Mengenal Kata Datu dan Datun: Gelar Raja dan Ratu Asli Nusantara Yang Terlupakan
APERO FUBLIC.- Sejarah Kebudayaan. Gelar Datu adalah gelar asli dari peradaban bangsa Indonesia dan Asia Tenggara. Datu sama halnya dengan raja, sultan, kaisar, king, presiden. Sebelum masuknya pengaruh asing dalam kebudayaan Nusantara. Masyarakat Nusantara telah memiliki peradaban sendiri yang kita kenal dengan peradaban megalitikum.
Peninggalan
peradaban megalitikum memang tidak meninggalkan catatan tertulis. Tapi masih
dapat dilacak dari tinggalan arkeologis, berupa tempayan kubur, manik-manik,
kapak batu, batu berukir, stupa, sisa makanan seperti kulit kerang, keong dan
siput. Selain itu, bahasa dan kesastraan juga menjadi bahan untuk meneliti
kebudayaan asli Indonesia.
Dalam
penggunaan gelar untuk pemimpin mereka, nenek moyang kita di Nusantara
menggunakan istilah Datu. Kata-kata datu dapat terlacak di dalam sastra lisan
masyarakat dan sastra lama yang tertulis sebelum masuknya pengaruh Indiah.
Seperti pada masyarakat Sasak di Lombok yang memiliki sastra lisan tentang
Datu.
Kata datu berarti pemimpin atau raja. Seperti dalam cerita lisan Datu Untal (Raja Untal), cerita Datu Aca dait dan Datun Began yang berarti Raja Untal dan Ratu Tikus. Di sini istilah ratu istri raja atau pemimpin wanita di istilahkan dengan Datun. Ada penambahan hurup n untuk membedakan raja dan ratu.[1]
Sastra
lisan dari masyarakat Melayu Makasar di Sulawesi Selatan yang berjudul Meompalo
Karelae. Dalam cerita lisan tersebut juga memakai kata Datu untuk gelar atau
panggilan untuk seorang pemimpin. Berikut cuplikan dari sastra lisan meompalo
Karelae:
Datunna Sangiang Seeri. (Datu sang
Hiang Sri).
Tennapajaga
mattanro.
(Tak henti-hentinya memaki).
Puakku
punna bole e.
(Majikanku yang punya rumah).
Nasitujuang
peggangngi.
(Bertepatan sekali). (h. 3).
Datunna tiuseng ede. (Datu
Tiuseng).
Bata
ede barellede.
(Sorgum dan jagung).
Sinning
betteng maega e.
(Semua sekoi yang banyak). (h. 6).[2]
Pada
sastra lisan meompalo karelea memuat kata Datunna yang berarti Datu.
Sastra lisan ini telah terpengaruh oleh kebudayaan India. Tapi masa munculnya
kemungkinan pada masa peralihan kebudayaan. Yaitu dari kebudayaan asli Nusantara
ke kebudayaan pengaruh India.
Selain
itu, di masyarakat Melayu Batak juga terdapat kata Datu. Datu dalam pengertian
mereka adalah orang yang memiliki kekuatan supranatural. Datu adalah tokoh
keagamaan asli dari masyarakat Melayu Batak. Kisah Datu juga terdapat dalam
sastra lisan masyarakat, berjudul Tongkat Bagas Marhusor. Sebuah kisah
seorang pemuda Batak pada masa lalu. Dimana masyarakat Batak masih hidup dengan
kebudayaan asli mereka.
Dokumen
tertulis yang memuat kata Datu untuk penyebutan raja, terdapat pada prasasti
peninggalan Sriwijaya yaitu, Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Pulau
Bangka, beraksara Pallawa berbahasa Melayu Kuno dan berbentuk tugu. Pada baris
kedua dengan jelas tertulis Datu Sriwijaya atau Raja Sriwijaya. Kedatuan
Sriwijaya sama halnya dengan Kekaisaran Sriwijaya atau Kerajaan Sriwijaya.
Dikutif
dari wikipedia, kata Datu juga ditemukan di Pilifina Selatan. Tepatnya di
Mindanau dan Bisaya. Datu digunakan untuk penyebutan para pemimpin atau raja
yang berdaulat. Di Kalimantan Selatan para ulama yang telah lama wafat.
Penduduk menyebutnya dengan tambahan kata Datu. Seperti Datu Kalampaian, Datu
Landak, Datu Sanggul, Datu Nuraya, Datu Ingsat dan lainnya.
Di
Banjar dan Brunai Darussalam nenek moyang di sebut nini datu orang Banjar, dan
datu nini orang Brunai. Untuk Kalimantan Timur, Datu digunakan untuk gelar atau
sebutan untuk raja. Raja Tidung dan Raja Bulungan mereka memaki gelar Datu.
Yang
menjadi pertanyaan apakah gelar datu adalah bentuk kata penyebutan pemimpin
budaya asli Nusantara?. Apakah Datu adalah bentuk jejak pengaruh dari kebudayaan
maritim Kedatuan Sriwijaya?. Awalan kata ke menunjukkan pusat atau menyatu.
Sedangkan akhiran an menjelaskan yang lebih dari satu.
Menurut
Prof. Dr. Slametmulyana dalam buku berjudul Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara.
Bahwa kata untuk pemimpin berawal dari kata yang sangat sederhana, yaitu kata tu.
Kata tu berasal dari rumpun bahasa shan, berarti kata ganti diri atau
badan. Kata tu mewakili orang yang terhormat. Kemudian kata tu di
semenanjung Malaysia berkembang menjadi Tun. Kemudian masuk ke Sumatera menjadi
Tuan, lalu masuk ke Pulau Jawa menjadi Ratu.[3]
Apabila
kata tu berkembang menjadi kata-kata untuk orang terhormat. Lalu teori tersebut
mendekati kebenaran, maka kata tu dapat juga berkembang menjadi kata Datu. Yang
kemudian tersebar di seluruh Asia Tenggara. Kemungkinan perkembangan kata Datu
lebih tua dari kata tun dan tuan.
Selain itu, kata Datu juga berkembang menjadi kata Datuk dan Dato. Kata Datu juga berkembang di setiap daerah dengan pengertian masing-masing masyarakatnya. Namun yang jelas, kata Datu bermakna orang yang terhormat.
Oleh.
Joni Apero.
Editor.
Desti, S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra
Palembang,
16 Januari 2020.
Sumber:
Slametmuljana.
Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara. Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
M. Arief Mattalitti. Meompalo
Karelea. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990.
Shale Saidi, dkk. Sastra
Lisan Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.
Internet: wikipedia:Datu.
[1]Shale Saidi,
dkk. Sastra Lisan Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1987. h. 9.
[2]M. Arief
Mattalitti. Meompalo Karelea. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1990.
[3]Slametmuljana. Asal
Bangsa dan Bahasa Nusantara. Jakarta: Balai Pustaka, 1995. h. 43.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment