Sejarah Kebudayaan
Kata kopia sendiri adalah serapan kedalam bahasa Melayu (Indonesia) dari nama topi suku Turki, yakni, kopye atau kopje. Topi bentuk kopia sejenis topi yang digunakan Khalifah terakhir Turki Usmani, Sultan Abdul Hamis II. Begitu juga dengan stap-stap istana kekhalifaan.
Tiga Pengaruh Kekhalifaan Turki Usmani di Indonesia.
Apero
Fublic.-
Perjalanan sejarah dan budaya dunia terus saling mempengaruhi. Terkadang
pengaruh tersebut membentuk budaya yang lebih kuat pada masyarakat yang
dipengaruhi. Sebelum terjadi perang dunia pertama. Kebudayaan negara besar
terus berkembang mempengaruhi kebudayaan negara kecil atau sebuah kawasan, atau daerah yang
memiliki kesamaan ras, suku bangsa, dan agama.
Begitu
juga di Indonesia, pengaruh dunia juga sangat deras masuk mempengaruhi
kebudayaan Indonesia. Pada masa awal kebudayaan Indonesia dipengaruhi oleh
kebudayaan India yaitu Hindhu dan Budha. Ketika Islam menguat maka kebudayaan
yang dipengaruhi Islam juga menempel kuat pada masyarakat Nusantara.
Saat
Kekhalifaan Turki Usmani berdiri maka pengaruh Turki Usmani juga sampai ke
Indonesia. Menjelang abad ke 20 Masehi pengaru berupa pemikiran moderen dan
budaya hadir. Ada tiga pengaruh kebudayaan Turki Usmani di Indonesia yang telah
menjadi budaya bangsa Indonesia.
1. Kopia.
Kopia adalah sejenis topi atau penutup kepala yang dominan dengan warna hitam. Ada
juga yang berwarna selain hitam atau ada juga yang dengan ragam hias bersifat keislaman. Kopia masuk ke Indonesia ketika paham Pan-Islam masuk diawal abad ke 20 Masehi. Sebagai bentuk satunya Islam di Indonesia dan Kekhalifahan Turki Usmani.
Kata kopia sendiri adalah serapan kedalam bahasa Melayu (Indonesia) dari nama topi suku Turki, yakni, kopye atau kopje. Topi bentuk kopia sejenis topi yang digunakan Khalifah terakhir Turki Usmani, Sultan Abdul Hamis II. Begitu juga dengan stap-stap istana kekhalifaan.
Selain itu di kantor pemerintahan kehalifaan atau di daerah–daerah kekuasaan Turki. Kopye juga dipakai oleh masyarakat umum. Terutama para pemuka agama,
pelajar, imam masjid, pedagang, orang tua dan lainnya. Selain itu, jenis topi serupa juga digunakan
oleh prajurit-prajurit Turki Usmani.
Dari
perhubungan jemaah haji dan belajar. Membawa pengaruh penggunaan kopye bagi
kaum muslimin di Asia Tenggara. Secara simbolis kopia sebagai tanda dukungan dan menyatunya muslim
Indonesia atau Asia Tenggara dengn kekhalifaan Turki Usmani.
Pusat Pan-Islam yang berpusat di Turki disambut baik oleh kaum muslimin dunia. Dimana gerak perlawanan dan pemikiran Islam bermulah bangkit, diantara tokoh Pan Islam adalah, Jamaluddin Al-Afghani.
Pada
akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 Masehi. Di Betawi atau Jakarta sekarang
Kekhalifaan Turki menempatkan seorang Konsul Jendral Turki, Kamil Bey.[1] Salah satu
duta besar Turki di Hindia Belanda. Tentu juga saat di Hindia Belanda orang-orang Turki di betawi membawa budaya kopye pan paham Pan Islam. Yang kemudian mempengaruhi budaya masyarakat Melayu Betawi. Lihat saja bagaimana budaya orang Betawi kemana-mana selalu memakai kopia.
Pengaruh penggunaan kopia juga dibawa oleh para pelajar. Sekitar 20 orang murid dari madrasah jamiah khair dikirim ke Istambul untuk belajar. Seirung waktu, kopia akhirnya menjadi industri topi keagamaan dan menjadi simbol orang Islam di Asia Tenggara. Laku di pasaran serta menggantikan topi atau ikat kepala tradisional di Indonesia.
Foto pelajar Indonesia yang dikirim ke Turki Usmani di tahun 1900-an. Mereka semua murid dari madrasah Jamiat Khair, di Betawi. Jakarta. Perhatikan kopia yang mereka pakai sama dengan kopia yang kita pakai sekarang. Begitu juga dengan topi Sultan Turki.
Pengaruh penggunaan kopia juga dibawa oleh para pelajar. Sekitar 20 orang murid dari madrasah jamiah khair dikirim ke Istambul untuk belajar. Seirung waktu, kopia akhirnya menjadi industri topi keagamaan dan menjadi simbol orang Islam di Asia Tenggara. Laku di pasaran serta menggantikan topi atau ikat kepala tradisional di Indonesia.
Foto pelajar Indonesia yang dikirim ke Turki Usmani di tahun 1900-an. Mereka semua murid dari madrasah Jamiat Khair, di Betawi. Jakarta. Perhatikan kopia yang mereka pakai sama dengan kopia yang kita pakai sekarang. Begitu juga dengan topi Sultan Turki.
2. Kubah
Masjid Setengah Lingkaran
Kubah
masjid setengah lingkaran bolah adalah bentu kubah masjid pengaruh Turki. Dapat
kita perhatikan semua masjid-masjid peninggalan Turki Usmani kubahnya berbentuk
kubah besar tunggal. Dinamakan kubah setengah lingkaran bolah, karena bentuk
kubah seakan-akan bolah yang dibelah dua. Sebagai eksperimen Anda dapat
menggambar lingkaran bulat seperti bolah. Lalu Anda garis bagi dua di bagian
tengah. Begitulah istilah dari kubah setengah lingkaran bolah.
Kubah
masjid setengah lingkaran pertama di Indonesia adalah kubah Masjid Istiqlal
Jakarta. Masjid yang dicetus oleh Bung Karno. Bung Karno yang menjadi panitia
sayembara desain Masjid Istiqlal. Desain dimenangkan oleh seorang arsitek
bernama Silaban.
Bukan
tanpa alasan mengapa pemilihan desain tersebut. Karena desain kubah yang
berbeda dari kubah Timur Tengah. Kubah Timur tengah dikenal dengan istilah
kubah bawang. Anda dapat bereksperimen dengan sebuah bawang. Lihatlah bawang
bombai atau bawang biasa begitulah bentuk kubah bawang.
Bung
Karno yang pernah ke Turki melihat bagaimana bentuk kemegahan masjid-masjid di
Turki. Kemudian dia juga sepaham dengan Mustafa Kemal Attakturk pendiri Turki
Sekuler. Bung Karno ingin bangsa Indonesia yang mayoritas muslim sama seperti
Turki sekarang. Yaitu, sebuah negara moderen dimana sistem pemerintahan
terpisah dari agama.
Saat
berkunjung ke Istambul, Presiden Soekarno berkunjung ke masjid-masjid terkenal
di Istambul. Bung Karno berkata, suatu saat Indonesia akan memiliki masjid yang
megah seperti masjid-masjid di Turki. Berikut ini, pidato Presiden Soekarno yang
menceritakan kedatangannya ke negara-negara yang memiliki bangunan masjid yang
megah.
“Waduuuhhh, kalau datang ke Kairo,
saudara-saudara. Dari kota pergi ke Mokotam, kiri jalan di situ ada masjid di
atas bukit, masya Allah hebatnya. Kita juga pergi ke Istambul, dibawa nonton
masjid ini, nonton masjid itu, tentu kita kagum memang hebat. Tetapi sekaligus
dengan kagum dan merasa terpukau oleh indahnya masjid Istambul itu, di dada
saya timbul juga pikiran dan cita-cita, kita harus mendirikan masjid jamik yang
lebih besar dan lebih indah dari ini. Saya datang ke Lahore saudara-saudara,
Pakistan, dibawa oleh pemerintah Pakistan pergi ke Lahore, dibawa ke masjid
jami. Oo, inilah kemegahan kami rakyat Islam Pakistan. Saya datang di New
Delhi, India. Bahkan oleh Nehru, Nehru orang yang bukan Islam, oleh Nehru saya
dibawa ke Old Delhi, Delhi, Delhi Tua. Ditunjukkan, “look here Soekarno, our
mosque. Masjid jami di Kota Old Delhi. Ya, beautiful, beautiful. Tetapi dalam
pikiranku ya, insya Allah, nanti Indonesia akan bikin lebih hebat daripada ini.”[2]
Pada waktu Pidato pembentukan
panitia pembangunan Masjid Istiqlal. Dimana waktu itu, para ulama siap
membangun. Mereka siap menyumbang kayu-kayu dan genting. Oleh karena itu,
Presiden Soekarno menyatakan akan membangun masjid yang model baru, beton
berkubah. Argumen ini juga didukung dari teori Plato. Menurut Plato bahwa karya
seni lebih semu dari pada objek natural. Padahal objek-objek natural itu
sendiri adalah citra, bayang dari bentuk-bentuk eternal. Dengan
perkataan lain, karya seni adalah tiruan.[3]
3. Bulan
Bintang di Atas Masjid.
Umat
Islam Indonesia dan Asia Tenggara tidak tahu. Kalau simbol bulan bitang di atas
kubah masjid adalah simbol bersatunya Islam dalam satu kekhalifaan. Para
pemimpin umat terdahulu membawa simbol bulan sabit sebagi tanda bersatunya
Islam Asia Tenggara dengan kekhalifaan Islam, Turki Usmani. Masih terkait dengan gerakan Pan Islam.
Semangat
perlawanan terhadap dominasi asing digemakan oleh Sultan Abdul Hamid II. Orang
Barat mengira kalau kalahnya Turki Usmani tidak lagi memiliki senjata untuk
melawan mereka. Namun, idelaisme Ukhuwa Islamiah atau Pan-Islam tetap bergema.
Tetap saja membangkitkan semangat perlawanan umat Islam. Bukan hanya dalam perlawanan
bidang senjata. Tapi juga pada bidang pemikiran dan kebudayaan. Sehingga umat
Islam dunia bersama-sama bangkit. Sultan Abdul Hamid II mungkin telah
disingkirkan. Nama beliau kemudian di rusak penulis berikutnya. Namun, intan yang dilempar ke
dalam lumpur berapapun lamanya. Akan tetap menjadi intan dan tetap akan
bersinar.
Pada
awalnya, hiasan di atas atap masjid di Nusantara terutama di Indonesia adalah
berupa hiasan-hiasan bermacam-macam. Penulis mengistilahkannya dengan memolo
yang diambil dari kata dalam bahasa Jawa. Memolo berupa hiasan yang terbuat
dari tanah, tembaga, dan kayu.
Fungsi memolo pada puncak atap adalah untuk penutup ujung atap yang terbuat dari kayu agar tidak basah oleh air hujan. Maka agar tampak indah dilihat. Maka dibuatlah dengan berbagai hiasan-hiasan sesuai kebiasaan masyarakat setempat. Memolo ini masih dapat di jumpai diatas masjid-masjid kuno di Indonesia.
Fungsi memolo pada puncak atap adalah untuk penutup ujung atap yang terbuat dari kayu agar tidak basah oleh air hujan. Maka agar tampak indah dilihat. Maka dibuatlah dengan berbagai hiasan-hiasan sesuai kebiasaan masyarakat setempat. Memolo ini masih dapat di jumpai diatas masjid-masjid kuno di Indonesia.
Masuknya
pengaruh Turki perlahan-lahan menggeser posisi memolo. Kaum muslimin menyatakan
satu dengan muslim dunia pada waktu itu. Karena Turki Usmani adalah kekhalifaan
Islam. Setiap membangun tempat ibadah umat Islam mulai mengganti memolo dengan
simbol bulan dan bintang.
Paham
pan-Islam juga berperan dalam penyebaran simbol bulan bintang di dunia,
terutama di Indonesia dan Asia Tenggara. Dalam semangat perlawanan terhadap
kolonialisme Barat. Tidak tahu persis kapan masuknya simbolis bulan binta ke
Asia Tenggara. Tapi yang jelasnya diawal abad ke 20 dimana semangat kebangkitan
Islam menggema dimotori Pan Islam.
Oleh.
Joni Apero
Editor.
Selita. S.Pd.
Fotografer.
Dadang Saputra.
Palembang.
4 Juni 2020.
Daftar
baca:
Mr.
Hamid Algadri. Politik Belanda Terhadap Islam dan Keturunan Arab di Indonesia.
Jakarta: Haji Masagung, 1988.
George
Lenczowski. Timur Tengah Ditengah Kanca Dunia. Terj. Asgar Bixby.
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1992.
Lothrop
Stoddard. Dunia Baru Islam. Jakarta: MENKOKESRA, 1966.
A. Dahlan
Ranuwijaya, dkk. Bung Karno dan Wacana Islam; Kenangan 100 Tahun Bung Karno,
Jakarta: Grasindo, 2001.
Joni
Apero. Skripsi: Kajian Sosiologis pada Majid di Kota Palembang. (studi
atas atap Tradisi dan atap Kubah). Palembang: Fakultas Adab dan Humaniorah,
UIN Raden Fatah Palembang, 2018.
Sumber foto. Film Payitaht, TRT TV.
[1]Mr. Hamid
Algadri. Politik Belanda Terhadap Islam dan Keturunan Arab di Indonesia.
Jakarta: Haji Masagung, 1988. H. 86.
[2]Pidato Presiden Soekarno,
“Pada Amanat di hadapan alim ulama dan panitia Masjid Istiqlal di Istana Negara
Jakarta, 18 Juli 1966,” dalam, A. Dahlan Ranuwijaya, dkk., Bung Karno dan
Wacana Islam; Kenangan 100 Tahun Bung Karno, (Jakarta: Grasindo, 2001), h.
421-422.
[3]Perbuatan dan sebagainya yang
menjadi contoh. Menirukan, melakukan sesuatu apa yang diperbuat oleh orang lain.
Tiruan, perbuatan meniru. Danil haryono, (ed.), Kamus Besar Bahasa Indonesia,
h. 880.
Sy. Apero Fublic.
Post a Comment