Artikel
Secercah Harapan dari Pelosok Negeri
Apero Fublic.- Muara Enim. Pernah
dengar nama "Danau Gerak." Sebuah
desa yang sejuk, damai, dan tentram di pedalaman Provinsi Sumatera, tepatnya di
Kabupaten Muara Enim, Kecamatan Semende Darat Ulu.
Desaku terletak di dataran
tinggi. Salah satu tempat yang dijuluki
"Negeri di atas Awan." Desaku terletak di bawah kaki bukit daerah
Semende. Lima jam dari kota Muara Enim. Jalan yang berkelok-kelok dan terjal.
Begitu pun dengan harumnya bauh yang tercium sampai ke Eropa, sejak dulu. Jauh
sebelum negara kita merdeka.
Aku
melihat bagaimana daerah lain. Saat telah masuk di Perguruan Tinggi, UIN Raden
Fatah Palembang. Jauh berbeda dengan keadaan di desaku. Di malam dan siang hari
listrik menyalah dengan baik. Begitu juga dengan jaringan telekomunikasi juga
baik.
Saat hadirnya pandemi virus corona saya pulang ke desa tercinta. Karena wabah
Covid 19 dengan segala permasalahannya telah membuat berbagai elemen sosial
menjadi terhambat tak terkecuali pendidikan. Social distancing akhirnya diterapkan dan kuliah melalui daring.
Ada
satu hal yang aku pahami. Bahwa pandemi covid-19 mengajarkan kepada akan
kebutuhan teknologi informasi. Kita sekarang hidup di zaman yang semakin
canggih. Betapa tidak, dimana belajar-mengajar dilakukan dengan teknologi
informasi atau bahasa umumnya, online.
Belajar
online, Kuliah online, KKN online, Sekolah online, Tugas online, semuanya serba
online. Pejabat dan orang-orang di daerah maju. Rapat melalu zoom dan santai
dengan internetnya. Begitu juga yang berada di wilayah memiliki listrik cukup.
Juga akses internet bagus. Tentu semuanya mudah dan menyenangkan.
Lalu
apa kabar anak-anak yg berada di pelosok negeri tanpa Cahaya Listrik dan sinyal
yang memadai. Bagaimana agar pendidikan tetap jalan di tengah krisis pandemi
seperti sekarang. Bagaimana dengan tugas mahasiswa yang akan dikirim melalui
internet.
“Kebaruan adalah peremajaan dari ia yang
katanya mengalami penuaan.” Tapi sayangnya itu tidak bagi kami anak-anak Desa
Danau Gerak. Dengan jumlah penduduk hanya 200 KK, Sekedar Listrik saja belum
juah teralirkan. Lalu bagiamana masa depan kami dengan harapan-harapan dan
mimpi-mimpi yang melambung tinggi tanpa cahaya??.
Akan
kah nasib terus begini?? Pasrah dengan keadaan!!!. Bagaimana nasib pendidikan
kita?. Bagaimana nasib cita-cita kita??. Cita-cita untuk bangsa dan negara
kedepanya. Mana keadilan untuk kami!!!.
Tanpa
penerangan, anak-anak sibuk mencari terang pengetahuan. Hanya saja anak-anak desa
yang sedang menempuh pendidikan gusar dengan kebijakan yg didesak oleh keadaan zaman.
Namun zaman itu tidak mewakili
mereka. Lebih nyaman mereka disana, di kantor dan ber-AC. Dengan segala
keresahan dan keterbatasan mau tidak mau harus ikut kebijakan. Waktu
terus berubah dan manusia ikut berubah didalamnya. berubah ke arah yang lebih
baik.
Hidup
di desa dengan cahaya redup mengisi ruang atas nama ilmu. Bersama kesunyian
malam pendidikan harus tetap jalan dan bertahan. Saat kesal dengan kegelapan,
di dalam hati mengapa aku terlahir di sini. Mengapa tidak terlahir di kota,
atau di daerah yang diperhatikan pemerintah.
Tidak
sedikit anak-anak yg mengeluh atas keadaan ini. Untuk sekolah, mereka tidak
butuh gedung menjulang, yang mereka butuh fasilitas yang memadai untuk tetap
belajar. Kita Pancasilah bekan?. Silah ke lima, “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Kami belum sampai pada silah ke lima itu.
Paling
tidak inilah yang menjadi PR bagi mereka yg sedang berkuasa dan berkewajiban agar
memikirkan solusi kesejahteraan pendidikan dan segera direalisasikan. Bukan
cuman harapan demi masa depan kami dan masa depan negeri ini.
Secercah
harapan, untuk pendidikan di Indonesia.
Agar tidak sepucat yang banyak dikata mereka. Secercah cahaya dapat menyinari
impian-impian. Ketika tunas muda yang mulai tumbuh bertebaran. #Salam Takzim
dari Pelosok Negeri.
Oleh: Senianah.
Editor.
Desti. S.Sos.
Danau
Gerak, 6 Juli 2020.
Sy.
Apero Fublic.
Via
Artikel
Terharu...
ReplyDelete