Menjadi Manusia: Sopan Santun Pada Burung
APERO
FUBLIC.- Burung
adalah salah satu jenis hewan yang masih cukup beragam di muka bumi ini. Namun,
sudah banyak juga dari jenis-jenis burung yang punah, terancam punah, dan
menuju kepunahan. Bangsa unggas terdapat berbagai jenis dan beragam corak.
Keindahan burung-burung suka mempesona dan menarik manusia untuk mengganggu.
Kelompok
unggas yang cukup besar dengan daging yang enak dikonsumsi. Membuat perburuan
pada jenis lebih intensip dan berkelanjutan. Hal demikian salah satu jalan
kepunahan pada jenis-jenis tersebut. Kepunahan akibat keserakahan perut,
biasanya membuat jenis tersebut lebih cepat punah.
Kemudian
jenis burung dengan keunikan juga bagian dari jalan kepunahan pada jenisnya.
Baik itu, jenis keindahan bulu dan kemerduan suara. Keindahan bulu dapat kita
contohkan pada burung merak, yang sudah diburu sejak zaman purba. Keindahan
suara juga menjadi jalan kepunahan pada jenis unggas, kita contohkan pada jenis
burung beo atau burung murai batu.
Di
Indonesia antara tahun 1990an kebawah, jenis burung murai batu sangat mudah
ditemui di hutan-hutan Indonesia. Saat berjalan-jalan di hutan belukar kita
akan menemukan atau mendengar suara burung jenis murai batu. Namun, di atas
tahun 1990an ketika nilai jual burung meningkat membuat jenis burung murai
terutama murai batu menjadi langkah dan menuju kepunahan.
Burung-burung
dijadikan objek permainan dan perburuan tanpa mengenal batas. Sering kita
melihat anak-anak atau orang dewasa menembak burung-burung dengan ketapel atau senapan
angin atau air soft gun. Burung seakan menjadi kelompok musuh yang harus
di serang dan dihabisi tanpa belas ampun. Menembak burung-burung seakan menjadi
kesenangan yang begitu tiada taranya. Entah apa yang didapat saat mengganggu
kehidupan burung.
Dalam
pembahasan Menjadi Manusia kali ini, kita mempelajari sopan santun pada
burung-burung atau bangsa unggas. Sering kita lupa kalau burung adalah mahluk
Tuhan yang sama seperti kita. Burung-burung tidak punya salah pada kita, mereka
hidup dengan dunia sendiri. Makan dari rezeki Tuhan tanpa mengganggu kehidupan
kita sebagai manusia sedikit pun. Mari kita sadar, dan mempelajari dan
mengajarkan bagaimana sopan santun pada bangsa burung atau unggas.
1.Apabilah
sedang berjalan-jalan di hutan, di sisi desa atau dimana pun. Lalu kita
menemukan sarang burung, baik sarang yang baru dibuat atau sarang yang masih
ditempati burung tersebut. Jangan mengganggu sarang burung tersebut, apalagi
merusaknya. Sarang burung sama halnya dengan rumah bagi kita. Alangkah sedihnya
kalau rumah kita dihancurkan atau diganggu orang.
Sedangkan
telur dan anak burung adalah keluarga mereka. Bagaimana seandainya anak atau
keluarga kita di ambil atau diganggu orang. Tentu hal demikian sangat
menyakitkan. Apabilah menemukan sarang burung dan terdapat telur burung di
dalamnya. Jangan menyentuh telur tersebut, cukup dilihat dari jauh. Sebab,
apabilah telur tersentuh tentu meninggalkan jejak atau bekas manusia. Bauh
asing manusia akan memancing pemangsa datang atau induk burung akan
meninggalkan telurnya.
2.Jangan
suka berburu burung dengan berlebihan, atau lebih baik tidak perlu berburu
burung. Sebab kita masih memiliki banyak makanan. Apakah begitu miskin kita
sehingga harus membantai burung-burung hanya untuk mengisi perut kita. Kita
biarkan saja mereka hidup tenang dan tidak perlu menggangu. Tidak perlu
menangkap burung untuk dipelihara atau mengambil anak burung untuk dirawat.
Sebab, sebaiknya pemelihara burung adalah alam itu sendiri. Cinta pada burung
adalah melepaskannya, bukan memenjarakannya di dalam sangkar.
Namun
dari semua itu, yang paling menghancurkan dan paling memusnakan adalah
kehancuran habitat dan ekosistem hutan. Musnahnya tumbuhan-tumbuhan yang
menghasilkan buah dan bunga-bunga di alam. Ekosistem hutam dihancurkan oleh
praktik perkebunan tanpa batas dan tanpa jeda. Dimana hutan-hutan diganti
dengan satu pokok tanaman saja, misalnya karet atau sawit.
Tumbuhan
penghasil buah habis dan punah. Tempat berlindung dan lingkungan alam hutan
burung rusak. Dari sistem perkebunan industri dan perkebunan rakyat individu
telah menerapkan perkebunan satu jenis dan menggunakan pestisida dalam membasmi
tumbuhan alam. Sehingga dalam perkebunan benar-benar hanya terdapat satu jenis
tumbuhan.
Kalau
demikian dimanakah para unggas pergi dan tinggal lagi. Kalau mereka masih
hidup, dimana cadangan makanan mereka lagi. Bukan hanya itu, sebab tidak ada
lagi pepohonan membuat burung-burung tidur ditempat terbuka. Senapan angin dan
pemangsa dengan leluasa menerkam mereka. Sering masyarakat datang
berbondong-bondong membawa senapan angin lalu memburu burung tidur diperkebunan
industri.
Kalau
demikian, bagaimana kehidupan bangsa unggas kedepannya. Mereka benar-benar
terusir dan terzalimi oleh manusia. Sedangkan bangsa burung adalah kaum-kaum
sebagaimana manusia. Tapi, seandainya manusia mau berpikir dan menjadi manusia.
Tentu dapat berbuat banyak untuk para unggas. Walau membangun perkebunan dengan
skalah luas atau dengan sistem perkebunan basmi (babat babi).
Seharusnya,
setiap sepuluh hektar lahan perkebunan. Maka sisakan satu hektar lahan hutan
yang dibiarkan tetap tumbuh dan alami. Pada lahan satu hektar itu, hewan-hewan
dan burung akan tinggal dan membangun sarang mereka. Begitu seterusnya, setiap
sepuluh hektar sisakan satu hektar. Pada lahan tersebut dapat ditanami pohon
berbuah dan berbunga untuk kelanjutan kehidupan hewan-hewan. Melindungi habitat
hewan reptil, unggas, serangga, primata, mamalia liar dan tetubuhan liar.
Mari
kita menjadi manusia. Berbuat baik pada burung, alam dan lingkungan juga
bernilai ibadah dan mendapat pahalah di sisi Allah. Seorang yang berjuang
menyelamatkan lingkungan hidup juga termasuk dalam jihad fisabilillah.
Oleh. Redaksi Apero Fublic
Editor.
Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 26 Februari 2021.
Sy.
Apero Fublic
Post a Comment