Puisi
Ayah Maafkan Aku
Apero
Fublic.-
Kita semua memiliki seorang ayah. Dia yang telah menyemai benih pada rahim ibu
kita. Sehingga kita dapat hadir di dalam kandungan ibu. Tapi ayah merawat kita
dan merawat ibu kita. Dia tidak mengandung kita, tidak banyak menggendong kita.
Dia tidak banyak berkata-kata dan bercanda.
Terkadang
dalam satu hari dia tidak berkata-kata pada kita. Saat kita bangun dia telah
pergi bekerja. Saat dia pulang kita sudah tertidur. Tidak ada bekas gendongan
di bahunya. Tidak ada suapan dari tangannya kemulut kita. Dia lebih kasar dari
ibu, dan tidak segan memukul kita atau memarahi kita.
Coba
kita perhatikan, saat dia pulang. Tubuhnya bau keringat dan kakinya pegal.
Bahunya terluka memanggul beban kerja. Kulitnya yang dulu cerah, perlahan
menghitam. Bajunya yang dulu bersih sekarang mulai kumal.
Kita
berkali-kali berganti baju. Tapi dia tetap baju yang sama bertahun-tahun.
Kadang dia memilih baju bekas dari saudara sudah cukup. Atau dia makan seadanya
di tempat kerja. Sedangkan kita makan enak di tempat kulia atau saat
jalan-jalan.
Kita
santai di siang hari, dan bangun kesiangan tidak mengapa. Tapi ayah tidak dia
harus bangun dengan tergesah-gesah. Dia malu kalau anak dan istrinya tidak
makan besok. Dia sedih kalau anak-anaknya tidak dapat besekolah. Tidak sama
seperti anak-anak orang. Masihkan kita meremehkan dia.
Atau
berbuat melukai hatinya. Kalau kamu mampu, berarti kamu tidak punya hati.
Mencintai ayah kita, bukan dengan salim tangan. Tapi menjadi pribadi yang baik
dan selalu berusaha menjadi terbaik. Menjadi orang jujur dan manusia yang
berguna.
AYAH
MAAFKAN AKU
Ayah
Dalam
selimut hari-hari
Disepanjang
masa dan tahun-tahun
Terik
dan hujan, lelah dan letih
Kau
simpan di balik senyummu
Tertawa
dirimu, berbohong dilugunya kami
Kami
tiada pernah tau
Semua
mengira, baik-baik saja.
Ayah,
Adakah
kata yang lebih baik
Yang
dapat kami ucapkan
Dari
semua khilaf dan nakalnya aku
Mengapa
kau begitu bijaksana
Saat
aku sadar, betapa terpukulnya jiwaku
Kau
sedang mengajarkan
Sebuah
kehidupan
Ayah
Aku
yang dahulu begitu hebat
Aku
yang dahulu begitu kuat
Kini
telah rapu dan lemah
Dibawah
telapak kakimu
Aku
tahu
Kau
bukan hanya memikul beban
Tapi
menjadi guru kehidupan
Pada
tataran terendah, yang menyakitkan
Ayah,
ayahku
Perlahan
kecut kulit wajahmu
Rambutmu
mulai memutih kini
Langkahmu
mulai lamban dan gontai
Baru
kami sadar
Kaulah
tameng dan benteng terbesar
Ayah,
izinkan aku menangis
Hari
ini, dan hari-hari yang akan datang
Aku
menyesal telah tumbuh begitu keras
Aku
menyesal telah lahir begitu egois
Ayah
Kini
aku persembahkan kehidupanku
Demi
engkau dan usaha perjuanganmu
Semua
akan aku perjuangkan demimu
Aku
persembahkan semua
Hanya
untukmu
Walau
tiada seberapa
Bila
dibanding jasamu.
Ayah,
aku bersimpu
Saat
kau hidup, dan saat kau tiada.
Oleh. Sadaria.
Editor.
Selita. S.Pd.
Fotografer.
Dadang Saputra.
Indralaya,
8 Mei 2020.
Terima
kasih buat Apero Fublic telah bersedia menerbitkan syarce atau syair cerita
karya saya. Kurang lebih mohon maaf karena saya masih dalam tahap belajar
menulis. Aku persembahkan syarce ini pada ayah tercinta.
Buat
teman-teman yang mau mempublikasikan karya puisi atau jenis karya tulis
lainnya. Kirim saja ke Apero Fublic atau Jurnal Sastra Apero Fublic melalui
email redaksi fublicapero@gmail.com atau duniasastra54@gmail.com.
Sy. Apero Fublic
Via
Puisi
Post a Comment