Berita Nasional
Kesalapahaman: Antara Banjir Bencana dan Banjir Alami
Apero
Fublic.-
Perkembangan teknologi sangat pesat saat ini. Terutama dalam bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Seperti pada perkembangan media sosial yang dapat
diakses dan dimiliki oleh setiap individu masyarakat. Smart phone telah
memberikan jarak dan ruang waktu yang singkat.
Namun, dalam perkembangannya
selain memberikan dampak positif ada juga dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi massa ini. Berupa produksi informasi oleh dan dari jurnalisme warga sangat tidak memadai. Terutama
mereka-mereka yang tidak memiliki bidang pengetahuan tertentu. Bukan hanya jurnalisme warga, tapi jurnalisme berbadan hukum juga sering salah.
Dalam hal ini, opini dapat
digiring dalam waktu singkat saja. Perubahan makna dari kata dan pengerti kata dapat berubah secara total. Akibat dari penyampaian pesan yang sembarangan dan tidak mengindahkan pengetahuan. Pada jurnalisme warga mungkin itu wajar. Karena mereka memang tidak memiliki pengetahuan di bidang jurnalistik.
Berikut ini saya akan mengulas dari dampak buruk media
milik masyarakat (medsos) dalam menyampaikan informasi. Juga salah anggap dari laporan wartawan yang tidak mengerti lingkungan hidup. Yaitu, tentang masalah banjir alami.
Masalah
banjir di kawasan tanah bersungai-sungai atau di istilahkan dengan kawasan tanah renah. Kawasan renah adalah kawasan penampungan air sungai yang tidak tertampung
lagi oleh badan sungai, lebung, paya-paya, atau danau saat curah hujan tinggi.
Sehingga air hujan yang
melimpah tersebut meluap ke permukaan dan menggenangi daratan. Seluruh daratan
ini adalah kawasan renah namanya. Saat itulah tercipta luasnya genangan air antar sungai yang menyatu di kawasan tersebut.
Kawasan
renah ini terdapat di pinggiran sungai-sungai. Terjadi setiap tahun dalam
musim penghujan. Tergantung pada cura hujan, kalau curah hujan tinggi maka air
akan naik ke kawasan renah.
Dalam sebulan biasanya terjadi tiga sampai empat kali air naik ke permukaan kawasan tanah renah. Penduduk pada awal pertama pembukaan desa sudah tahu keadaan alam dan mengenali kawasan tanah renah ini.
Jadi,
air naik di kawasan renah bukan suatu benca alam tapi bentuk siklus alam. Bukan
pula karena hutan rusak di daerah hulu atau sebab pencemaran lingkungan. Tapi
ini adalah hal yang wajar dan biasa. Namun, terkadang juga air naik cukup
tinggi dengan debit yang tidak biasa. Tetap, hal ini bukan benca alam.
Dalam hal ini, naiknya air sungai di kawasan renah dengan media sosial atau media
massa resmi. Adalah ketidaktahuan mereka membedakan antara banjir alami (air
naik ke kawasan renah), atau banjir bencana.
Media-media
sosial atau media massa memberitakan itu sebagai banjir bencana. Apabila melihat foto dan video tentu orang-orang akan percaya kalau itu bencana banjir. Sehingga
timbul kritikan pada pemerintah setempat. Seandainya pemimpin tidak hadir. Takutnya, hal demikian dijadikan oknum
tertentu untuk mendapatkan dana atau sumbangan. Kemudian dana tersebut mereka
ambil atau korupsi.
Banjir
bencana ketika banjir telah merusak tatanan alam. Misalnya daerah yang tidak
pernah banjir besar, tiba-tiba banjir besar. Itu menunjukkan ada perubahan
polah curah hujan. Sedangkan bajir alami atau naiknya air sungai ke kawasan
renah terjadi di setiap musim hujan secara alami.
Hal-hal
yang perlu pemerintah lakukan adalah. Mendata daerah kawasan renah serta
merekomendasikan pembangunan bangunan panggung. Agar tidak merusak ekosistem
air dan alam. Kedua mengukur batas kewajaran tinggi debit air yang dapat di
katakan bencana di kawasan renah.
Kalau
debit air biasa saja. Seperti banjir alami biasa. Maka tidak dapat dianggap bencana. Maka tidak boleh
disebut dengan bencana banjir. Sangat mendukung apabila bekerjasama dengan
BMKG. Mereka dapat memperingatkan masyarakat yang tinggal di kawasan renah. Sekaligus untuk menghindari dari tipuan publikasi. Pendataan juga akan memberikan pengetahuan untuk pertahanan dan keamanan, dalam hal ini TNI.
Biasanya
pemukiman penduduk di sekitar sungai-sungai yang sering banjir saat musim
hujan. Selalu banjir saat curah hujan tinggi. Itulah mengapa nenek moyang mereka membangun bangunan panggung di
kawasan tersebut. Agar terhindar dari genangan naiknya air sungai saat
intensitas hujan tinggi.
Pemukiman masyarakat ini terletak dikawasan tanah renah. Biasanya tidak jauh dari aliran sungai. Kawasan tanah renah adalah tanah yang subur dan tidak jauh dari sumber air. Sumber air untuk kebutuhan hidup dan untuk transportasi pada masa lalu. Sehingga pembangunan tinggi rumah sudah dihitung oleh mereka.
Telah turun temurun, mendiami ratusan tahun namun belum pernah rumah mereka tenggelam oleh banjir alami ini. Itulah mengapa timbul budaya rumah panggung pada masyarakat Indonesia. Banjir tersebut bukan banjir bencana tapi banjir alami.
Lokasi kawasan renah atau kawasan banjir alami inilah yang harus pemerintah data agar tidak terjadi kesalapahaman dan tidak ada oknum yang dapat memanfaat banjir alami untuk korupsi atau meminta bantuan bodong.
Oleh. Joni Apero
Telah turun temurun, mendiami ratusan tahun namun belum pernah rumah mereka tenggelam oleh banjir alami ini. Itulah mengapa timbul budaya rumah panggung pada masyarakat Indonesia. Banjir tersebut bukan banjir bencana tapi banjir alami.
Lokasi kawasan renah atau kawasan banjir alami inilah yang harus pemerintah data agar tidak terjadi kesalapahaman dan tidak ada oknum yang dapat memanfaat banjir alami untuk korupsi atau meminta bantuan bodong.
Oleh. Joni Apero
Editor.
Selita. S.Pd.
Palembang,
10 Mei 2020.
Sy. Apero Fublic.
Via
Berita Nasional
Post a Comment