Legenda: Sunan Kalijaga Atau Radem Mas Syahid
Apero Fublic.- Menurut cerita, Sunan Kalijaga adalah putra seorang Adipati Tuban, Wilatikta. Sewaktu muda beliau bernama, Raden Syahid. Raden Syahid berperawakan tegap dan besar, juga cerdas. Waktu itu, Raden Syahid memiliki ahlak yang buruk, suka mabuk-mabukan dan berjudi. Karena sudah tidak dapat dinasihati lagi. Raden Syahid diusir oleh ayahnya dari Kadipaten.
Bukan
sadar, tapi Raden Syahid tambah menjadi, sekarang dia bergabung dengan
berandalan-berandalan di hutan Lodaya.
Kehidupan berandalan di hutan Lodaya selalu merampok orang-orang yang
lewat. Merampas apa saja yang dimiliki orang-orang. Raden Syahid pemuda yang lihai,
tangkas, dalam segala hal.
Sehingga
diapun menjadi pemimpin para berandalan. Kelompok mereka semakin mengganas.
Bukan satu dua orang, sekelompk orang mereka sudah berani menghadang. Kelompok
berandalan pimpinan Raden Syahid semakin terkenal dan ditakuti orang.
Pada
suatu hari, lewatlah orang tua di hutan Lodaya. Melihat itu, langsung saja
Raden Syahid dan beberapa orang anak buahnya menghadang. Mereka begitu
meremehkan orang tua itu. “Serahkan harta bendamu kalau kau mau selamat.” Kata
Raden Syahid dengan ganas. “Bekal makan saja saya tidak membawa. Apalagi harta
yang berharga. Tapi, apabila kalian ingin harta kekayaan, ambillah emas yang
tergantung di atas itu.” Jawab orang tua itu, seraya menunjuk ke atas pohon
enau.
Saat
Raden Syahid dan anak buanya melihat ke atas pohon enau. Mereka terkejut, buah
pohon enau berkilau seperti emas. Sehingga mereka berusaha naik dan mengambil
emas yang tergantung di atas pohon enau. Tapi saat mereka sudah turun, buah
enau berubah kembali seperti semulah. Melihat itu, Raden Syahid sangat marah
pada orang tua itu. “Coba lihat ke atas, bukankah masih banyak emas
bergantungan, ambillah lagi.” Ujar orang tua dengan tenang. Raden Syahid dan
anak buahnya bergantian naik mengambil emas tergantung itu. Tapi saat mereka
turun dan buah emas itu berubah kembali menjadi buah enau. Mereka akhirnya
menjadi lelah sendiri karena naik turun pohon enau.
Menyadari
keadaan itu, mulailah Raden Syahid menyadari kalau orang tua dihadapan mereka
bukan orang sembarangan. “Ketahuilah wahai anak muda, kalau semua ini adalah
petunjuk Allah, kalau harta benda dan kekayaan yang kau kejar tidak kekal
seperti buah enau yang kau petik. Lebih-lebih apabila kelak kau dipanggil
Allah. Hanyalah sehelai kain kafan yang kau kenakan.” Kata orang tua itu.
Semuanya
mulai tertarik dengan orang tua misterius itu. Percakapan terus berlanjut
sampai mereka dapat bertanya nama satu sama lain. Baru mereka ketahui kalau
orang tua itu adalah, Sunan Bonang.
Raden
Syahid dan anak buanyanya menjadi sadar dengan kesalahan mereka. Mereka
menerima dakwa Sunan Bonang. Belajarlah Raden Syahid dan anak buanya pada Sunan
Bonang.
Setelah
dirasa cukup, Sunan Bonang kembali hendak pergi untuk berdakwah. Anak buah
Raden Syahid ada yang pulang ke desa mereka dan hidup menjadi orang baik. Ada
juga yang tetap mengikuti Raden Syahid.
Raden
Syahid pernah bertapa cukup lama. Dia menunggu janji Sunan Boang untuk kembali.
Tapi Alkisah Sunan Bonang lupa sehingga tapa Raden Syahid di pinggiran sungai
menjadi sangat lama. Sampai tubuh diliputi rumput dan akar tumbuhan merambat.
Sehingga, Raden Syahid kemudian dijuluki, Sunan Kalijaga.
******
Raden
Mas Syahid atau Sunan Kalijaga adalah pemuda yang cerdas dan mudah belajar.
Sehingga semua yang diajarkan Sunan Bonang dapat dia serap dengan cepat dan
baik. Selain itu, dia juga banyak belajar dengan Sunan yang lain dan menimba
ilmu sendiri.
Sehingga
Sunan Kalijaga memiliki ilmu yang tinggi, terutama ilmu agama Islam. Maka
diapun kemudian mendirikan sebuah pesantren. Menyebarkan agama Islam dan
menjadi ulama yang terkenal. Oleh karena itulah, dia kemudian menjadi salah
satu dari Walisongo penyebar Islam di Jawa.
Perkembangan
Islam yang pesat di Jawa telah membuat komunitas Islam kuat. Kemudian
terbentuklah sebuah Kesultanan Pertama Islam di Jawa Tengah, yaitu Kesultanan
Demak. Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Fatah dari Palembang putra Prabu
Brawijaya raja Majapahit.
Semasa
Palembang dibawa kekuasaan Majapahit setelah mengalami kekosongan pemerintahan
dan dikuasai bajak laut. Oleh karena itu, Para Walisongo ingin membuat sebuah
masjid di pusat pemerintahan, Kesultanan Demak.
Setelah
musyawara para walisongo, masing-masing mendapat tugas memberikan satu tiang
sakaguru atau tiang penopang atap. Semua mencari masing-masing, mulai dari
Sunan Boang, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Muria,
Sunan Gunungjati, Sunan Drajad, dan Sunan Gresik.
Pada
hari yang ditentukan Sunan Kalijaga belum juga memberikan tiang yang menjadi
tugasnya. Padahal masjid hari itu sudah mulai didirikan. Sunan Kalijaga juga
tidak mungkin lagi mengambil dari hutan. Sunan Kalijaga melihat bekas potongan-potongan
pendek sisa membuat tiang dan sisa kerangka lainnya.
Dari
sisa kayu atau tatal itulah, Sunan Kalijaga terpikirkan sesuatu. Apabila
sisa-sisa kayu disatukan akan berbentuk sebuah tiang. Sunan Kalijaga kemudian
mengikat sisa-sisa kayu itu dengan tali dari rumput.
Dengan
kesaktiannya tiang dari sisa kayu atau tatal itu menjadi kuat. Saat diuji para
Sunan lainnya, tiang itu baik digunakan. Sehingga salah satu tiang masjid Demak
terbuat dari tatal kayu atau kayu sisa yang berukuran kecil-kecil.
Setelah
masjid selesai, para wali kebingungan menentukan arah kiblat. Maka Sunan
Kalijaga kemudian membetulkannya. Dengan tangan dan kanan dan kirinya kemudian
dia membetulkan letak mihrab masjid Agung Demak. Sampai sekarang mihrab Masjid
Agung Demak agak miring yang menghadap ke Kiblat di Mekkah.
Dikisahkan
juga, saat membuat tiang dengan potongan tatal kayu. Sunan Kalijaga menemukan
Orong-orong yang mati terkena tatal sehingga badannya putus. Hal itu membuat
Sunan Kalijaga bersedih, kemduian dia berdoa pada Allah dan menyambung tubuh
orong-orong dengan kayu.
Dengan
kehendak Allah orong-orong itu hidup kembali. Sunan Kalijaga semakin dihormati
umat Islam, sehingga dia sering diminta ikut musyawara tentang permasalahan
Kesultanan Demak.
Suatu
hari, Sunan Kalijaga pergi untuk berdakwah. Tibalah dia di sebuah daerah
terletak diantara Semarang dan Demak. Dia melihat seorang perempuan yang
berlari kencang. Berdesirlah hati Sunan Kalijaga, bukan sebab wajah si Wanita.
Tapi
yang tersembunyi dibawa perut perempuan itu, ternyata pusaka Kesultanan Demak.
Sunan Kalijaga mengikuti dari belakang, saat itu juga muncul seorang Perwira
pasukan demak yang mengejar wanita itu. Perwira itu bertanya, dan Sunan
Kalijaga memberitahu arah wanita itu lari.
Wanita
yang melarikan pusaka Kesultanan Demak adalah seorang pertapa bernama, Nyai
Brintik. Dia mencuri saat sedang ada perjamuan di Istana. Pusaka berupa dua
bilah keris, yaitu Keris Kyai Sangkelat dan Keris Kyai Pasupati. Keris akan
Nyai Brintik bawa pulang menuju Gunung Brintik.
Sunan
Kalijaga yang dari tadi mengikuti dari belakang, sampai juga di kaki Gunung
Brintik. Kemudian dia melihat, Nyai Brintik dan Seorang laki-laki sedang
berkelahi hebat. Ternyata dia perwira Demak yang bertanya tadi. Lama-kelamaan
sang perwira mulai terdesak kalah. Sehingga Sunan Kalijaga datang untuk
membantu.
“Kisanak,
hendaklah mundur sebentar, biarkan aku melawan.” Kata Sunan Kalijaga. Laki-laki
itu mundur.
“Kau
juga cari mati, ada apa kau datang ke Gunung Brintik?. Apa kau juga
menginginkan pusaka Kesultanan Demak. Setan alaspun tidak akan mampu
mengambilnya dariku.” Kata Nyai Brintik dengan berapi-api, marah dan
meremehkan.
“Nyai
Brintik, sebenarnya belum masanya kau memiliki pusaka itu. Ada baiknya kau
kembalikan terlebih dahulu. Sebab apabila kau melanggar kau sendiri yang akan
menyesal.” Ujar Sunan Kalijaga dengan lemah lembut. “Kau ingin mengambil pusaka
Demak dariku. Langkahi dahulu mayatku.” Kata Nyai Brintik. “Kalau demikian
baiklah, akan aku coba. Tiba-tiba Nyai Brintik diserang oleh orang yang tidak
dikenal. Sedangkan Sunan Kalijaga dan Perwira Demak duduk istirahat menyaksikan
Nyai Brintik yang bertarung hebat.
Sesungguhnya
Nyai Brintik hanya berkelahi dengan sebatang pohon yang diciptakan Sunan
Kalijaga menjadi menyerupai manusia, yang sakti. Lama-kelamaan Nyai Brintik
menjadi lelah karena berkelahi terus tanpa henti. Betapa hebat musuhnya dalam pikiran
Nyai Brintik.
Sementara
Perwira Demak merasa heran melihat Nyai Brintik seolah-olah bertarung dengan
sebatang pohon, menendang, menusuk. Nyai Brintik akhirnya menyerah dan mengaku
kalah. Dia begitu malu kalau ternyata dirinya dari tadi berkelahi dengan
sebatang pohon. Tampak batang pohon rusak dan terluka. Kemudian dia menyerahkan
pusaka Kesultanan Demak.
Senjata dikembalikan kepada Sultan Demak. Nyai Brintik kemudin diangkatnya menjadi muridnya. Sunan Klaijaga terus berdakwah dan demikianlah sedikit cerita tentang Sunan Kalijaga. Makam Sunan Kalijaga terletak di Desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Post a Comment