Legenda: Nama Desa Montong Betok
Menurut
cerita orang-orang tua di sana. Nama Montong Betok diberikan warga setelah
terjadi suatu kisah pada zaman dahulu. Pada zaman dahulu tanah di sekitar Desa
Montong Betok sangat subur. Aliran Sungai Gading mengalir, yang berasal dari
Gunung Rinjani. Banyak ikan-ikan yang hidup di dalam aliran sungai, seperti
ikan badar, ikan mujair, ikan lele, ikan
tuna, belut, dan bermacam lainnya. Di pinggiran Sungai Gading masih banyak
tempat yang belum dihuni penduduk.
Diceritakan,
hampir setiap hari selalu ada warga yang menangkap ikan di Sungai Gading.
Datang ke tepian Sungai Gading yang belum ada penduduknya. Seperti warga, dari
Desa Suranadi, Paoq Motong, Masbagik. Pada suatu hari banyak warga dari
Masbagik datang mengail di Sungai Gading. Karena jauh dari desa mereka dan
pulang agak telat, maka mereka semua membawa bekal makan, tidak ada lauknya.
Saat
mengail rombongan warga dari Masbagik banyak mendapat ikan. Seperti ikan lele,
tuna, belut dan lainnya. Ikan yang paling banyak mereka dapatkan adalah jenis
ikan badar. Saat hari sudah siang, perut mereka mulai lapar. Salah satu diantara
mereka diminta untuk membakar ikan badar. Untuk lauk makan siang mereka. Orang
itu, kemudian mencari kayu bakar dan menyalakan api untuk memasak ikan badar.
Dia
membersihkan ikan badar yang akan dimasak. Setelah itu, ikan dijepit pada
panggangan yang terbuat dari kayu yang dibelah. Bara api dibuat, beberapa
panggangan dia letakkan di atas bara api. Beberapa saat kemudian ikan mulai
masak. Karena ikan akan segera masak, maka si pemanggang ikan pergi memberi
tahu teman-temannya. Dia meninggalkan panggangan masih di atas bara api. Dengan
maksud apabilah dia kembali bersama-sama teman-temannya nanti. Ikan panggang
sudah masak dengan merata. Pemanggang pergi ke tepian sungai, mulai memanggil
teman-temannya.
”Hoyyy,
marilah kita makan. Ikan panggang sudah mulai masak.” Pagilnya. Kemudian semua
temannya mendengar dan sepakat untuk makan terlebih dahulu. Mereka berjalan
beriringan menuju tempat istirahat dimana terdapat tempat memanggang ikan
badar. Tapi, entah mengapa saat mereka tiba. Ikan di panggangan telah terbakar
dan menjadi arang kehitaman.
“Motong
Betok senoq.” Teriak si pemanggang berkali-kali dan disertai rasa menyesal,
saat dia melihat ikan panggangannya terbakar dan telah berwana hitam arang.
Teman-temannya yang mengiringi datang juga melihat beberapa panggangan telah
hangus. Bau angit tercium di sekitar. Berkali-kali pemanggang dan
teman-temannya menyebut motong betok senoq, yang berarti ikan badar di
panggangan telah terbakar dan jadi arang.
Teman-temannya
berpendapat mungkin saat ditinggal pergi ada angin meniup api. Sehingga api
menjadi menyalah. Lalu membakar panggangan ikan badar itu, sehingga jadi
hangus. Mereka terpaksa membuat panggangan ikan lagi. Sambil bercerita dan
beristirahat disekitar itu.
Perut
yang sudah sangat lapar dan mereka menahan air liur saja. Kejadian itu, mereka
ceritakan pada semua warga dan selalu memberi identipikasi tempat mencari ikan
dengan nama tempat, dimana ikan badar panggang terbakar, motong betok.
Perlahan, nama tempat itu menjadi Montong betok.
Waktu berlalu, penduduk bertambah banyak dan ingin mencari daerah baru. Lalu warga pindah dan mendirikan pemukiman di sisi Sungai Gading di tempat terbakarnya ikan panggang, atau motong betok senoq. Lama-kelamaan pemukiman itu menjadi desa, dan nama motong betok berubah menjadi nama desa, yaitu Desa Montong Betok.
Post a Comment