Sejarah Kebudayaan
Sejarah Budaya: Asal-Usul Perkembangan Mpek-Mpek Atau Pek-Mpek.
Apero
Fublic.-
Mengenal sejarah kuliner nusantara memang sangat menyenangkan. Selain kita
mengetahui budaya bangsa sendiri. Tentu kita juga menikmati kuliner tersebut
dengan rasa enak di lidah. Berikut ini, cerita tentang makanan tradisional
masyarakat Melayu Sumatera Selatan atau secara umum dikenal di Indonesia
(Nusantara), Orang Palembang.
Pada
zaman dahulu kehidupan manusia sangat sederhana. Berbekal teknologi seadanya
manusia bertahan hidup. Salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi
adalah pangan. Pangan inilah yang paling dekat dengan kehidupan manusia.
Pengolahan makanan mulai dilakukan oleh manusia sejak lama, terutama kaum wanita.
Di
Sumatera Selatan ada makanan tradisonal yang sangat terkenal, yaitu mpek-mpek
atau pek-mpek. Banyak orang yang tidak tahu sosial budaya orang Melayu di
Sumatera Selatan dengan lancang menulis atau membuat cerita asal usul makanan
mpek-mpek. Mereka menganggap kuliner mpek-mpek dibuat oleh orang Cina. Asal nama mpek-mpek juga disandarkan pada orang Cina tersebut. Sesuatu yang sangat tidak masuk akal.
Ada
juga beberapa orang akademisi yang menganut paham sukuisme menyatakan kalau
mpek-mpek hasil budaya mengambang orang Melayu. Paham sukuisme adalah paham orang-orang yang tidak
menyukai kelompok yang diluar suku atau etnis dirinya. Kemudian dia berusaha menyerang
dengan maksud melemahkan dan menghancurkan suku tersebut. Lalu dia meninggikan
dan mengagungkan suku atau etnis dan budaya sukunya.
Bahkan orang seperti ini tidak segan-segan memutar balik fakta sejarah untuk mengagungkan etnis atasu sukunya. Sangat berbahasa bagi keutuhan bangsa Indonesia akademisi seperti ini. Penganut paham sejarah neo-Orba. Salah satu peninggalan paham sukuisme Orba adalah mengacaukan sejarah Sriwijaya.
Bahkan orang seperti ini tidak segan-segan memutar balik fakta sejarah untuk mengagungkan etnis atasu sukunya. Sangat berbahasa bagi keutuhan bangsa Indonesia akademisi seperti ini. Penganut paham sejarah neo-Orba. Salah satu peninggalan paham sukuisme Orba adalah mengacaukan sejarah Sriwijaya.
Pekembangan
makanan kuliner pek-empek atau mpek-mpek sudah melalui perjalanan panjang. Di
mulai jauh pada masa abad ke 15 Masehi atau bahkan jauh sebelumnya. Sebagaimana kita
ketahui kalau masyarakat di pedalam Sumatera kehidupannya dari bertani ladang
berpindah. Pertanian mereka selain menanam padi, juga menanam jenis umbi-umbian.
Seperti Ubi kayu atau singkong. Ubi jalar atau sela. Jenis keladi-keladian dan
sejenisnya.
Tanah yang subur membuat panen ubi kayu melimpah. Orang Melayu mengolahnya menjadi sagu atau tepung ubi kayu. Pembuatan sagu sangat sederhana.
Yaitu, dengan cara merendam ubi kayu disungai atau di wadah tersimpan rumah. Wadah rendaman
seperti guci, jenis baskom tanah atau sejenisnya. Dari sagu ubi penduduk menyimpan cadangan
makanan.
Salah satu makanan yang buat dari sagu ubi adalah jenis mpek-mpek atau
pek-mpek. Kadang dibuat kuliner lempeng. Membuat lempeng hampir sama dengan membuat
mpek-mpek. Tapi adonan lempeng lebih encer dan bentuknya lebar seperti piring.
Kata lempeng diambil dari kata gepeng. Gepeng dalam bahasa
Indonesia berarti pipih atau bulat tipis. Memasak tidak memerlukan banyak minyak sayur.
Selain
itu, penduduk juga sering membuat pek-mpek ubi secara langsung. Ubi kayu segar
diparut lalu dibentuk seukuran genggam. Sebagaimana ukuran mpek-mpek pada
umumnya. Lalu digoreng dengan minyak sayur yang dibuat dari minyak kelapa atau minyak ni’o. Itulah mengapa
penduduk di pedalam Sumatera Selatan menyebut minyak sayur dengan nama minyak
ni,o atau minyak kelapa. Kata ni’o berarti kelapa.
Selain
itu, ubi kayu atau singkong juga sering dibuat mpek-mpek bakar. Ubi kayu setelah di parut, diberi garam lalu dicampur daging ikan. Kemudian dibungkus dengan daun pisang
beberapa lapis. Lalu dipanggang diatas tungku. Bentuknya memanjang
tidak bulat. Bentuk memanjang agar mudah meletakkannya di atas tungku api.
Selain
campuran ikan, ubi kayu parut juga dicampur dengan pisang masak dan diberi gula. Kadang dibagian dalam dimasukkan gulah merah. Kadang juga dicampur durian, buah nangka masak, atau hanya gula merah saja. Tergantung selerah, memasak juga bukan hanya dipanggang. Dapat juga dikukus atau digoreng.
Masih banyak lagi
jenis pek-mpek yang dibuat dari olahan ubi kayu. Begitu pun ubi jalar sering
dijadikan mpek-mpek. Tapi dengan rasa manis. Ubi jalar direbus, lalu dihaluskan
dan dibentuk seperti mpek-mpek. Di bagian dalam dimasukkan gula merah cair.
Memasak juga boleh di gorang dan dikukus. Tapi sebelum menggoreng bulatan
dicelupkan ke adonan sagu ubi zaman dulu atau adonan tepung zaman sekarang.
Olahan
sagu ubi berikutnya yaitu pada jenis keladi-keladian. Nama lokal pada masyarakat
Melayu di daerah Kabupaten Musi Banyuasin adalah keladi kubu. Dinamakan keladi
kubu kemungkinan dekat dengan kehidpan suku kubu di pedalam Sumatera. Dari
keladi ini, orang-orang Melayu pedalam membuat sagu. Sagu dapat dijadikan
agar-agar atau jenis makanan lainnya.
Alam
yang sangat kaya juga memberikan makanan yang melimpa pada bangsa Indonesia.
Salah satu penghasil makanan pokok zaman dahulu adalah sagu enau dan pohon sagu
di daerah pantai. Sagu enau juga dapat dijadikan makanan pokok dan diolah
menjadi makanan biasa seperti mpek-mpek. Ikan yang melimpah juga menjadi
makanan olahan penduduk.
Pecampuran
daging ikan pada makanan bukan hanya pada mpek-mpek. Tapi juga pada jenis
sambal. Penduduk membakar ikan beberapa ekor. Kemudian mencampur daging ikan
pada sambal mereka. Ada juga jenis kuliner yang terbuat dari kelapa, sambal
lingkung. Biasanya penduduk menggunakan daging ikan ruan (gabus). Daging ikan ruan
dianggap daging yang baik untuk campuran makanan. Sampai sekarang daging ikan ruan dijadikan campuran makanan.
Seiring
waktu, kuliner pek-mpek terus berkembang. Diikuti perkembangan industri
perdagangan yang terus maju dan munculnya pangan dari luar yang masuk ke nusantara. Sehingga
memberi pengaruh pada makanan tradisional di Sumatera Selatan, Palembang. Sebab Palembang adalah kota pelabuhan yang ramai.
Pengaruh pada makanan pek-mpek terus berkembang mengikuti zaman daerah dan masyarakatnya. Dari masa Awal era Sriwijaya,
masa Kesultanan, sampai masa Kolonial Belanda dan memasuki masa kemerdekaan.
Pada awalnya sagu diproduksi sendiri secara tradisonal. Kemudian hadir sagu dan tepung inpor. Maka beralihlah penduduk menggunakan tepung dan sagu infor atau industri.
Perkembangan
teknologi yang sampai ke Palembang (Indonesia). Terutama alat penggiling ikan
telah memberikan proses mudah pengolahan ikan. Penduduk pada awalnya merebus
ikan terlebih dahulu untuk campuran kuliner. Kini dapat langsung menggiling
daging ikan untuk adonan mpek-mpek, kemplang, dan sambal.
Dapat kita saksikan sekarang bagaimana
perkembangan jenis mpek-mpek. Dari yang biasa, bercampur kulit ikan, mpek-mpek
telur, mpek-mpek pistel dan udang, mpek-mpek kapal selam dan banyak lagi lainnya. Dari yang
dijual oleh individu, dijual toko-toko, sampai industri seperti pek-mpek, Pempek Candy.
Pek-Mpek atau Mpek-mpek
adalah salah satu bentuk perpaduan budaya air dan budaya gunung. Sebagaimana
rumah-rumah panggung orang-orang Melayu. Penghidaran dari banjir dan solusi
rumah di dataran rendah selayaknya di Palembang dan untuk keamanan dari bahaya hewan buas dan berbisa.
Namun
nama mpek-mpek hanya dikenal dengan indetik mpek-mpek Palembang. Karena Palembang
sebagai Ibu Kota Sumatera Selatan sejak zaman Kesultanan. Palembang sudah dikelan
Nusantara sejak Era Majapahit. Sebelumnya nama Kota Palembang adalah Kota
Sriwijaya dan Sungai Sriwijaya (Sungai Musi).
Untuk
nama dari kuliner mpek-mpek atau pek-mpek berkembang secara sendirinya. Sama
seperti nama kuliner lainnya. Istilah mpek-mpek bukan dari nama orang atau
bahasa asing. Sebagai contoh, misalnya nama kuliner pindang, sambal, gulai, dan
nama kuliner lainnya. Tidak ada yang tahu asal usulnya. Karena bentuk perkembangan budaya.
Tapi
dalam penamaan sesuatu oleh masyarakat terdahulu biasanya mereka melihat
keadaan, situasi, rupa, wujud dan tempat. Penamaan Desa Gajah Mati di Musi Banyuasin, misalnya.
Pada masa permulaan penduduk membangun pemukiman mereka menemukan gajah yang
mati di dalam sungai.
Awalnya
nama sungai saja yang mereka namakan Sungai Gajah Mati. Karena ada bangkai gajah di dalam sungai. Nama Sungai juga tidak langsung diberikan. Tapi berkembang dari percakapan mereka sehari-hari. Mereka yang mendiami di
sekitar sungai itu. Seiring waktu nama pemukiman mereka terbentuk dengan nama Talang
Gajah Mati. Kemudian berkembang menjadi Desa Gajah Mati, sekarang.
Sebagai
contoh melihat keadaan makanan. Misalnya makanan namanya, gando-gado. Mengapa
dinamakan gado-gado kerana bercampur-campur beberapa jenis makanan. Sehingga
dinamakan penduduk dengan gado-gado. Begitu juga dengan makanan tradisonal
lainnya, nama berkembang secara sendiri tanpa ada pencipta. Tidak merujuk hanya satu orang saja. Hanya dizaman
sekarang nama makanan diciptakan oleh pembuatnya.
Ada tiga kata yang umum di tengah masyarakay Melayu Sumatera Selatan. Kemungkinan
diindikasikan sama dalam proses pembuatan mpek-mpek. Kata lepek, berarti
suatu yang berbentuk bulat dan melebar. Lepek juga bermakna sesuatu yang bentuk
lain misalnya bulat, kemudian menjadi bentuk yang agak tipis atau bulat lebar (pipih).
Pecahan
dari kata lepek adalah tepek. Tepek berarti sesuatu yang
lembut dan lengket lalu diambil dengan tangan atau segenggam tangan. Kemudian
ditempel pada satu objek. Tepek juga berarti sesuatu yang lembut, lalu
di robek-robek, dibagi-bagi, kemudian ditumpuk-tumpuk, ditekan-tekan, dirapikan.
Lalu ada lagi kata penyek yang berarti menekan-nekan agar menjadi
lembut, menjadi bercampur, menjadi satu.
Apabila
kita perhatikan dalam proses pembuatan mpek-mpek. Kata lepek, tepek dan
penyek sangat tepat sekali. Saat tangan pengadon membuntal-buntal adonan
sagu dan tepung (ubi parut) menjadi mpek-mpek. Kemudian bentuk umum mpek-mpek
adalah bulat tipis atau pipih atau lepek dalam bahasa Melayu lama
Sumatera Selatan. Maka istilah kuliner tersebut dinamakan mpek-mpek atau
pek-mpek. Nama yang berkembang dari aktivitas pembuatnya.
Apabila
ada yang berpendapat nama makanan tradisional atau budaya yang sudah ada
sebelum zaman kemerdekaan dikarenakan oleh satu orang. Maka hal itu tidak
benar. Salah satu bentuk hasil budaya lama adalah tidak diketahui penciptanya
dan pemberi namanya. Tapi nama, berkembang dengan sendirinya dari interaksi
pengguna, pemakai, keadaan, rupa, pembuat, kondisi pada masa itu dan
selanjutnya.
Perhatikan foto, bentuk demikian dalam bahasa Melayu lama Sumatera Selatan adalah bentuk lepek. Bentuk ini adalah bentuk awal dari pembuatan mpek-mpek. Hanya bedanya zaman dulu belum banyak gaya dan kreasi seperti ini. Proses penyek dan di tepek lalu dibentuk lepek (bulat lebar), maka jadilah bentuk kuliner dan sekaligus nama kuliner pek-mpek atau mpek-mpek atau pempek.
Oleh. Joni Apero.
Oleh. Joni Apero.
Editor.
Selita. S.Pd.
Fotografer.
Dadadng Saputra.
Palembang.
8 Juli 2020.
Sy.
Apero Fublic.
Post a Comment