Sastra Klasik: Mengenal Wawacan Barjah
Pupuh
adalah sub-sub judul yang monoton. Dimana pupuh atau judul sub bab juga digunakan
pada karya sastra lainnya. Wawacan tersebar di Provinsi Jawa Barat, diantaranya
Priangan. Berikut ini, ulasan tentang Wawacan Barjah.
Wawacan
Barja termasuk salah satu wawacan populer di daerah Pengalengan. Wawacan Barja
sering juga disebut dengan Carita Barjah. Dalam cerita wawacan ini, mengisahkan
tokoh Barjah sebagai seorang pahlawan tanpa tandingan. Raden Barjah sebagai
tokoh protagonis.
Dalam
cerita dia lebih suka hidup mengembara demi mendapatkan kebahagiaan. Dalam
pengembaraan tersebut dia mendapat banyak cobaan dan gangguan. Karena
ketekunannya dalam belajar ilmu himah Raden Barjah berhasil mengatasi semua
permasalahan dan hambatan. Dia kemudian mencapai kejayaan.
Wawacan
Barjah ditulis dengan aksara pegon dengan Bahasa Melayu Sunda. Jalan cerita
wawacan Barjah adalah cerita roman. Ciri cerita roman adalah menyuguhkan tokoh
manusia super dalam suatu dunia ideal.
Dimana dalam jalan cerita Raden Barjah adalah manusia super dan populer. Setting lokasi cerita merujuk ke daerah Priangan. Kemudian digabungkan dengan lokasi piktif dan hayalan atau sahibulhikayat. Berikut cuplikan naskah klasik Wawacan Barjah.
Transliterasi
kedalam aksara latin berbahasa Melayu Sunda.
Pupuh
Asmaran
(dana).
1.Asmara
(dana) bubuka kalih.
Landong
sae kana manah.
Aoseun
samemeh ebog.
Mepende
anjeun heulaan.
Miceun
galih kasungkawa.
Napsu
teu kengeng diturut.
Lajengna
sok lalamunan.
Kawitna
anu digurit.
Ngaran
nagri Sukadana.
Raja
Pareman geus kahot.
Kersa
ngawuruk ka putra.
Ka
eta nama (ra) Den Barjah.
(ra)
Den Barjah enggal disaur.
Barjah
mando ngadeuheusan.
‘’Ama
ayeuna pepeling.
Nu
utama ka salira.
Ku
Ujang masing kahartos.
Tengetkeun
piwulang Ama.
Masing
emut sawasna.
Cangreud
dina tungtung rambut.
Simpen
dine jero manah.
(......).
Berikut
ini terjemahan kedalam Bahasa Indonesia.
Pupuh.
Asmara
(dana).
1.Asmaradana
pembuka hati.
Obat
baik untuk pikiran.
Bacaan
sebelum tidur.
Menghibur
dulu engkau.
Membuang
hati gundah gulana.
Nafsu
tak boleh dituntut.
Membuat
suka melamun.
Bagian
awal yang ditulis.
Bernama
negeri Sukadana.
Raja
Pareman telah tua (pengalaman).
Hendak
berwejang kepada putra.
Bernama
Raden Barjah.
Raden
Barjah segera dipanggil.
Barjah
menghadap dengan sopan.
‘’Ayah
sekarang berwejang.
Yang
utama kepadamu.
Harap
Ujang mengerti,
Ungatkan
selama-lamanya.
Ikat
erat di ujung rambut,
Simpan
di dalam hati.
Naskah Wawacan Barjah terdiri dari 126 halaman. Wawacan ini ditulis sekitar pertengahan abad ke 19 Masehi. Naskah kemudian di salin oleh Aki Juhria. Menurut cerita beliau Wawacan barjah sudah ada sejak dia masih kecil. Saat memberi penjelsan didatangi peneliti dia sudah berumur 80 tahun, di tahun 1990-an.
Buku transliterasi Wawacan Barjah diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Apabilah Anda tertarik mengetahui lebih lanjut. Dapat mencari ke Perpustakaan Daerah di Seluruh Indonesia atau ke Perpustakaan Pusat di Jakarta. Bersampul warnah kuning dengan judul besar, Wawacan Barjah.
Oleh.
Tim Apero Fublic.
Editor.
Desti. S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
25 Agustus 2020.
Sumber:
Edy Sedyawati, Tommy Christomy, Eny Widiana. Wawacan Barjah. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992/1993.
Sy.
Apero Fublic.
Post a Comment