Hikayat: Alas Duduk Kulit Kerbau
Karena
di letakkan di atas sempare, tempat duduk ini tidak henti-hentinya diintip
oleh tikus yang ingin sekali memakannya. Konon, berkat kekuasaan Tuhan,
sepasang alas duduk itu dapat berkata-kata seperti manusia. Alas duduk itu satu
laki-laki suaminya dan satu perempuan istrinya.
“Wahai
istriku, bagaimana jadinya kita ini, kalau kita terus menerus menjadi alas
duduk, pasti kita dimakan tikus, sebab siang malam kita diintip oleh tikus.
Sekarang, bagaimana jika kita menjadi tikus?.” Kata alas duduk yang laki-laki
pada alas duduk istrinya. “Aku setuju, suamiku.” Jawab sang istri. Keduanya
berdoa pada Tuhan agar keduanya diizinkan menjadi tikus. Sebuah keajaiban pada
sepasang alas duduk dari kulit kerbau itu. Keduanya pun menjadi tikus.
“Nah,
sekarang kita sudah menjadi tikus. Tidak perlu takut lagi untuk dimakan tikus.”
Kata suami alas duduk pada istrinya. Keduanya menjadi gembira dan bahagia
karena sudah menjadi tikus. Akan tetapi kegembiraan mereka tidak bertahan lama.
Mereka tidak bebas seperti dulu lagi bermain. Mereka harus bersembunyi dan
tidak berani berisik saat ada kucing. Oleh karena itu, suami alas duduk dari
kulit kerbau berkata pada istrinya.
“Menjadi
tikus susah, kita merasa tidak aman juga. Diincar dan diintai oleh kucing,
suatu hari kita akan menjadi makanan kucing. Sebaiknya kita memohon kembali
pada tuhan, untuk menjadi kucing.” Kata suami alas duduk pada istrinya.
Istrinya setuju, keduanya berdoa pada tuhan, untuk menjadi kucing. Doa keduanya
dikabulkan oleh Tuhan dan keduanya berubah menjadi kucing. Setelah berubah
menjadi kucing, keduanya keluar dan jalan-jalan. Tapi, baru saja keduanya
keluar bertemu seekor anjing. Keduanya pun dikejar oleh anjing.
“Rupa-rupanya
menjadi kucing juga tidak enak dan susah. Lebih baik kita menjadi anjing saja.”
Kata suami alas duduk pada istrinya. Istrinya menurut saja, lalu keduanya
memohon pada Tuhan untuk berubah menjadi anjing. Doa keduanya dikabulkan oleh
Tuhan, dan berubahlah keduanya menjadi Anjing. Saat menjadi anjing keduanya
lapar, dan mendekati manusia yang sedang menumbuk padi di lesung. Mereka
mencari dedak untuk dimakan. Saat keduanya mendekat, kepala mereka dipukul
manusia itu dengan alu.
“Menjadi
anjing juga tidak enak, dan susah istriku. Oleh sebab itu, mari kita berdoa
pada Tuhan untuk menjadi manusia.” Keduanya berdoa pada Tuhan, doa keduanya
dikabulkan oleh Tuhan. Keduanya akhirnya menjadi manusia. Setelah menjadi
manusia keduanya dipaksa oleh Kliang bekerja memikul batu. Tiada
henti-hentinya keduanya dipaksa memikul batu untuk membuat jalan. Kliang adalah
orang yang selalu memerintahkan orang untuk kerja paksa.
Keduanya
tidak tahan menjadi manusia. Kemudian berdoa pada Tuhan untuk menjadi Kliang
yang selalu memerintahkan orang-orang kerja paksa memikul batu. Doa keduanya
dikabulkan oleh Tuhan, keduanya pun akhirnya menjadi Kliang. Setelah menjadi
Kliang, keduanya tidak henti-hentinya diperintahkan oleh Datu. Tidak pernah
keduanya dapat tidur nyenyak siang atau malam. Baru saja tertidur, datang
utusan raja membangunkan mereka mengantarkan surat perintah. Akhirnya keduanya
juga tidak tahan menjadi Kliang.
Kepada
istrinya dia berkata untuk berdoa pada Tuhan untuk menjadi Datu. Doa keduanya
pun dikabulkan oleh Tuhan. Keesokan harinya keduanya menjadi Datu dan Datun.
Memiliki kekuasaan dan pasukan, harta benda dan tidak ada lagi yang
menyuruh-nyuruh atau memerintah mereka. Tapi di sisi kedatuan mereka terdapat
sebuah kedatuan lain. Datu dari kedatuan itu sangat pemberani dan akan
menyerang kedatuan mereka. Kedatuan itu kuat dan pasukannya sangat banyak,
bersenjata lengkap. Maka keduanya yang sudah menjadi Datu dan Datun menjadi
takut.
Dalam
pertimbangan keduanya, kalau mereka berperang melawan Datu dari negeri tetangga
yang kuat itu. Pastilah mereka akan kalah perang, lalu mereka akan dibunuh atau
ditawan. Kalau ditawan pastilah mereka dijadikan budak. Diperintahkan mengurus
kuda, menyabit rumput untuk makanan kuda Datu, atau memandikan kuda Datu negeri
itu. Berkatalah dia pada istrinya dengan sedih. “Istriku, sebaiknya kita
menjadi apa?. Agar tidak ada lagi yang berani melawan kita.” Kata suami alas
duduk yang sudah menjadi raja. Istrinya menggeleng dan dia menurut saja. Lalu
dia berkata lagi.
“Bagaimana,
sebaiknya kita menjadi Tuhan juga. Bukankah tidak akan ada yang dapat melawan
kita.” Ide yang bagus menurut suami dari alas duduk yang terbuat dari kulit
kerbau itu. Istrinya setuju dan keduanya berdoa pada Tuhan, meminta untuk jadi
tuhan juga. Namun, setelah keduanya berdoa meminta menjadi Tuhan. Tuhan pun
menjadi murkah, sehingga keduanya yang sudah menjadi Datu dan Datun
dikembalikan Tuhan ke wujud mereka semua, menjadi alas duduk raja.
Demikianlah cerita tentang mahluk yang tidak mau bersyukur dan selalu mengeluh tentang kehidupannya. Hidup dalam keadaan apa pun tentu ada kesulitan dan kemudahan. Jangan melampaui batas termasuk takabur dan menyalahi kodrat Tuhan sang maha pencipta. Cerita ini berasal dari masyarakat Melayu Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Rewrite.
Tim Apero Fublic
Editor.
Selita, S.Pd.Tatafoto.
Dadang Saputra.Palembang,
18 Januari 2021.Sumber:
Shaleh Saidi, Dkk. Sastra Lisan Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1987.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment