Mitos: Asal Usul Gempa Bumi
Setelah
memakan buah khuldi maka Nabi Adan dan Hawa akan segerah dikirim ke dunia. Akan
tetapi dimana dia harus tinggal. Barulah kemudian Tuhan menciptakan tanah dan
lautan. Tanah adalah tempat manusia atau Nabi Adam dan Hawa istrinya hidup dan
tinggal. Dari tanah mereka akan mencari makan. Sedangkan lautan dan air tawar
untuk penyubur tanah. Yang dipikirkan adalah bagaimana agar bumi tidak runtuh
dan hancur. Untuk itu, akan dibuatkan tiang penopang bumi.
Sebab
kalau tidak ditopang bumi akan runtuh dan hancur. Manusia dan seisinya akan
binasa. Itu berarti semuanya akan sia-sia dan Nabi Adam dan Hawa akan mati
juga. Sehingga Tuhan akan menciptakan sesuatu yang dapat menopang tanah, lautan
dan seisi bumi.
Akhirnya
Tuhan menciptakan seekor kerbau raksasa yang sangat besarnya. Sekali kibasan
ekor kerbau itu dapat merobohkan semua pepohonan di bumi, dapat membuat hewan
mati, dan dapat menimbulkan angin topan, menimbulkan gelombang besar di lautan.
Kerbau
sangat besar yang diciptakan Tuhan tidak memiliki nafsu apa-apa. Tidak makan,
tidak pernah merasa haus dan lapar. Tidak bergeser, tidak berjalan, tidak
lelah, tidak duduk, tidak tidur. Dia hanya berdiri kokoh dan tegak berdiri seperti
yang Tuhan perintahkan padanya.
Hanya
sesekali kerbau raksasa itu, mengipas-ngipaskan ekornya. Namun sekali-sekali dia
mengibaskan ekornya. Tapi dari kibasan itu menyebakan angin topan yang sangat
deras dan mengerikan. Sekali kibas dapat menyebabkan gelombang lautan besar,
dan dapat merobohkan banyak pepohonan.
Setelah
selesai menciptakan kerbau yang amat besar itu. Kemudian Tuhan meletakkan tanah
bumi dan lautan diatas punggung belakang kerbau raksasa itu. Mulai saat itu,
kerbau yang sangat besar itu menjadi penopang tanah dan lautan atau menopang
bumi dan isinya. Setelah itulah, Nabi Adan dan Hawa istrinya turun ke dunia.
Bumi masih sangat sepi tidak ada sesuatu selain tanah dan lautan. Adam menjadi
sedih sebab tidak ada penghuni lain selain mereka berdua.
Oleh
karena itulah, mulailah Tuhan ciptakan bermacam-macam tumbuhan dan
bermacam-macam hewan-hewan. Diantaranya, Tuhan menciptakan biji sawi dan unggas
putih. Unggas itu, makanannya biji sawi itu. Setelah kenyang memakan biji sawi,
unggas itu terbang mengelilingi bumi.
Lalu
sambil terbang dia membuang kotorannya.
Kotoran unggas itu menyatu dengan tanah, kemudian tumbuh jenis tumbuhan
lainnya. Begitulah kebiasaan unggas itu, sehingga tersebarlah tumbuhan di muka
bumi ini.
Begitu
juga dengan Nabi Adam dan Hawa, mereka mendapatkan anak dan cucu juga. Sehingga
manusia menjadi semakin banyak dan menyebar ke permukaan bumi. Begitu juga
kehidupan dilautan berkembang biak memenuhi lautan dan sungai-sungai dengan
takdir Tuhan. Seisi lautan dan sungai juga bermanfaat untuk manusia. Di daratan
dan di udara hewan juga berkembang biak dengan takdir dari Tuhan yang kuasa.
Suatu
ketika, kerbau yang menjadi penopang bumi atau tanah dan lautan
mengibas-ngibaskan ekornya. Sehingga dunia dilanda oleh angin topan yang sangat
dahsyat serta diikuti hujan lebat.
Beribu-ribu
tahun setelah hadirnya hewan dan tumbuhan keadaan bumi alami tidak jauh
berbeda. Manusia tetap hidup makmur dengan makanan bumi yang melimpa. Angin
topan membawa hujan bermanfaat untuk kehidupan bumi. Tanpa hujan tumbuhan,
hewan, manusia akan mati.
******
Di
antara hewan yang diciptakan Tuhan, ada hewan sangat kecil bernaam Agas. Agas
tidak terlihat oleh mata manusia. Baru terasa kalau ada agas saat hewan itu
menggigit tubuh manusia. Terasa sangat gatal dan bentol pada bekas gigitan
agas. Tersebutlah kawanan agas ini mengerumuni kerbau raksasa penopang bumi
(tanah dan lautan). Kalau menggigit kulit kerbau itu tidak bisa, sebab kulit
sangat keras dan lebih keras dari besi.
Tapi
saat kawanan agas yang banyakknya tidak terhitung itu masuk kedalam telinga
kerbau penopang bumi. Kerbau itu, menjerit dengan suara lengkingan keras. Kulit bagian dalam telinga kerbau lembut dan
lunak. Berbagai usaha kerbau untuk mengeluarkan agas-agas itu dari telinganya.
Namun tidak berhasil, sehingga membuat telinga kerbau sakit dan bengkak. Walau
menahan sakit dan gatal tetap kerbau itu tidak bergerak atau bergeser sedikit
pun.
Kerbau
itu, menjaga agar bumi tidak terjatu atau terguling dari atas punggungnya. Dia
memikirkan ketentraman penghuni tanah dan lautan. Tetap tidak bergerak sebab
itulah tugasnya. Waktu demi waktu berlalu dan berlalu sampai zaman selanjutnya.
Rasa gatal dan sakit akibat gigitan agas terus menerus di dalam telinga kerbau
penopang bumi. Akhirnya dia sudah tidak tahan lagi menahan rasa tersiksa itu.
Kepala
kerbau mulai terasa pusing, mata berkunang-kunang. Sehingga kebau khilaf dan
terpaksa melanggar perintah Tuhan. Untuk mengusir agas yang mengganggu, dia
kipaskan kuat-kuat ekornya. Namun, tanpa kerbau itu sadari terjadi bencana di
permukaan bumi. Tanah menjadi sedikit bergeser dan kembali bergeser seperti
semulah. Saat itulah, manusia mengalami bencana gempa bumi. Saat gempa bumi
berhenti, berarti berhenti juga kerbau itu mengipas-ngipas agas.
Begitulah
keadaan kerbau penopang bumi atau tanah dan lautan. Setiap kali kerbau
mengipaskan ekornya disertai gerakan tubuhnya, maka terjadi gempa bumi. Kalau
kibasan ekornya dan gerakan tubuh yang kuat akan terjadi gempa besar. Kalau
kibasan ekor dan gerakan tubuhnya perlahan akan terjadi gempa kecil.
Begitu
juga dengan kipasan kuping kerbau yang sangat besar penopang bumi dan lautan
itu. Kibasan kuping sebelah kiri gempa bumi disebelah timur. Kibasan kuping
sebelah kanan, gempa bumi sebelah kanan, begitulah seterusnya. Sebab agas
selalu mengganggu kerbau raksasa itu.
*****
Pada
zaman dahulu masyarakat Melayu di Langkat percaya dengan cerita ini. Sehingga
masyarakat Langkat saat ada gempa selalu berdoa pada tuhan agar letak tanah
kembali seperti semula. Ada juga masyarakat memukul kentongan beramai-ramai
dengan maksud agar agas terkejut dan berhenti menggigit telinga kerbau penopang
bumi.
Diharapkan juga kerbau tidak mengipaskan telinganya, baik kiri atau kanan. Karena akan menggeser letak tanah bumi. Kentongan juga untuk mengingatkan kerbau raksasa penopang bumi pada tugasnya. Pada masa lalu cerita ini, diceritakan pada generasi ke generasi, turun temurun.
Rewrite.
Tim Apero Fublic
Editor.
Desti, S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
28 November 2020.
Sumber:
Informan Amir Bintang, Lahir di Tanjung Pura tahun 1927, beragama Islam dan
berbahasa Melayu. Masindan, Dkk. Sastra Lisan Melayu Langkat. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.
Sy.
Apero Fublic.
Post a Comment