Mengenal Regalia: Pusaka Penobatan Sultan Riau-Lingga dan Daerah Taklukannya.
Salah
satunya adalah terebentuknya Kesultanan Riau dan kemudian pindah ke Lingga.
Maka dikenal dengan Kesultanan Riau-Lingga dengan sultan pertama Sultan Abdul
Rahman Muazam Syah I, pada 1819/1824-1832.
Kesultanan
Riau-Lingga dalam melantik sultan harus memakai alat nobat kebesaran pusaka
kerajaan. Alat kebesaran meliputi Cogan bernama “Sirih Besar” yang bentuknya
seperti daun siri dan tulang daun dari perak. Selain cogan perlengkapan nobat
juga terdapat, gendang nobat, sebuah pedang emas berhulu panjang dan rantai
sayap sandang, juga sekalian pusaka turun temurun lainnya. Semua perlengkapan
tersebut dinamakan regalia.
Menurut
Hasan Junus makna frasa kata cogan adalah; Yaitu nama bagi kebesaran Melayu,
yaitu mas yang dibuat seperti daun-daun kayu dan tersurat nama sultan di sana.
Apabila raja berangkat atau berjalan cogan itulah yang berjalan dahulu.
Simbol
cogan memiliki arti kebesaran dimana emas sebagai alatnya. Emas adalah logam
mulia yang mahal menyimbolkan kebesaran dan kemewahan. Sedangkan daun
menyimbolkan pepohonan yang besar dan rindang. Lalu tumbuh dan berakar
meneduhkan serta berbuah dan berkembang biak.
Pusaka
kerajaan tersebut sangat penting untuk penobatan seorang sultan di Kesultanan
Riau-Lingga. Pada tahun 1722, pusaka kerajaan (regalia-cogan) diambil dari
Siak. Karena sebelumnya pusaka kerajaan diambil Raja Kecik (Sultan). Setelah
Raja Kecil digulingkan oleh Tengku Sulaiman dan lima Upu Bugis. Untuk
menobatkan Tengku Sulaiman menjadi Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I. Menunggu
datangnya pusaka kerajaan dari Siak.
Pada
cogan yang berbentuk daun sirih besar tertulis dalam aksara Arab Melayu yang
berbunyi. “Hua-hua, bismillah al-rahman al-rahim bahwa inilah raja yang
diketurunan dari Bukit Siguntang asalnya daripada baginda Sultan Iskandar
Zulkarnain dan ialah raja yang adil lagi berdaulat yang mempunyai takhta
kerajaan serta kebesaran dan kemuliaan kepada segala negeri yang di dalam
daerah tanah Melayu dan kurnia Tuhan rabbul ‘arsil’azim atasnya dan dikekalkan
Allah subhanahu wa ta’ala di atas kerajaannya ditambahi Allah pangkatnya yang
kebesaran serta derajahnya yang kemuliaan di dalam daulat sa’adati Allahi wa
akhlada allahumma mulkahu wa sultanaha wa abdaha ‘adlahu wa insanahu bijahi
al-nabi sayyidi al-mursalina wa’alihi wa shahbihi ajma’in amin alahumma amin,
tamat.”
Apabila
kita cermati dari kata-kata yang tertulis pada cogan berbentuk daun siri
tersebut. Menyatakan kalau kesultanan Riau-Lingga adalah keturunan raja-raja
dari kerajaan Sriwijaya dan asal usul Melayu dari Bukit Siguntang di Palembang.
Memang di Sumatera Selatan dan pulau sumatera lainnya adalah kawasan kebudayaan
Melayu.
Pada tahun 1822 adanya misi ke Betawi atau Batavia menemui Gubernur Jendral Belanda A.G.Ph. van der Capellen. Menurut Hasan Junus membicarakan pengembalian regalia dan pusaka kerajaan lainnya yang saat itu masih disimpan Engku Putri Raja Hamidah kepada Sultan Abdul Rahman.
Oleh.
Tim Apero Fublic
Editor.
Desti, S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
20 Oktober 2020.
Ahmad
Dahlan. Sejarah Melayu. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia),
2014.
Husni
Rahim. Sistem Otoritas & Administrasi Islam. Jakarta: Logos, 1998.
Sy.
Apero Fublic.
Post a Comment