–penataran adat istiadat dan budaya lokal dan mengadakan studi banding, Kedua, menyusun program kerja, Ketiga, melakukan perlindungan budaya lokal Palembang, Keempat, melakukan pengembangan budaya lokal Palembang, Kelima, melakukan pengelolaan dan pemanfatan budaya lokal Palembang dan Keenam, melalukan sosialisasi adat istiadat dan kebudayaaan lokal.
Keywords : Pranata sosial, lembaga
adat, strategi pelastarian.
A. Pendahuluan
A. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara yang
memiliki kebudayaan beragam. Indonesia memiliki suku yang sangat beragam,
dengan suku yang beragam berarti Indonesia juga memiliki tradisi-tradisi
kebudayaan yang beragam pula. Di setiap daerah, tradisi-tradisi tersebut juga
memiliki berbagai macam tata cara pelaksanaannya, atau juga bisa berbeda dari
segi tempat pelaksanaannya.
Ada juga di suatu daerah yang memiliki
tata cara pelaksanaan yang hampir sama, namun istilah yang digunakan berbeda.
Manusia memerlukan suatu bentuk keyakinan dalam hidupnya karena keyakinan akan
melahirkan tata nilai guna menopang hidup budayanya. Dengan keyakinan yang
sempurna, hidup manusia tidak akan ragu. Keyakinan yang benar haruslah
bersumber dari nilai yang benar.[1]
Proses perubahan kebudayaan kemudian
bertambah cepat, dan banyak unsur baru dengan suatu ragam yang besar di
berbagai tempat di dunia dalam permasalahan ini strategi sangat diperlukan
untuk menjaga kebudayaan dalam
melestarikan budaya lokal asli. Dari Y.A. Untoro menurut Quinn strategi adalah
“pola atau rencana mengeintergrasikan tujuan, kebijakan dan aksi utama dalam
hubungan kohesif”.[2]
Suatu strategi yang baik akan membantu
organisasi dalam mengalokasikan sumber daya yang dimilik. Strategi kebudayaan
menurut Van Pursen adalah siasat atau strategi manusia menghadapi hari esok,
suatu proses belajar (learing process) yang senantiasa besifat sinambung.
Didalam proses itu, kreativitas dan intersivitas merupakan faktor krusial
karena meyangkut berbagai pertimbangan etis atas pergeseran – pergeseran yang
terjadi dalam kebudayaaan.[3]
Semua unsur kebudayaan dapat dipandang
dari sudut ketiga wujud masing–masing tadi. Dalam kebudayaan terdapat tujuh
unsur yaitu:
1.Bahasa
2.Sistem
pengetahuan
3.Organisasi
sosial
4.Sistem
peralatan hidup dan teknologi
5.Sistem
mata pencaharian hidup
6.Sistem
religi
Melestarikan tidak berarti membuat
sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara
untuk waktu yang sangat lama. Jadi upaya pelestarian warisan budaya lokal
berarti upaya memelihara warisan budaya lokal untuk waktu yang sangat lama.
Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat
lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan.
Untuk itu perlu ditumbuh kembangkan
motivasi yang kuat untuk ikut tergerak dan berpartisipasi melaksanakan
pelestarian, antara lain.
1. Motivasi untuk menjaga,
mempertahankan dan mewariskan warisan budaya yang diwarisinya dari generasi
sebelumnya.
2. Motivasi untuk meningkatkan
pengetahuan dan kecintaan generasi penerus bangsa terhadap nilai-nilai sejarah
kepribadian bangsa dari masa ke masa melalui pewarisan khasanah budaya dan
nilai-nilai budaya secara nyata yang dapat dilihat, dikenang dan dihayati.
3.Motivasi untuk menjamin terwujudnya
keragaman atau variasi lingkungan budaya.
4. Motivasi ekonomi yang percaya bahwa
nilai budaya lokal akan meningkat bila terpelihara dengan baik sehingga
memiliki nilai komersial untuk meningkatkan kesejahteraan pengampunya.
5. Motivasi simbolis yang meyakini
bahwa budaya lokal adalah manifestasi dari jati diri suatu kelompok atau
masyarakat sehingga dapat menumbuh kembangkan rasa kebanggaan, harga diri dan
percaya diri yang kuat.[5] Dari
penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pelestarian budaya lokal juga mempunyai
muatan ideologis yaitu sebagai gerakan untuk mengukuhkan kebudayaan, sejarah
dan identitas dan juga sebagai penumbuh kepedulian masyarakat untuk mendorong
munculnya rasa memiliki masa lalu yang sama diantara anggota komunitas.[6]
Sehubungan
dengan penulisan penelitian yang akan dilaksanakan, peneliti menerangkan
beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan serta berguna untuk membantu
penulis dalam menyusun penelitian yang sedang direncanakan. Tinjauan pustaka
merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian, karena fungsi untuk
menjelaskan posisi masalah yang akan diteliti di antara penelitian yang pernah
dilakukan lain dengan maksud menghindari duplikasi (plagiasi). Adapun hasil tinjauan pustaka yang dilakukan sebagai
berikut:
Agus Budi Wibowo dalam penelitiannya
yang berjudul “Strategi Pelestarian
Benda/Situs Cagar Budaya Berbasis Masyarakat Kasus Pelestarian Benda/Situs
Cagar Budaya Gampong Pande Kecamatan Kutaraja Banda Aceh Provinsi Aceh“,
Jurnal, 2014. Mengungkapkan Cagar budaya tidak hanya menceritakan peradaban
suatu masyarakat dalam suatu wilayah, tetapi juga perwujudan peradaban umat
manusia dan elibatan masyarakat melalui upaya pemberdayaan. Tujuan pemberdayaan
pada hakekatnya memampukan masyarakat agar dapat mengaktualisasi diri dalam
pengelolaan lingkungan budaya yang terdapat di sekitarnya dan memenuhi
kebutuhannya secara mandiri tanpa ketergantungan dengan pihak-pihak lain.[7]
Reny
Triwardani dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi Kebijakan Desa Budaya
dalam Upaya Pelestarian Budaya Lokal”
jurnal, 2014 mengungkapkan bahwa pada tahapan
implementasi kebijakan desa budaya sebagai model pelestarian budaya lokal perlu
diikuti dengan kebijakan tata kelola desa budaya sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat konservasion budaya lokal ini.[8]
Volare
Amanda Wirastari dan Rimadewi Suprihardj
dalam penelitiannya yang berjudul “Pelestarian
Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan
Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)” jurnal,
2012 mengungkapkan bahwa pada Kampung Alun-Alun Contong yang merupakan sentra
perdagangan, bentuk partisipasi yang sesuai adalah 1) mengadakan festival
budaya dengan kerjasama dengan pemerintah, profesional, dan masyarakat dan 2)
mengadakan diskusi antara masyarakat, pemerintah, dan professional untuk
langkah pelestarian kawasan cagar budaya yang berkelanjutan di Kampung
Alun-Alun Contong.[9]
Penulis
melihat dari laporan penelitian maupun jurnal sebagaimana yang telah di
jelaskan di atas terdapat persamaan bahasan, yaitu sama-sama meneliti
Pelestarian Budaya namun terdapat perbedaan dalam penelitian tersebut, yaitu
pembahasan tentang startegi Lembaga
Pemangku Adat dan lokasi penelitian. Belum ada yang meneliti tentang startegi
Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I dalam melestarikan budaya Lokal
palembang. Maka penelitian ini urgen dilakukan karena berfokus padaornamen yang
melekat pada bangunan.
Untuk dapat mengendalikan penelitian dan memperjelas ruang lingkup penelitian, dengan tujuan mendapatkan hasil uraian penelitian secara sistematis.Pembatasan yang dimaksudkan agar peneliti tidak terjerumus ke dalam banyaknya data yang ingin diteliti.[10] Agar tidak menimbulkan terlalu luasnya penafsiran dan agar penelitian ini menjadi fokus, maka di sini penulis perlu memberi batasan masalah sehingga penelitian ini nantinya akan terpusat pada permasalahan yang diteliti dan juga lebih terarah. Dalam penelitian ini, Penulis berfokus kepada Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang dalam Strategi melestarikan budaya lokal kota Palembang.
Harnojoyo mengungkapkan, Lembaga Pemangku Adat ini sangat dibutuhkan fungsinya di tengah-tengah masyarakat, karena adat istiadat memegang peran yang sangat penting dan dapat memberikan dampak yang positif dalam kehidupan masyarakat:
“Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa adat
istiadat merupakan jati diri bagi Bangsa Indonesia, sekaligus mendasari bagian
terbesar perilaku sosial budaya bangsa kita. Keberadaan adat istiadat dan
kebiasaan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mampu memperdayakan masyarakat
dalam mencapai taraf hidup yang lebih baik dilihat dari sisi sosial, ekonomi
maupun sisi lainnya. Dengan demikian akan terkondisi suasana yang aman sehingga
dapat mendorong peningkatan peran dan fungsi lembaga adat dalam upaya mendukung
dan berpartisipasi secara aktif guna menunjang Kelancaran penyelenggaraan
pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan pada semua
tingkat pemerintah di daerah.”[11]
Berdsarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan,
Pelestarian dan Pengembangan Adat Isitadat serta Pembentukan Lembaga Adat pada
Bab IV Pembentukan Lembaga Adat Pasal 8 dalam rangka penyelenggaraan upaya
pemberdayaan, pelestarian dan pengembagan adat istiadat dan nilai – nilai
sosial budaya masyarakat, dibentuk Lembaga Adat di tingkat kecamatan dan
kota dan pada pasal 9 Lembaga
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8, terdiri dari:
I.
Lembaga Adat kecamatan yang disebut sebagai Lembaga Pemangkut adat
Lembaga Pemangku Adat Kota Palembang sudah tersebar di 16 kecamatan yang ada di kota Palembang.Palembang banyak memiliki kebudayaan yang harus dilestarikan di antaranya Baso Palembang, Kesenian Dul Muluk, Tarian Gending Sriwijaya, Lagu Daerah (Dek Sangke), Rumah Limas, Kain Songket, Batik Palembang, Adat Perkawinan, dan lain sebagainya.[13] Inilah sebagian kebudayaan yang perlu dilestarikan oleh seluruh lapisan masyarakat Kota Palembang.
B.
Landasan Teori
Dalam penelitian kebudayaan ini penulis
menggunakan teori singkronisasi budaya,
Hamelink menguraikan Singkronisasi budaya
adalah “lalu lintas produk budaya masih berjalan satu arah dan pada dasarnya
mempunyai model yang sinkronik‟.[14] Terbentuknya budaya dari beberapa unsur Elemen, dan waktu
yang sangat panjang dan rumit penggabungan dari system agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, pakaian, bangunan rumah, karya seni, dan karakter ristik
daerah nya. Budaya juga termasuk hal yang tidak bisa di pisahkan dari diri
manusia dari lahir sampai tua sehingga masyrakat menganggap budaya di wariskan
sejak manusia lahir di muka bumi.
Dari hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan erat antara kebudayaan dengan
sosiologi. Sosiologi mempelajari masyarakat, dimana dalam suatu masyarakat ada
kebudayaan, tingkah laku, organisasi yang ada dalam masyarakat tersebut.
Kebudayaan lahir dan berkembang di antara masyarakat keduanya saling berkaitan
erat dan ada timbal balik di dalamnya, kebudayaan tidak akan berkembang tanpa
masyarakat. Masyarakat tidak akan berkembang tanpa ada kebudayaan yang
mendasarinya.
Yang kedua Penulis mengunakan teori pelestarian, menurut A. Chaedar Alwasilah pelestarian adalah sebuah
upaya yang berdasar, dan dasar ini disebut juga faktor-faktor yang mendukungnya
baik itu dari dalam maupun dari luar dari hal yang dilestarikan. Maka dari itu,
sebuah proses atau tindakan pelestarian mengenal strategi atapun teknik yang
didasarkan pada kebutuhan dan kondisinya masing-masing.[15]
Kajian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kajian antropologi. Ilmu antropologi adalah ilmu tentang manusia
khususnya tentang kebudayaan, adat-istiadat serta tradisi. Dalam penelitian ini
pendekatan antropologi mampu mengungkap dan menjelaskan asal-usul sejarah,
perkembangan lembaga dan budaya lokal, dan mampu mengungkap nilai-nilai di
dalam masyarakat Sumatera Selatan khususnya di Kecamatan Seberang Ulu I Kota
palembang.
Dengan demikian
manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam
kehidupannya tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan,
setiap hari manusia melihat dan menggunakan kebudayaan, bahkan kadang kala
disadari atau tidak manusia merusak kebudayaan.Interaksi sosial tersebut
merupakan suatu proses, dimana timbul hubungan timbal balik antarindividu dan
antarkelompok, serta antarindividu dengan kelompok. Karena proses tersebut maka
akan timbul: kelompok sosial, kebudayaan, lembaga-lembaga sosial, stratifikasi
sosial, dan kekuasaan dan wewenang.
C. Metode
Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode adalah cara,
prosedur, atau teknik untuk mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien.[16] Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, David William mendefinisikan penelitian kualitatif
adalah pengumpulan data padasuatu latar alamiah, dengan menggunakan
metode alamiah, dan dilakukan oleh orangatau peneliti yang tertarik
secara alamiah.[17]
Sedang jenis penelitian yang dipakai
oleh peneliti adalah jenis deskriptif kualitatif yang mempelajari
masalah-masalah yang ada serta tata cara kerja yang berlaku. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan dua macam pendekatan yakni pendekatan sosiologi dan
pendektan antropologi. Untuk jelasnya dapat diperhatikan sebagai berikut : Pendekatan
antropologi adalah penelitian tentang ilmu sosial yang mempelajari asal – usul
dan hubungan sosial manusia atau ilmu tentang struktur dan fungsi tubuh
manusia.
Pendekatan
Sosiologi Dalam penelitian ini juga menggunakan
pendekatan sosiologi. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf menuturkan Sosiologi adalah penelitian secara
ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.[18]
Dengan demikian, jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif dan
mengunakan pendekatan sosiologi dan antropolgi yang sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai, yaitu ingin mendapatkan pemahaman yang lengkap mengenai pokok
permasalahan yang diteliti sehingga menjawab rumusan masalah yang dipersoalkan.
D. Lembaga
Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I
Dari peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5
Tahun 2007, Dewan Pembina Adat Kota Palembang dan Lembaga Pemangku Adat di
kecamatan- kecamatan seluruh kota palembang didirikan, Lembaga Pemangku Adat
Kecamatan Seberang Ulu I di dirikan atas prakarsa pemuka masyarakat setempat
memalalui musyawarah dan mufakat yang ditetapkan dengan keputusan walikota
setelah mendapatkan pertimbangan camat, sesusai Peraturan Daerah Kota Palembang
No 09 Tahun 2009 Tentang Pemberdayaan, Pelestarian Dan Pengembangan Adat
Istiadat Serta Pembentukan Lembaga Adat.
Menurut Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 09
Tahun 2009 tentang “Tentang Pemberdayaan, Pelestarian Dan Pengembangan Adat
Istiadat Serta Pembentukan Lembaga Adat”, Lembaga Adat adalah Lembaga
organisasi kemasyarakatan yang karena kesejarahan atau asal usulnya memuliakan
hukum adat dan serta Melestarikan adat dan budaya lokal mendorong anggota–Anggotanya untuk melakukan
kegiatan pelestarian serta pengembangan adat budaya Palembang.[19]
Mengutuskan Lembaga Pemangku Adat Kecamatan
Seberang Ulu I sebagai bagian dari lembaga Pemangku Adat setingkat Kecamatan.
Berdirinya Lembaga Pemangku Adat khususnya di Kecamatan Seberang Ulu I tidak
bisa dilepaskan dari berdirinya Dewan Pembina Adat Kota Palembang.[20]
Dewan pembina Adat adalah lembaga yang
mengawasi, mengkoordinir, dan memberikan arahan pada Pemangku Adat dalam
pembinaan dan penyelengaraan kegiataan
yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemang Adat dan Menfasilitas penyelesaian
masalah yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Pemangku Adat.[21] Lembaga pemangku adat Kecamatan
seebarang ulu I didirikan pada tahun 2010, dengan ketua saat itu bapak H.
Ibrahim Lakoni, dan sekretariat lembaga pemangku adat kecamatan seberang ulu I
bertepatan di Kantor Camat Seberang Ulu I.[22]
Pada tahun 2015 pada periode ini ketua Lembaga
Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I bergantin dan yang terpilih adalah
bapak. Drs. H tjek Wan Rasyid dan sekretariat pindah kediaman Tjek Wan Rasyid.
Lembaga adat adalah perangkat organisasi. yang tumbuh dan berkembang
bersamaan dengan sejarah suatu masyarakat
adat untuk mengatur, mengurus, dan menyelesaikan berbagai permasalahan-permasalahan kehidupan sesuai dengan hukum
adat yang berlaku.[23]
Lembaga Adat berfungsi bersama pemerintah
merencanakan, mengarahkan, mensinergikan program pembangunan agar sesuai dengan
tata nilai adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam
masyarakat demi terwujudnya keselarasan, keserasian, keseimbangan, keadilan dan
kesejahteraan masyarakat Selain itu, Lembaga adat berfungsi sebagai alat kontrol
keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat, baik preventif
maupun represif, antara lain:
1.Menyelesaikan
masalah sosial kemasyarakatan.
2.Penengah
(Hakim Perdamaian) mendamaikan sengketa yang timbul di masyarakat.
Kemudian, lembaga adat juga memiliki
fungsi lain yaitu :
3.Membantu
pemerintah dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan di segala bidang
terutama dalam bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan.
4.Melaksanakan
hukum adat dan istiadat dalam Kecamatan adatnya
5.Memberikan
kedudukan hukum menurut adat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
kepentingan hubungan sosial kepadatan dan keagamaan.
6.Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam
rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada
umumnya dan kebudayaan adat khususnya.Peranan Lembaga Pemangku adat kecamatan seberang telah menerapkan strategi–strategi untuk melestarikan adat isitidat dan budaya lokal Palembang, Melestarikan tidak berarti membuat sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama. Jadi upaya pelestarian warisan budaya lokal berarti upaya memelihara warisan budaya lokal untuk waktu yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, strategi pelestarian adat
istiadat dan budaya lokal palembang di dalam pembangunan Strategi yang
dilaksanakan oleh Lembaga Pemangku adat dan Pemerintah dapat dilakukan
melalui pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) dan masyarakat. Secara
konkret, pemikiran tersebut didasarkan pada alasan bahwa masyarakat lokal tidak
dapat diabaikan dalam segala kegiatan yang menyangkut keberadaan dan
keberlangsungan warisan budaya di sekitarnya.
1. Memberdayakan Lembaga Pemangku Adat
Strategi yang pertama adalah memberdayakan
Lembaga Pemangku Adat, dan masyarakatnya, dalam usaha memberdayakan sumber daya
manusia (SDM) dan masyarakat melalui beberapa kegiataan. Intinya adalah Lembaga
Pemangku Adat lebih memiliki kemampuan, tidak hanya dapat meningkatkan
kapasitas dan kemampuannya dalam memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk
melestarikan budaya lokal.
Tetapi sekaligus meningkatkan kemampuan
Besosialisasi dan Pendekatan dengan aparatur pemerintahan beserta masyarakatnya
dimana warisan budaya lokal tersebut berada Dalam proses pemberdayan, program
pengembangan sumber daya manusia melalui peningkatan pengetahuan, wawasan, dan
cakrawala berpikir akan mendorong memotivasi, dan membangkitkan kesadaran
potensi yang dimilikinya, selanjutnya berupaya untuk mengembangkannya. Program
pengembangan sumber daya manusia tersebut dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
seperti Berikut:
a. Mengadakan
Penataran-Penataran, Cek wan rasyid berkata.
"Penataran ini dilakukan
oleh dewan pembina adat kota palembang bekerja sama dengan lembaga pemangku
adat kecamatan, penataran semacam ini memiliki peranan penting dan temanya pun
berkaitan dengan budaya lokal.”[24]
Penataran-penataran memegang peranan penting di dalam membuka
wawasan dan pola pikir para Lembaga Pemangku Adat dan masyarakat,
khususnya dalam mengelola pelestarian budaya lokal yang ada wilayah di
Palembang dengan sebaik-baiknya, sehingga pelestarian budaya dapat
dilaksanakan secara berdaya dan berhasil.
b. Mengadakan
Studi Banding
Kegiatan studi banding merupakan suatu kegiatan
pembangunan yang diarahkan untuk membuka pola pikir dan pola pandang Lembaga
Pemangku Adat terhadap keberadaan lembaga dan hal-hal apa saja yang dapat
dilakukan di dalam melayani masyarakat yang menjadi objek studi banding.
Aparatur pemerintahan dan Lembaga Pemangku Adat dapat mengambil hal-hal yang
positif dalam upaya pelestarian budaya.
Pada tahun 2015 pemerintah kota palembang mengajak
dewan adat dan lembaga adat kota palembang melakukan study banding ke ternate,
rombongan mereka yang berjumlah 59 orang bertujuan mempelajari keberhasilan
pemerintah kota ternate, Maluku Utara dalam memberdayakan budaya lokal dan
masyarakat adat. Bapak Edi riva’i Mengatakan: “Kita diajak Pemerintah dan
Dewan Pembina Adat Kota Palembang melakukan study banding dan juga
berziarah ke makam Sultan mahmud badarddin ke Kota Ternate dan untuk
berdiskusi, apa yang bisa kita ambil dan apa yang harus kita pelajari
untuk diterapkan dikota palembang.”[25]
2. Menyusun Program Kerja
Program kerja biasanya disebut dengan agenda kegiatan merupakan sebuah rencana kegiatan organisasi yang disusun untuk jangka waktu tertentu dan telah disepakati oleh seluruh pengurus.“Program kerja lembaga pemangku adat dibuat satu tahun sekali yang melibatkan jajaran lembaga pemangkut adat yang dihadiri oleh dewan pembina adat serta dinas kebudayaan dan pariwisata”.[26]
Sesuai
kerangka pikir tersebut, upaya berdasarkan strategi, ada beberapa program yang
dilakukan oleh lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I yang bergerak
dalam bidang pembangunan kebudayaan, pelestarian Kebudayaan.
“Penyusunan program kerja dilaksanakan oleh Dewan Pembina Adat yang
telah beberapa kali mengadakan rapat kerja, Penyusunan program kerja melibatkan
jajaran – jajaran Pemerintah Kota Palembang dari Dinas BPMK dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas
Parawisata dan Peserta rapat dari Lembaga pemangku adat dari berbagai Kecamatan
di Kota Palembang.”[27]
Untuk mensosialisasi program kerja harus terjadinya kontak sosial
secarah harfiah bersama-sama menyentuh, Kontak
sosial baru terjadi apabila adanya hubungan fisikal, sebagai gejala
sosial hal itu bukan semata–mata hubungan badaniah, karena hubungan sosial
terjadi tidak saja secara menyetuh seseorang, namun orang dapat berhubungan
dengan orang lain tanpa harus menyentuhnya. “Sosialisasi program kerja di
tingkat Kecamatan, dilakukan bersama-sama pemerintah setempat pada waktu rapat
yang diadakan Camat atau Lurah juga pada hari–hari pertemuan seperti acara
perkawinan tahlilan dan hari- hari besar lainnya.”.[28]
3. Melakukan
Perlindungan Budaya Lokal Palembang.
Cek Rasyid menyampaikan: “adat istiadat dan budaya lokal yang telah di data oleh lembaga pemangku adat kecematan seberang ulu I untuk di berikan perlindungan seperti tradisi kelahiran, tradisi penikahan, tradisi kematian, tari tanggai, tari gending sriwijaya, berbalas pantu, adat sopan santun, pencak silat, dulmuk, wayang palembang dan pencak silat, Lembaga Pemangku Adat kecamatan Seberang Ulu I dan Dewan Pembina Adat Kota Palembang Ikut dalam kegiatan acara Pembahasan Tentang “Perda: Dasar Hukum Eksitensu masyarakat Hukum Adat Dan Komplikasi Adat Istiadat” Narasumbernya H.Albar Sentosa, SH, SU.”
Perlindungan pada dasarnya merupakan upaya untuk mencegah dan menanggulangi budaya dari kerusakan, kehancuran dan kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, dan pemeliharaan. Dalam kaitannya dengan budaya lokal, Melestarikan merupakan tindakan perlindungan yang paling pentinng terdapat kegiatan-kegiatan lain yang biasanya ditujukan untuk melindungi budaya lokal.
Cek Rasyid menyampaikan: “adat istiadat dan budaya lokal yang telah di data oleh lembaga pemangku adat kecematan seberang ulu I untuk di berikan perlindungan seperti tradisi kelahiran, tradisi penikahan, tradisi kematian, tari tanggai, tari gending sriwijaya, berbalas pantu, adat sopan santun, pencak silat, dulmuk, wayang palembang dan pencak silat, Lembaga Pemangku Adat kecamatan Seberang Ulu I dan Dewan Pembina Adat Kota Palembang Ikut dalam kegiatan acara Pembahasan Tentang “Perda: Dasar Hukum Eksitensu masyarakat Hukum Adat Dan Komplikasi Adat Istiadat” Narasumbernya H.Albar Sentosa, SH, SU.”
Perlindungan pada dasarnya merupakan upaya untuk mencegah dan menanggulangi budaya dari kerusakan, kehancuran dan kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, dan pemeliharaan. Dalam kaitannya dengan budaya lokal, Melestarikan merupakan tindakan perlindungan yang paling pentinng terdapat kegiatan-kegiatan lain yang biasanya ditujukan untuk melindungi budaya lokal.
Dalam melindungi budaya lokal Lembaga Pemangku
Adat Kecamatan Seberang Ulu I mencari tahu tentang budaya lokal yang masih ada
dan perlu dilindungi di Kecamatan Seberang Ulu I, Lembaga Pemangku Adat
Kecamatan Seberang Ulu I salah satu wadah untuk melestarikan dan wajib
melindungi tradisi dan budaya lokal yang berkembang dalam kehidupan masyarakat
di wilayah Kecamatan Seberang Ulu I Pelindungan tradisi dilakukan melalui
menghimpun , mengolah, dan menata informasi sebagai hak kekayaan mengkaji nilai
tradisi dan budaya lokal.
4.Sosialisasi Adat Istiadat dan Kebudyaaan Lokal
4.Sosialisasi Adat Istiadat dan Kebudyaaan Lokal
Setelah
melakukan program kerja lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I
memalukan program–progran kelembagaan dengan melakukan sosilisasi ke masyarakat
Kecamatan Seberang Ulu untuk membangun dukungan
masyarakat dan Pemerintah, Melestarian Budaya Lokal identik dengan sosialisasi
Melestarikan budaya dengan mengakan kegiataan yang besifatat kebudayaan
kegiatan pelestarian dan pemeliharaan Kebudayaan lokal membutuhkan anggaran
yang tidak sedikit.
I.Terjun Ke Lapangan
Strategi
aspek sosial budaya, meliputi pertama, mewadahi aktivitas budaya serta
festival budaya seperti maupun Pementasan Tari dan kesenian Teater. Kedua, dengan tema kawasan budaya,
mendukung fungsi lama dengan melibatkan ketua Adat dari Lembaga Pemangku Adat, masyarakat,
pemerintah maupun dari institusi yang berkaitan dengan Adat Istiadat dan Budaya
Lokal.
"Cek Wan Rasyid menyebut pelestarian budaya lokal seharusnya didukung
oleh seluruh berbagai bentuk, komitmen, fasilitas, dan pendanaan. Cek wan rasyid
lebih lanjut menyebut bahwa masalah dukungan merupakan tantangan bagi
pelestarian budaya dan bahkan menyebut dukungan pemerintah selaku pemangku
kebijakan berdampak langsung bagi perkembangan budaya lokal. Strategi
partisipasi masyarakat ini, meliputi: pertama, melibatkan masyarakat dalam
pemeliharaan dan melestarikan. Kedua, meningkatkan kesadaran dan rasa
kepemilikan masyarakat terhadap budaya lokal palembang Sehingga interaksi yang
terjadi dalam aktivitas Lembaga merupakan kegiatan belajar, dimana dalam
aktivitas tersebut akan terjadi terjadi dialogmantara kelompok masyarakat yang
berada di Kecamatan Seberang Ulu I."
Usaha
Atau startegi Lembaga Adat Dalam Melakukan Sosialiasi Terjun Kelapangangn
adalah Melakukan Pembinaan Adat Istiadat dan Budaya Lokal Kepada Masyarakat
Kecamatan Seberang Ulu I. Melakukan Pembinaan Adat istiadat dan budaya lokal
tentu saja haruslah diartikan sebagai suatu kegiatan secara berencana dan
terarah untuk lebih menyempurnakan adat Istiadat yang ada agar sesuai
Pekembangan Masyarakat Cek Menyampaikan:
“Pembinaan itu kita harapkan Memberikan norma- norma adat
istiadat daya atau kemampuan untuk Mengerakan (memotivasi) Masyarakat
mengindahkan dan mematuhi norma – norma adat istiadat, dan juga budaya lokal
kita tetap terjaga”.[30]
Maksud dan fungsi Pembinaan Adat istiadat dan kebudayaan yang
dilakukan dengan cara terjun kelapangan, untuk melakukan kerukunan dan
pembinaan dalam kehidupan masyarakat dan untuk mendatangkan kesejahteraan dalam
kehidupan masyarakat Objek Pembinaan Secara Umum adalah, Upacara Adat dimaksud
adalah segi ceremonial seperti upacara yang berhubungan dengan masa krisis
peralihan dalam kehidupan manusia seperti Kelahiran, sunatan, perkawinan dan
kematian, adat sopan santun maksud dan tujuan untuk mencapai kehidupan bersama
yang menyenangkan.
Intinya mengenai sikap terhadap orang tua, pergaulan dalam
masyarakat, adat bujang gadis, dan menjujung tingggi kerhormatan wanita, pada
dasarnya termaksuk kaedah pelanggaran adat dengan sangsi adat (teguran,
dikucilkan, wajib sedekahan), hukum adat latih banyak berkaitan dengan hukum
peril data adat yang meliputi bidang kekeluargaan, perkawinan, dan kewarisan
masih mengikuti tradisi lama dan sudah banyak mendapat pengaruh islam dan
Pelestarian budaya lokal yang bekerja sama dengan komunitas dan sanggara yang
ada di kecamatan seberang Ulu 1.
II. Melakukan Pengelolaan dan Pemanfatan Budaya.
Lembaga
Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I memanfaatkan tradisi dan budaya lokal
yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah Kecamatan Seberang
Ulu I dengan melakukan, penyebarluasan informasi nilai tradisi dan budaya lokal,
pergelaran pameran tradisi dan budaya lokal dalam rangka penanaman nilai
tradisi dan pembinaan.
Pertama, Mengupayakan melalui pemerintahan Kota Palembang dalam Dunia
Pendidikan (Nilai edukatif). Dan Kedua, Sektor
rekreasi dan pariwisata (Nilai hiburan–Nilai mata pencaharian) Pariwisata
budaya merupakan salah satu sektor wisata yang banyak di kembangkan oleh
pemerintah daerah akhir-akhir ini.
III. Melalui Media
Lembaga
Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I dalam melaksanakan Pelestarian budaya
lokal perlu memanfaatan media cetak dan media online Kemajuan teknologi
merupakan bagian dari konsekuensi modernitas dan upaya eksistensi manusia di
muka bumi. Oleh karena itu, dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari
kemajuan teknologi menjadi kewajiban bersama umat manusia untuk mengatasinya
"Cek Wan Rasyid mengatakan, peran media sangat penting di dalam
pelestarian budaya lokal karena kelebihan media masa ini juga dapat
menyampaikan informasi secara cepat, tetapi buruknya jika masyarakat lebih
menyukai sesuatu yang instan atau cepat maka komunikasi secara langsung akan
menurun, tetapi untuk zaman sekarang media informasi perannya sebagai media
edukasi, dan bisa mendidik masyarakat supaya mengetahui dan terbuka pikirannya
untuk melestarikan budaya. Pelestarian budaya lokal melalui publikasi di medai
masa dan media eletronik merupakan cara yang sangat efektif, dikarekan sifat
media yang mampu menjangkau khalayak luas dalam waktu yang sangkat singkat dan
masyarakat sadar untuk menjaga budaya lokal supaya tidak diklaim oleh pihak–pihak
lain diluar sana.[31]
Memanfaatkan akses kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pelestari
dan pengembang nilai-nilai budaya lokal. Budaya lokal yang khas dapat menjadi
suatu produk yang memiliki nilai tambah tinggi apabila disesuaikan dengan
perkembangan media komunikasi dan informasi.
Harus ada upaya untuk menjadikan media sebagai alat untuk
memasarkan budaya lokal ke seluruh dunia. Jika ini bisa dilakukan,
maka daya tarik budaya lokal akan semakin tinggi sehingga dapat berpengaruh
pada daya tarik lainnya, termasuk ekonomi dan investasi. Untuk itu, dibutuhkan
media bertaraf nasional dan internasional yang mampu meningkatkan peran kebudayaan
lokal di pentas dunia.
E.
Penutup
Lembaga
Pemangku Adat Kecamatan Sebarang Ulu I didirikan pada tahun 2010, Lembaga Adat
berfungsi bersama pemerintah merencanakan, mengarahkan, mensinergikan program
pembangunan agar sesuai dengan tata nilai adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan
yang berkembang dalam masyarakat. Strategi Lembaga Pemangku Adat Kecamatan
Seberang Ulu I Kota Palembang Dalam
Melestarikan Budaya Lokal Palembang.
Strategi
yang pertama adalah memberdayakan
Lembaga Pemangku Adat, dan masyarakatnya, program pengembangan sumber daya
manusia tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti mengadakan
penataran–penataran adat istiadat dan budaya lokal dan mengadakan studi banding,
Kedua, menyusun program kerja, Ketiga, melakukan perlindungan budaya
lokal Palembang, Keempat, melakukan
pengembangan budaya lokal Palembang, Kelima,
melakukan pengelolaan dan pemanfatan budaya lokal Palembang dan Keenam, melalukan sosialisasi adat istiadat
dan kebudayaaan lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
:
A.
Chaedar Alwasilah, Pokoknya Sunda, Bandung
: Karawitan, 2006.
A.
Daliman, Metode Penelitian Sejarah,
Yogyakarta: Ombak, 2015.
Agus Dono Karmadi, "Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya
dan Upaya Pelestariannya." Makalah disampaikan pada Dialog Budaya
Daerah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisonal
Yogyakarta pada 2007.
Dudung
Abdurrahman, Metodologi Penelitaian Sejarah Islam, Yogyakarta: Ombak,
2011.
Munandar
Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar, Suatu Pengantar, Bandung: PT. Eresco, 1993.
Prof.
Dr. C. A. Van Peursen, Strategi
Kebudayaan (Cultur in Stroomverslling), Yogyakarta: Penerbit Kanisius 1988.
Koentjaraningrat,
Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta:
UI Press, 2009.
Ranis yusuf, Nilai – Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Sebagai Penguat
Karater Bangsa Studi Empiris Tentang Huyula, Yogyakarta: Deepublish, 2014.
Lexy J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya Offset, 2006.
Jurnal
:
Agus
Budi Wibowo. Strategi Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Berbasis
Masyarakat Kasus Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Gampong Pande Kecamatan
Kutaraja Banda Aceh Provinsi Aceh , Jurnal Konservasi Cagar Budaya
Borobudur, Volume 8.1, 2014.
Ida Zahara
Adibah, Pendekatan Sosiologi Dalam Studi
Islam (Semarang: jurnal ispirasi, 2017)
Triwardani, Reny, and Christina Rochayanti. "Implementasi Kebijakan Desa Budaya dalam Upaya Pelestarian Budaya Lokal." REFORMASI 4.2
(2014).
Wirastari, Volare Amanda, and Rimadewi Suprihardjo. "Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis
Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan,
Surabaya)." Jurnal Teknik ITS 1.1 (2012): C63-C67.
Internet
:
Cek Rul “Harnojoyo Lantik Dewan Pembina Adat 2015-2020”
Radio Sriwijaya http://www.sriwijayaradio.com/2015/03/harnojoyo-lantik-dewan-pembina
adat.html diakses pada Senin, 16 november 2019.
Mega Nur Intan Kusumawardhani, “Kota Palembang (Bahasa dan Adat
Isitadat)”, diakses di
http://meganurintan.blogspot.co.id/2016/05/kota-palembang-bahasa-dan-adat-istiadat.html
pada Selasa, 25 Juli 2019
Y.A Untoro diakses di http://e-jounal.uajy.ac.id/view/creators/untoro=3Ayonas_armando =3A+3A.html pada Selasa, 16 November
2018
Peraturan
Daerah :
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 09 Tahun
2009 tentang “Tentang Pemberdayaan,
Pelestarian Dan Pengembangan Adat Istiadat Serta Pembentukan Lembaga
Adat”.
Wawancara :
Wawancara Dengan
Bapak Drs. H Tjek Wan Rasyid (Ketua
Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang).
Wawancara Dengan Bapak Drs. Edi
rivai (Anggota Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang).
Oleh. Alvin Are Tunang.
Editor. Desti. S. Sos
Palembang, 2 April 2020.
[1] Munandar Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar, Suatu
Pengantar, (Bandung: PT. Eresco, 1993), h. 92
[2] Y.A
Untoro diakses di http://e-jounal.uajy.ac.id/view/creators/untoro=3Ayonas_armando =3A+3A.html pada
Selasa, 16 November 2018
[3] Prof.
Dr. C. A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan
(Cultur in Stroomverslling), (Yogyakarta: Penerbit Kanisius 1988), h.
19.
[4] Koentjaraningrat, Sejarah Teori
Antropologi I, (Jakarta: UI Press, 2009), h. 165.
[5]Agus Dono Karmadi, "Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya
dan Upaya Pelestariannya." Makalah disampaikan pada Dialog Budaya
Daerah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisonal
Yogyakarta pada 2007, h. 4.
[7]Agus
Budi Wibowo. Strategi Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Berbasis
Masyarakat Kasus Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Gampong Pande Kecamatan
Kutaraja Banda Aceh Provinsi Aceh , Jurnal Konservasi Cagar Budaya
Borobudur, Volume 8.1, 2014.
[8] Triwardani, Reny, and Christina Rochayanti. "Implementasi
Kebijakan Desa Budaya dalam Upaya Pelestarian Budaya Lokal." REFORMASI 4.2
(2014).
[9] Wirastari, Volare Amanda, and Rimadewi Suprihardjo. "Pelestarian Kawasan
Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan
Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)." Jurnal Teknik ITS 1.1
(2012): C63-C67.
[10] Dudung
Abdurrahman, Metodologi Penelitaian Sejarah Islam, (Yogyakarta:
Ombak, 2011), h. 126.
[11] Cek
Rul “Harnojoyo Lantik Dewan Pembina Adat 2015-2020” Radio Sriwijaya http://www.sriwijayaradio.com/2015/03/harnojoyo-lantik-dewan-pembina-adat.html diakses
pada Senin, 16 november 2019.
[12] Peraturan
Daerah Kota Palembang Nomor 9 tahun 2009
[13] Mega
Nur Intan Kusumawardhani, “Kota Palembang
(Bahasa dan Adat Isitadat)”, diakses di
http://meganurintan.blogspot.co.id/2016/05/kota-palembang-bahasa-dan-adat-istiadat.html
pada Selasa, 25 Juli 2017
[14] Ranis
yusuf, Nilai – Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Sebagai
Penguat Karater Bangsa Studi Empiris Tentang Huyula, (Yogyakarta:
Deepublish, 2014), h. 38
[15] A.
Chaedar Alwasilah, Pokoknya Sunda, (Bandung
: Karawitan, 2006), h. 18.
[16] A.
Daliman, Metode
Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2015), h. 27.
[17] Lexy
J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung
:PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006), h. 5.
[18] Ida
Zahara Adibah, Pendekatan
Sosiologi Dalam Studi Islam (Semarang: jurnal ispirasi, 2017) H.
6
[19] Peraturan
Daerah Kota Palembang Nomor 09 Tahun 2009 tentang “Tentang Pemberdayaan, Pelestarian
Dan Pengembangan Adat Istiadat Serta Pembentukan Lembaga Adat”.
[20] Wawancara
Dengan Bapak Kms. Ari Panji (Dewan pembina Adat Kota Palembang)
[21] Peraturan
daerah Kota Palembang, No 09 tahun 2008, pasal 16
[22] Wawancara
Dengan Bapak Drs. H Tjek Wan Rasyid (Ketua Lembaga Pemangku Adat
Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang).
[23] Wawancara
Dengan Bapak Drs. H Tjek Wan Rasyid (Ketua Lembaga Pemangku Adat
Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang).
[24] Wawancara
Dengan Bapak Drs. H Tjek Wan Rasyid (Ketua Lembaga Pemangku Adat
Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang).
[25] wawancara
Dengan Bapak Drs. Edi rivai (Anggota Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang
Ulu I Kota Palembang).
[26] wawancara
Dengan Bapak Drs. Edi rivai (Anggota Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang
Ulu I Kota Palembang).
[27] Wawancara
Dengan Bapak Drs. Edi rivai (Aggota Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang
Ulu I Kota Palembang).
[28] Wawancara
Dengan Bapak Drs. Edi rivai (Anggota Lembaga Pemangku Adat Kecamatan Seberang
Ulu I Kota Palembang).
[29] Wawancara
Dengan Wawancara Dengan Bapak Drs. H Tjek Wan Rasyid (Ketua Lembaga
Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang).
[30] Wawancara
Dengan Wawancara Dengan Bapak Drs. H Tjek Wan Rasyid (Ketua Lembaga
Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang).
[31] Wawancara
Dengan Wawancara Dengan Bapak Drs. H Tjek Wan Rasyid (Ketua Lembaga
Pemangku Adat Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang).
Sy. Apero Fublic
Post a Comment