Mengenal Istilah-Istilah Dalam Kesastraan Bali Klasik
Geguritan
adalah jenis karya sastra yang berbentuk tembang terikat. Tembang pembentuk
geguritan memiliki tiga unsur. Pertama, jumlah baris dalam tiap bait. Kedua jumlah
suku kata dalam tiap baris. Ketiga bunyi akhir pada tiap-tiap baris. Satua adalah
dongeng yang diceritakan secara turun temurun pada masyarakat Bali. Karya sastra
satua biasanya berbentuk prosa.
Pupuh:
Pupuh adalah pembentuk karya sastra klasik Jawa dan Bali yang berupa judul
sub-sub bab. Tapi pupuh adalah sub bab yang monoton. Karena nama-nama pupuh
dipakai juga pada setiap karya sastra lainnya. Seperti contoh: Pupuh sinom,
pangkur, ginada, ginanti, maskumambang, asmarandana, dandangdula, durma,
pucung, mijil, dan banyak lagi.
Kidung:
adalah karya sastra berbentuk tembang. Berupa tulisan berbait-bait yang
dibawakan secara merdu dan mendayu-dayu. Parikan: adalah karya sastra berbentuk
geguritan tapi ceritanya diambil dari karya sastra kuno Jawa.
Kesastraa Bali dibagi menjadi tujuh jenis. Pertama kelompok weda yaitu weda, mantra, dan kalpasastra. Kelompok kedua adalah kelompok agama, palakerta, sasana dan niti. Kelompok sastra ketiga adalah wariga meliputi wariga, tutur, kanda, dan usada. Keempat kelompok itihasa, yaitu kakawin, kidung, parwa dan geguritan. Kelima, kelompok babad meliputi pamancangah, usaha, dan uwug. Keenam, kelompok tantri yaitu tantri dan satua. Ketujuh, kelompok lelampahan.
Oleh.
Tim Apero Fublic.
Editor.
Desti. S.Sos.
Fotografer.
Dadang Saputra.
Palembang.
5 Agustus 2020.
Sumber:
I Gusti Ngurah Bagus. Cerita Panji Dalam Sastra Klasik di Bali. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984.
Sy. Apero Fublic.
Post a Comment