Sejarah Kebudayaan
Dari Kopia ke Peci: Pan-Islam dan Nasionalisme Arab
Apero
Fublic.-
Pan-Islam atau Panislamisme yang digerakkan oleh Kekhalifaan Turki Usmani berpusat di Istambul.[1] Adalah gerakan intelektual
dan penyadaran kaum Muslimin dunia akan pentingnya rasa solidaritas
bersama-sama dalam berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme Barat.
Pan Islam, memberikan
kesadaran bahwa hebatnya Islam. Serta menghancurkan rasa inferioritas umat
Islam di seluruh dunia. Pan-Islam sama dengan Ukhuwah Islamiyah atau
persaudaraan sesama kaum muslimin. Pan Islam yang disebut oleh akademisi barat
sebagai panislamisme. Dimana mereka menyamakan dengan ideologi-teologi dan
mengaitkan dengan jihad atau perang suci.
Gerakkan
Pan Islam adalah gerakan yang muncul pertengahan abad ke 19 Masehi. Gerakan
yang dimotori pemikir-pemikir moderen ini didukung oleh Khalifah terakhir umat
Islam, Sultan Abudul Hamid II. Untuk melegimitasi dari gerakan Pan Islam.
Sultan menandatangai seruan untuk umat Islam diseluruh dunia untuk bangkit
melawan kekuatan Barat yang hendak menghancurkan Islam.
Bukan
hanya melawan dominasi kolonialisme dengan senjata. Tapi juga melawan dengan
pemikiran, kebudayaan, dan rasa solidaritas persaudaraan sesama muslim atau
ukhuwah islamiyah atau Pan Islam. Dokumen kebangkitan dan perlawanan
ditandatangani oleh Sultan Abdul Hamid II pada 23 November 1914 Masehi. Juga
ditandatangani oleh Syeik Al-Islam di Istambul, Turkiye.[2]
Sultan
merestui dan mendukung penuh gerakan Pan Islam yang selama ini bergerak dan
berjuang. Dalam pemahaman orang Barat, jihad yang dikobarkan oleh Sultan Abdul
Hamid II hanyalah sebatas perang suci atau perang agama dalam Islam. Kobaran jihad Pan Islam dianggap kalah saat Turkiye Kalah perang Dunia I dan Runtuh pada 1922 Masehi. Mereka
tidak mengerti kalau arti jihad adalah bentuk perjuangan yang bersunguh-sungguh dalam melakukannya oleh setiap individu Muslim dimana pun dan kapan pun.
Jihad yang dimaksud Sultan, seperti
belajar atau menuntut ilmu, mendidik generasi muda, menjadi pengusaha, menjadi jurnalis, menjadi sejarawan, mendirikan partai-partai, membangun pasukan dan mendirikan organisasi untuk memajukan sosila budaya umat Islam
adalah bagian dari jihad yang sesungguhnya.
Walau gerakan Pan Islam tenggelam seiring runtuhnya Kekhalifaan. Tetapi Pan Islam telah menjadi ruh atau motor
penggerak umat Islam. Selama ini umat Islam terpuruk dan diam. Kemudian perlahan mulai bergerak liar.
Hasilnya, waktu demi waktu satu persatu negara umat Islam yang dikuasasi oleh
Kolonialisme Barat, merdeka.
Salah
satu kebudayaan Turkiye Usmani yang dijadikan simbol bersatunya umat Islam adalah
topi penutup kepala. Topi penutup kepala yang telah digunakan oleh seluruh
umat Islam waktu itu. Termasuk umat Islam yang ada di Asia Tenggara. Dengan
memakai topi Sultan dan topi masyarakat Kekhalifahan.
Muslim
memberikan isyarat kalau mereka berbaris di belakang Kekhalifaan. Di Asia
Tenggara topi tersebut dikenal dengan nama Kopia. Kopia menjadi simbol
kebankitan Islam dan dipakai sebagai identitas budaya oleh kaum pergerakan. Kita dapat melihat foto-foto
kaum pergerakan yang memakai kopia hitam.
Kopia
itu, adalah simbol Pan Islam dari Turkiye Usmani. Pesebaran melalui, dari aktifitas ibadah haji. Para jamaah haji membeli kopia sebagai oleh-oleh dari Mekkah. Lalu membagi-bagikan ke tempat asal mereka saat pulang. Perhatikan topi khas Yahudi yang ukurannya lebih kecil dari peci Islam. Berarti budaya Semit di kembalikan lagi.
Karena banyak yang menyukai kopia. Muncul juga pengrajin kopia di
Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Sehingga kopia menjadi simbol orang Islam
sampai sekarang di Asia tenggara. Kata kopia diserap dari salah satu nama topi
tradisional orang Turkiye, yaitu kopye atau kopje.
Snouck
Hurgronje berusaha keras menghentikan pengaruh Pan Islam di Hindia Belanda
(Indonesia). Selain melakukan politik kooperatif dengan ulama yang lunak. Juga menyarankan untuk mengawasi ulama fanatik dan orang-orang keturunan Arab di Hindia
Belanda. Pemerintahan Kolonial Belanda juga menghentikan semua corong informasi dan komunikasi. Seperti menghentikan masuknya media massa yang memuat tulisan keislaman, dan majalah dari Turkiye Usmani.
Selain itu, mempersulit muslim Indonesia yang akan berangkat haji. Sebab di Mekkah dan Madinah waktu itu
masih satu dengan Kekhalifaan Islam Turkiye Usmania. Dengaan demikian, seandainya
Muslim pergi haji. Maka pengaruh Pan Islam langsung memapar mereka.
Salah
satunya jamaah haji yang mengikuti pemikiran Pan Islam, adalah Kiai Ahmad Dahlan. Beliau banyak mempelajari pemikiran toko Pan Islam, Jamaluddin
Alafghani. Semasa beliau menunaikan ibadah haji diawal abad ke 20. Sepulang dari Mekkah Sehingga menjadi tokoh pergerakan dan mendirikan Muhammadiyah.
Salah satu media informasi yang dilarang masuk ke Indonesia adalah majalah Maklumat
yang terbit di Turkiye. Walau dilarang tapi majalah maklumat Turkiye masih dapat diselundupkan ke Indonesia. Masuk lewat Singapura, lalu ada yang dibawa ke Aceh, ke Palembang,
dan ke Pulau Jawa.[3]
Kekalahan
Turkiye Usmani dan Jerman pada Perang Dunia I. Membuat gerakan Pan-Islam
menjadi lemah karena pusat pergerakannya menjadi lemah. Perlahan gerakan Pan
Islam menghilang termasuk di Indonesia. Namun, bibit perlawanan dan kesadaran
akan keislaman telah tumbuh di setiap kawasan dunia Islam. Di setiap pelosok
dunia, dimana ada kelompok kaum muslimin disana mereka mulai melakukan perlawanan
terhadap dominasi Barat (sekutu). Baik perlawanan secara fisik atau pemikiran. Berdirilah organisasi keislaman di Hindia Belanda, seperti Al-Irsyad, Syarikat Islam, Muhammadiyah dan lain-lain.
Setelah perang Dunia I. Sekutu kemudian melakukan infiltrasi kewilayah Kekhalifahan Turkiye Usmani. Dimana agen-agen mereka menghasut
dan membujuk penduduk setempat memberontak pada Kekhalifaan. Mereka membantu dengan materi dan persenjataan. Sehingga timbullah gerakan kebangsaan atau
nasionalisme di kawasan pemerintahan Turkiye, terutama di jazira Arabia.
Di kawasan Arab, bangkit nasionalisme Arab.
Dengan menguatnya nasionalisme Arab dan kalahnya Turkiye Usmani. Belanda mendapat
angin segar dan mereka tidak perlu lagi berusaha menghentikan Pan Islam di
Indonesia. Tetapi api Pan Islam telah membakar di setiap sudut Hindia Belanda. Sementara di sisi lain orang-orang Arab di Indonesia akhirnya juga menjadi pro nasionalisme Arab. Mereka meninggalkan Pan Islam dari Turkiye lalu memihak, kebangsaan Arab.
Memanfaatkan
kelemahan Turkiye yang baru saja kalah perang. Orang-orang Arab memberontak karena terpengaruh propaganda politik Barat yang ingin menghancurkan Kekhalifaan Islam dan memadamkan simbol keislaman. Maka,
Barat membuat dan mendukung pion-pion dikawasan Turkiye Usmani. Untuk menghantam Kekhalifaan
Islam Turkiye Usmani dari dalam. Bagi sekutu sesungguhnya tidak peduli dengan bangsa-bangsa orang Islam. Karena mereka hanya ingin mengalahkan Islam. Mengakhiri kesatuan Islam dan memisahkan Islam dari penganutnya. Bagi Eropa, Islam telah begitu lama mencengkeram Eropa. Padahal yang mencengkeram Eropa itu adalah feoadalisme, gereja, dan penyakit hati mereka sendiri.
Diantara
orang-orang yang dijadikan pion-pion Barat dalam menghancurkan Kekhalifaan
Islam. Seperti, Syarif Husein di Hijaz yang memberontak pada Kekhalifaan Turkiye Usmani dan memihak
terhadap sekutu (Barat). Karena ingin mendapatkan dukungan dari sekutu untuk keberlangsungan politik mereka. Kemudian putra-putra Syarif Husein menjadi raja-raja
di Arabia yang sebelum perang adalah wilayah Kekhalifaan Turkiye Usmani, yang sudah
lebih 500 tahun lamanya. Faisal menjadi raja di Irak, Abdullah di Yordania dan
Ali di Suriyah.[4]
Dengan
demikian Kekhalifaan mulai hancur dari dalam. Satu demi satu wilayah memisahkan diri. Bersamaan dengan itu, Sultan Abdul Hamid II berusaha
keras mempertahankan Palestina dari Sekutu. Namun, sekelompok orang Arab
menikam dari belakang demi menghancurkan kekhalifaan Turkiye Usmani dan
melanggengkan kedudukan politik mereka.
Bukan bermaksud menjelekkan Arab atau
rezim Arab sekarang. Tapi sebagai bahan kajian kalau politik dapat mengalahkan persaudaraan-keimanan dan kesatuan dan dapat membunuh siapa pun. Sampai sekarang Palestina dalam cengkeraman Yahudi Zionis Israel yang
dibentengi Sekutu. Mengapa Sekutu memberikan Palestina pada Yahudi.
Karena
Sekutu atau orang Kristen tidak mau bermusuhan secara langsung dengan umat
Islam. Kita sadari, Yahudilah yang dibenci oleh Umat Islam atas Palestina
sekarang, bukan orang Kristen atau Barat. Mereka (sekutu) tidak ingin Palestina
dikuasai umat Islam. Hanya ingin mengakhiri dominasi atas nama Islam. Sekaligus
ingin memiliki tempat suci mereka di Yerusalem tanpa harus berperang lagi
dengan Umat Islam. Sementara itu, Inggris juga mengalihkan pengungsi Yahudi ke Palestina agar tidak membanjiri Inggris.
Di
Turkiye sendiri akhirnya juga muncul paham kebangsaan Turkiye sekuler ekstrem.
Yaitu, seorang jendral bernama Mustafa Kemal Attaturk yang juga menjadi pion sekutu dalam mengalahkan
Kekhalifaan Islam. Sehingga Kekhalifaan dihapus oleh orang Turkiye sendiri dimana
nenek moyang mereka yang bersusah payah membangunnya dengan tenaga dan harta benda.
Dengan keringat dan darah
tetapi dihancurkan oleh anak cucu mereka sendiri. Akibat termakan propaganda
kebangsaan dan menganggap pemikiran Barat lebih superior dalam bernegara. Selain itu, ingin memiliki kekuasaan sendiri dan mabuk ingin menjadi
pahlawan. Bukan menyalahkan kelompok sekuler ekstrem Turkiye, tapi hanya sebatas
pengetahuan untuk kita renungkan.
Kalau
kita perhatikan paham kebangsaan dengan sekulerisme ekstrim sangat efektif menghancurkan kekuatan Islam.
Dimana kaum muslim sendiri yang saling menyerang, bertikai. Selain
menghancurkan, paham kebangsaan-sekulerisme ekstrim juga dapat menghentikan kekuatan Islam
sebagaimana di Indonesia masa Orde Baru dan negara-negara Islam lainnya.
Dengan
runtuhnya Kekhalifaan Turkiye Usmani. Maka berakhirlah juga gerakan Pan Islam
(ukhuwah islamiyah). Nasionalisme Arab terus meningkat dan berdirilah Kerajaan
Arab Saudi sebagaimana kita kenal. Maka, ketika orang Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam atau muslim di Asia tenggara pergi haji.
Dahulu mereka pulang memakai kopye atau kopia seperti pada masa Mekkah dan Madinah dalam
Kekhalifaan Turkiye Usmani. Kini perlahan berubah, dan sampai sekarang. Kita tidak
lagi melihat mereka, jamaah haji kita dengan kopia hitam sebagaimana masa
Kekhalifaan dulu, masa Pan Islam.
Tapi
jamaah haji sekarang memakai peci putih yang menutup kepala. Sesungguhnya itu
menandakan telah bergantinya penguasa di Mekkah dan Madinah. Dari Kekhalifaan
terakhir umat Islam Turkiye Usmani ke kerajaan dinasti Ibnu Saud. Dari nama Saud
itulah, mereka menamakan dengan Kerajaan Saudi Arabia.
Mungkin
Anda pernah mendapat oleh-oleh peci putih dari orang yang pulang haji. Begitu
juga dahulu semasa Kekhalifaan masih berdiri, umat Islam yang pulang dari haji
membagi-bagikan oleh-oleh kopia hitam yang kita pakai untuk shalat seperti
sekarang. Sekarang, kopia sudah menjadi budaya umat Islam Indonesia dan Asia Tenggara.
Sudah!! semua itu adalah sejarah. Mari kita lupakan permasalahan kopia dan peci. Kita dapat
memakainya bergantian saat kemesjid, menghadiri hajatan atau tahlilan. Kita
tidak perlu mempermasalahkannya lagi, telah terjadi. Mulai sekarang kita menata
dunia Islam yang baru. Damai dan bersahabat dengan bangsa lain tanpa perlu perang
seperti zaman lampau.
Kita
ganti senjata dengan pena, kita ganti medan perang dengan ruang musyawarah dan
diskusi. Kita bangun jalan yang baru bersama-sama. Bukan masalah itu ada pada Timur
atau Barat. Bukan pula ada pada Islam atau non Islam. Tapi masalah itu, “ada
di dalam diri kita sendiri.” Salam Himpunan Muslim.
Pada foto dapat diamati penggunaan kopia oleh kaum pergerakan bangsa Indonesia. Kopia menjadi simbol kesatuan pada saat itu. Walau Pan Islam telah berakhir karena keruntuhan Kekhalifaan Umat Islam. Tapi api perjuangan dan kebangkitan Islam terus membesar.
Fada foto diambil pada film Turki berjudul Payitaht yang bercerita tentang masa-masa akhir Kekhalifaan Turki Usmani pada kepemimpinan Sultan Abdul Hamid II. Coba amati topi Sultan, cara berbaju sama dengan yang digunakan kaum pergerakan masa awal. Bandingkan dengan foto teratas. Masa ini, gerakan Pan Islam atau Ukhuwah Islamiyah sedang menggema sekali.
Oleh.
Joni Apero.
Editor.
Desti. S.Sos.
Palembang.
11 Juli 2020.
Daftar
Baca:
George
Lenczowski. Timur Tengah Ditengah Kanca Dunia. Terj. Asgar Bixby. Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 1992.
Hamid
Algadri. Politik Belanda Terhadap Islam dan Keturunan Arab di Indonesia.
Jakarta: Haji Masagung. 1986
[1]Hamid Algadri. Politik
Belanda Terhadap Islam dan Keturunan Arab di Indonesia. Jakarta: Haji
Masagung. 1986, h. 75.
[2]George Lenczowski. Timur
Tengah Ditengah Kanca Dunia. Terj. Asgar Bixby. Bandung: Sinar Baru Algensindo,
1992. h, 35.
[3]Hamid Algadri. Politik
Belanda Terhadap Islam dan Keturunan Arab di Indonesia, h. 81.
[4] Hamid Algadri.
Politik Belanda Terhadap Islam dan Keturunan Arab di Indonesia, h. 113.
Sy. Apero Fublic.
Post a Comment