Cerita Datu: Mengenal Sastra Lisan Masyarakat Sasak
Peninggalan
masa megalitikum dapat di temui di dataran tinggi di seluruh Indonesia, dari
Aceh sampai Papua. Di Sumatera Selatan terdapat kawasan warisan kebudayaan
megalitikum yang sangat luas, terletak di kaki Gunung Dempo, meliputi
Pagaralam, Lahat, Muara Enim, Linggau, Empat Lawang dan lainnya.
Sekarang
kita akan mengangkat tentang cerita datu. Kata Datu tersebar luas di kawasan
Asia Tenggara terutama di Indonesia. Datu memiliki artian yang sama, yaitu
bersipat tinggi, mulia, kuat, sakti, tua dan pemimpin. Di tengah masyarakat
Sasak terdapat cerita lisan yang turun-temurun tentang datu. Datu dalam cerita
lisan masyarakat sasak berarti raja atau pemimpin. Cerita Datu tersebar luas di
Pulau Lombok.
Seorang
Datu dianggap tokoh utama di kalangan nenek moyang masyarakat Sasak. Selain
itu, roh atau arwah Datu masih menguasai kehidupan manusia. Hal tersebut
terbukti dengan masih ada kepercayaan masyarakat pada kuburan Datu.
Pada
beberapa waktu lampau sekitar tahun 80-an masyarakat di Desa Sukadana masih
memiliki kepercayaan adanya arwah-arwah datu dapat mengganggu kehidupan
manusia. Seperti, ketika tanaman padi mereka diserang hama tikus, berarti Datun
Begang (Ratu Tikus) atau mertua Datu Aca Muka sedang marah atau murkah.
Agar
tikus-tikus tersebut berhenti merusak tanaman padi. Maka masyarakat membawa
persembahan ke kuburan Datun Tikus dan Datu Aca. Yaitu, air, bubur lima warna, jajan
renggi, beras digonseng, gula merah dan ketupat nasi. Air yang tadi dibawa ke
kuburan Datu Tikus atau Raja Tikus dibawa kembali pulang lalu di
percik-percikkan di tengah-tengah sawah. Dengan harapan tikus-tikus tidak lagi
menyerang tanaman padi mereka.
Masyarakat
Sasak juga percaya bahwa dengan menyebut dirinya sebagai keturunan Datu Untal,
buaya tidak akan berani menelannya. Hal ini terdapat dalam cerita Datu Untal.
Selain itu, terdapat juga cerita datu-datu lain, seperti cerita Datu Aca dait
Datun Begang atau cerita Raja Aca dan
Ratu Tikus.
Yang
menjadi catatan kita bersama adalah pemakaian kata Datu. Kata Datu secara resmi
dipakai nama kerajaan maritim Sriwijaya dengan istilah Kedatuan Sriwijaya.
Kemudian kata datu juga dipakai oleh masyarakat batak yang berarti orang yang
memiliki kekuatan supranatural atau dukun.
Cerita
tentang datu terdapat dalam buku berjudul, Tongkat Bagas Marhusor. Di
Kalimantan Timur yang dipakai Raja Tidung dan Raja Bulungan bergelar Datu. Di
Banjar dan Brunai Darussalam kata Datu berarti Buyut atau orang tua dari kakek
nenek kita. Datu juga berarti nenek moyang dalam Bahasa Banjar di sebut nini
datu dan Brunai yaitu datu nini.
Di
Kalimantan Selatan para ulama atau tokoh masyarakat meninggal zaman dahulu
ditambahkan kata datu nama depannya, seperti Datu Kalampaian, Datu Landak, Datu
Sanggul, Datu Nuraya, Datu Ingsat. Sementara di Filipina Selatan Datu adalah
gelar dipakai oleh parah pemimpin, pangeran, atau raja yang berdaulat, seperti
di Bisaya, Mindano. Berikut cuplikan cerita rakyat Sasak, berjudul Datu Untal:
“Ne araq sopoq cerite si ngesahang asal mule Datu Untal. Nurut cerite leq Labu Aji araq sopoq kerajaqan bebaloq si teperentah isiq sopoq datu si tearanin maraq aran taoqne: Datu Labu Aji bedueang bije nine araq sopoq aranne Dende Peropok. Dende peropok teperanakan isiq sebiniq datu aranne Suri Nunggal keturunan bebaloq darat. Keingesan Dende Peropok langsot kesohor leq kalangan bebajangan, bebajangan lekan segara lauq dait bebajangan lekan segara daye.”
Oleh.
Tim Apero Fublic.
Editor.
Desti, S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra
Palembang,
15 Januari 2021.
Sumber:
Shaleh Saidi, dkk. Sastra Lisan Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1987. Wikipedia: Datu.
Sy.
Apero Fublic.
Post a Comment