Budaya Daerah
Pada zaman dulu sitok sangat berharga dan bermanfaat bagi masyarakat Melayu. Sitok biasanya di bawak saat berburu kehutan, mencari ikan, bekerja. Apabila lokasi kegiatan sudah jauh dari rumah. Maka penduduk membawa sitok untuk wadah air minum dan untuk memanaskan air apabila perlu atau air minum habis. Dapatlah membuat kopi, teh atau memasak umbi-umbian.
Dan ternyata, Sitok ini sudah ada jauh sebelum aku ada. juga sebelum kemerdekaan Indonesia. Sekitar tahun 1940-an ujar nenekku. Sitok yang terbuat dari bahan waje (Alimanium Asli) berbahan tebal. Bahan ini tidak lagi di temukan pada bahan pembuatan peralatan dapur zaman kita sekarang.
Hingga akhirnya kala itu setelah kemerdekaan Indonesia. Entah tepatnya tahun berapa. Seorang panglima tentara yang bernama Sra'un. Dia memberikan sitok ini kepada keponakan-nya yang bernama Jema'il (almarhum kakek ku). Jadi kami telah menggunakan sitok ini sudah turun-temurun, hingga sekarang sudah generasi ke tiga.
Dulu Sitok rupa nya tidak hanya sendirian seperti yg ada di foto tapi ada juga temanya yg bernama tasa (sebuah cangkir dengan bentuk yang unik. Juga terbuat dari bahan yg sama). Selain itu, ada ikat rantai untuk wadah pembungkus. Berfungsi untuk di ikatkan ke pinggang.
Tapi seiring waktu dan lain generasi tasa dan rantai sudah hilang entah kemana. Sekarang hanya tinggal Sitok satu-satunya bersama pemilik barunya generasi yg ke tiga dari keluargaku, yaitu Iriansyah. Sekarang aku baru tahu, kalau si sitok yang dihadapanku. Sudah berumur lebih dari seabad. Sitok wadah air yang bersejarah.
SITOK: Budaya dan Saksi Sejarah
Apero Fublic.- Muara Enim. Generasi
muda sekarang pasti tidak mengenal benda yang bernama sitok. Sitok adalah alat
sederhana untuk memasak dan membawa air. Praktis untuk dibawa kemana-mana.
Selain utuk memanaskan air sitok juga langsung berfungsi sebagai cerek atau
teko. Pokoknya sejenis wadah air minum.
Pada zaman dulu sitok sangat berharga dan bermanfaat bagi masyarakat Melayu. Sitok biasanya di bawak saat berburu kehutan, mencari ikan, bekerja. Apabila lokasi kegiatan sudah jauh dari rumah. Maka penduduk membawa sitok untuk wadah air minum dan untuk memanaskan air apabila perlu atau air minum habis. Dapatlah membuat kopi, teh atau memasak umbi-umbian.
Seperti
saat ini, di pondok kecil di kebun kopi di tengah penughunan Betung. Aku
diminta untuk memasak air menggunakan sitok. Sepengetahuanku, benda yang
namanya sitok sudah langkah sekali. Sebab aku tidak pernah lagi menjumpai di
tempat lain.
Saat
aku membuat story whatsApp, banyak yang bertanya. Apa nama wadah air yang
dipenjerangan. Mereka semua tidak ada yang mengenali nama wadah air tersebut. Suatu
hari Aku aku bertanya pada nenek tentang si alat masak air bernama sitok itu.
Dan ternyata, Sitok ini sudah ada jauh sebelum aku ada. juga sebelum kemerdekaan Indonesia. Sekitar tahun 1940-an ujar nenekku. Sitok yang terbuat dari bahan waje (Alimanium Asli) berbahan tebal. Bahan ini tidak lagi di temukan pada bahan pembuatan peralatan dapur zaman kita sekarang.
Ternyata
Sitok juga merupakan alat perlengkapan perang zaman dulu. Sitok ini digunakan oleh
panglima tentara saat berperang melawan Belanda.
Hingga akhirnya kala itu setelah kemerdekaan Indonesia. Entah tepatnya tahun berapa. Seorang panglima tentara yang bernama Sra'un. Dia memberikan sitok ini kepada keponakan-nya yang bernama Jema'il (almarhum kakek ku). Jadi kami telah menggunakan sitok ini sudah turun-temurun, hingga sekarang sudah generasi ke tiga.
Dulu Sitok rupa nya tidak hanya sendirian seperti yg ada di foto tapi ada juga temanya yg bernama tasa (sebuah cangkir dengan bentuk yang unik. Juga terbuat dari bahan yg sama). Selain itu, ada ikat rantai untuk wadah pembungkus. Berfungsi untuk di ikatkan ke pinggang.
Tapi seiring waktu dan lain generasi tasa dan rantai sudah hilang entah kemana. Sekarang hanya tinggal Sitok satu-satunya bersama pemilik barunya generasi yg ke tiga dari keluargaku, yaitu Iriansyah. Sekarang aku baru tahu, kalau si sitok yang dihadapanku. Sudah berumur lebih dari seabad. Sitok wadah air yang bersejarah.
Oleh.
Senianah.
Editor.
Selita. S.Pd.
Muara
Enim. 5 Juli 2020.
Sy. Apero
Fublic
Via
Budaya Daerah
Post a Comment