Sastra Klasik
Sastra Klasik Melayu Nusatara. Hikayat Raja Indra Dewa.
Apero
Fublic.-
Hikayat Indra Dewa adalah sastra klasik bangsa Indonesia yang bercerita tentang
anak raja bernama Raja Indra Dewa. Naskah klasik ini ditulis dengan aksara Arab
Melayu atau aksara jawi. Naskah terdiri dari 260 halaman, koleksi Musem Pusat
Jakarta. Berikut cuplikan dari Naskah Hikayat Indra Dewa.
Wa
bihi nasta ‘inu bi i-Lahi (a’ala).
1.
Inilah hikayat ada seorang raja bernama Sultan Ahmad Bersyah Jaya. Adapun nama
negerinya Rakab Syahrum terlalu besar kerajaannya. Maka negeri Rakab Syahrum
itu antara Arab dan Ajam.
“Sebermulah
Sultan Ahmad Bersyah Jaya itu ada berputra seorang anak laki-laki bernama Raja
Indra Dewa, terlalu elok parasnya dengan bijaksana daripada segalah pengajian
dan permainan surat-menyurat dan tulis menulis. Maka ayahanda bundanya terlalu
kasih sayang hati ayahanda bundanya melihatkan anaknya seorang itu serba bagai
permainannya. Lama kelamaan anakda Raja Indra Dewa pun besarlah. Maka ayahanda
dan bunda pun teringat di dalam hati hendak memberi anakda beristri. Maka pada
suatu hari bunda bertanya kepada anakanda. “Haii....
447.
Besaran Allah// subhanahu wa Ta’ala itu. “Maka tuan putri kedua pun
dan permaisuri pun mandilah bertiba berputra kedalam kolam itu. setelah sudah
mandi lalulah kembali ke balai itu. mana baginda dan segala anak-anak itu pun datang
mandi kepada kolam itu. Maka sekalian pun heranlah melihatkan perbuatan kolam
itu terlalulah indah-indah. Maka sekaliannya pun mandilah. Setelah sudah mandi
/mandi/ bagindapun kembalilah ke balai, duduklah diadap oleh segalah anak
raja-raja dan mentri dan hulubalang sekaliannya segalah rakyat duduk di tanah. Seketika
lagi hari pun malamlah, maka dipasang/lah/ oranglah dian, tanglung, pelita dan
kendil itulah. Habislah Hikayat Raja Indra Dewa.[1]
Hikayat
Raja Indra Dewa adalah karya sastra zaman peralihan dari kebudayaan Hindu-Budha
ke zaman Islam. Perpaduan cerita ini sangat kental dengan nuansa keislaman dan
budaya kehinduan. Sebagaimana nama Indra Dewa adalah nama dewa di dalam agama Hindu.
Sedangkan sultan adalah gelar dari raja negari Islam.
Perpaduan
sastra ini untuk berdakwa dan memberikan kesan kebersamaan dan persamaan dalam
beragama. Sehingga masyarakat yang beragama hindu atau budah tidak merasa kaget
dengan suatu perubahan radikal. Sastra digunakan untuk berdakwah dan menguatkan
keislaman penduduk Nusantara yang baru
memeluk Islam. Cerita Hikayat Raja Indra Dewa yang merujuk pada kesastraan
hindu diantara memiliki ciri-ciri umum.
1.Tuhan
yang dijunjung tinggi mula-mula adalah Dewata Mulia Raya. Kemudian menjadi Raja
Syah Alam atau Allah Subhanahu wa Taala.
2.Cerita
berasal dari India atau Asia Tengah. Mengingat kata Syah adalah penyebutan raja
dari Asia Tengah. Kemungkinan cerita ini semasa India dalam kekuasaan Bangsa
Mongol Islam.
3.Tema
wanita yang diculik, baik itu oleh raksasa, jin, atau raja jahat.
4.Kesaktian-kesaktian
yang sangat luar biasa.
5.Memiliki
senjata sakti seperti pedang, jimat, mantra yang hebat, dan kekuatan super.
6.Dapat
berganti rupa sesuka hati peran utama, dapat menjadi manusia lain, menjadi
hewan. Atau jin yang menyerupa manusia dan lainnya.
7.Adanya
sayembara-sayembara oleh raja atau oleh orang tertentu.
8.Peran
utama dapat mengalahkan musuh-musuh yang super hebat dengan kekuatan sakti
miliknya atau dengan akal yang sangat cerdik. Berperang dan menghancurkan
negeri musuh sehancur-hancurnya.
Buku
penelitian Naskah Hikayat Indra Dewa di terbitkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Sampul buku warna coklat yang terdiri dari 195 halam dan
lampiran sebelem halaman. Buku cukup lengkap, ada intisari cerita, ringkasan
cerita, dan transliterasi naskah. Kalau kamu tertarik dengan buku naskah dapat
mencari buku sesuai identitas pada sumber.
Oleh.
Joni Apero.
Editor.
Selita. S.Pd.
Fotografer.
Dadang Saputra.
Palembang.
17 Juli 2020.
Sumber:
Haniah. Hikayat Indra Dewa dalam Sastra Indonesia Lama. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984.
[1]Haniah. Hikayat
Indra Dewa dalam Sastra Indonesia Lama. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1984. H. 26 dan 191.
Sy. Apero Fublic.
Via
Sastra Klasik
Post a Comment